SuaraJogja.id - Sebuah video lawas ceramah mantan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj yang menyebut orang berjenggot, pakai pakaian gamis dengan dahi hitam tapi go***** kembali viral.
Dikutip dari channel YouTube Trukah Channel dalam video yang ditampilkan potongan ceramah Said Aqil Siradj yang menyinggung mengenai orang-orang Indonesia yang bergaya kearab-araban.
Said menyebut bahwa menjadi tawassuth syarat yang harus dipenuhi yakni harus pintar dan cerdas.
"Kalau menjadi tawassuth, umaton wasaton, syaratnya harus pintar, harus cerdas. Kalau go*** gak akan bisa tawassuth," kata Said Aqil Siradj.
Baca Juga: Gus Yahya atau Said Aqil Siradj, Yenny Wahid: Keduanya Punya Kedekatan dengan Gus Dur
"Bisanya cuma jenggotnya panjang, pakaiannya kamis, jidatnya hitam sama Allahu Akbar," lanjutnya.
Said Aqil Siradj menyebut, jika fenomena orang-orang dengan penampilan seperti itu sebenarnya tidak banyak memberikan peran nyata untuk kehidupan bangsa Indonesia.
"Karena go***, gak bisa berperan," katanya.
Dia pun mengungkapkan keheranannya, lantaran maraknya orang-orang bergaya kearaban saat ini. Padahal menurutnya, zaman dulu keturunan Nabi Muhammad SAW di Indonesia saja tidak bergaya seperti itu.
"Saya juga heran akhir-akhir ini, heran sekali. Dulu para Habaib orang-orang Arab di Cirebon jualan kitab, tasbih, minyak wangi pakai sarung. Sekarang bukan Arab, pesek dan hitam gamis. Allahu Akbar," kata Said Aqil Siradj.
Baca Juga: Muktamar NU Ke-34, PWNU Sumbar Dukung Said Aqil Siradj
Dalam lanjutan video itu dinarasikan bahwa Said Aqil membenci gamis, padahal dalam hadits ada penjelasannya terkait mengenakan pakaian serupa Rasulullah.
Potongan video Said Aqil Siradj terkait orang yang berjenggot hingga pakai gamis disebut go**** itu nyatanya sudah pernah muncul di pemberitaan sekitar tiga tahun silam hingga kemudian viral.
Berjenggot Tapi Zonder Kearifan
Pernyataan Said Aqil Siradj sendiri terkait hal itu pun sempat diulas oleh pakar sejarah pengetahuan Islam Nusantara Dr Agus Sunyoto.
Dikutip dari NU.co.id, Dijelaskan bahwa kata “orang-orang berjenggot” yang dimaksud dalam ceramah itu, sebetulnya diarahkan kepada mereka yang memelihara jenggot menjulur panjang namun zonder kearifan.
Dakwah mereka dilontarkan dengan nuansa kebencian. Ajakan mereka bernada paksaan, memaksa-maksa disertai kutukan, seolah-olah kebenaran sudah ada dalam genggaman. Mereka ini berdiri di suatu ujung ekstrem sambil berhalusinasi meyakini hanya dirinya sendiri yang berada di jalan satu-satunya menuju surga.
Wajah mereka terlihat garang dan menakutkan. Sementara itu, ada orang-orang yang berjenggot pula yang sikap dan perilakunya berkebalikan dari gambaran orang berjenggot yang pertama di atas. Mereka inilah para sufi atau orang-orang dahulu, kata Agus Sunyoto, yang berjenggot lebat dan panjang namun hidupnya diliputi kearifan.
Mereka memiliki kedalaman pengetahuan dan keluasan pandangan; mungkin mereka juga menulis kitab-kitab yang diakui namun bukan hanya itu mereka dapat bersikap arif, tapi karena daya kepekaan intuitif yang mereka miliki dan apa-apa yang dihasilkan/didukung dari daya itu.
Menurut Agus Sunyoto, orang-orang berjenggot yang sudah mencapai kepekaan intuitif sedemikian itu justru kerap memundurkan berpikir rasional murni. Karena itu tak mengapa, katanya, bila dalam pengertian berkurangnya sudut pandang rasional murni itu, para sufi dianggap “bodoh” di hadapan manusia modern yang dicitrakan serba-rasional murni (bila ada).
Boleh Berjenggot Asal....
Masih di situs yang sama, dalam kesempatan lainnya Said Aqil Siradj pernah mengemukakan memelihara jenggot termasuk salah satu sunnah Rasulullah SAW sehingga kaum muslim boleh mengamalkannya. Tapi yang ditiru jangan hanya jenggotnya saja, melainkan akhlaknya.
"Wali-wali Allah, para sufi, kiai-kiai NU seperti Hadrotusyekh Hasyim Asy’ari juga berjenggot, tapi mereka mengikuti akhlak Rasulullah. Konsekuensinya, orang berjenggot, harus pula berusaha mengikuti perilaku Rasulullah,” katanya di gedung PBNU tujuh tahun silam.
Kiai asal Cirebon ini menegaskan, percuma saja jika jenggot sekadar asesoris, tapi akhlaknya jauh dari akhlak Islam, tidak mengikuti akhlak Rasul. Karena misi yang paling subtansi dari Rasulullah adalah membangun akhlak. Jika berjenggot malah menjadikan sombong, merasa paling benar, paling Islam, paling mengikuti sunnah Rasul, itu berarti bertolak belakang dengan sifat Rasululllah.
Berita Terkait
-
Tanggapi Ucapan Seksis Ridwan Kamil Soal Janda, Susi Pudjiastuti: Saya Happy-happy Aja
-
Jejak Karier dan Spiritual Mega Aulia: Nangis-nangis Minta Tukang Bubur Naik Haji Tak Diputar Ulang
-
5 Potret Septi Pengamen Viral yang Gendong Anak Malam-malam, Kini Masuk TV
-
Sentil Denny Sumargo, Netizen Tebak Makna Pesan Mendalam Farhat Abbas Ini: Capek Dengerinnya..
-
Tak Jadi Seleb Dadakan, Calvin Verdonk dan Elkan Baggot Tuai Pujian: No Drama dan Totalitas!
Terpopuler
- Kejanggalan LHKPN Andika Perkasa: Harta Tembus Rp198 M, Harga Rumah di Amerika Disebut Tak Masuk Akal
- Marc Klok: Jika Timnas Indonesia Kalah yang Disalahkan Pasti...
- Niat Pamer Skill, Pratama Arhan Diejek: Kalau Ada Pelatih Baru, Lu Nggak Dipakai Han
- Datang ke Acara Ultah Anak Atta Halilintar, Gelagat Baim Wong Disorot: Sama Cewek Pelukan, Sama Cowok Salaman
- Menilik Merek dan Harga Baju Kiano saat Pesta Ulang Tahun Azura, Outfit-nya Jadi Perbincangan Netizen
Pilihan
-
Tol Akses IKN Difungsionalkan Mei 2025, Belum Dikenakan Tarif
-
PHK Meledak, Klaim BPJS Ketenagakerjaan Tembus Rp 289 Miliar
-
Investigasi Kekerasan di Paser: Polisi dan Tokoh Adat Serukan Kedamaian
-
Nyawa Masyarakat Adat Paser Melayang, Massa Demo Minta Pj Gubernur dan Kapolda Kaltim Dicopot
-
Komersialisasi Bandara IKN Tunggu Revisi Perpres 131/2023, Kata Wamenhub Suntana
Terkini
-
Terpidana Mati Mary Jane Bakal Dipindah ke Filipina, Begini Tanggapan Komnas HAM
-
Ratusan TPS Masuk Kategori Rawan, Bawaslu Kulon Progo Intensifkan Pengawasan
-
Banyak Aduan Tidak Ditindaklanjuti, Front Masyarakat Madani Laporkan Bawaslu Sleman ke Ombudsman DIY
-
Viral Video Truk Buang Sampah Ilegal di Hutan Gunungkidul, WALHI Desak Pemda DIY Bertindak
-
Timses Pede Heroe-Pena Menang Pilkada Yogyakarta, Target 40 Persen Suara Terkunci