Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW | Hiskia Andika Weadcaksana
Sabtu, 11 Juni 2022 | 19:50 WIB
Mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti (tengah) berjalan keluar dengan mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/6/2022). [ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/rwa]

SuaraJogja.id - Eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sebuah apartemen di wilayah Yogyakarta. Haryadi ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama beberapa orang lainnya.

Sejumlah aktivis lingkungan di Jogja menduga, bukan hanya izin bangunan apartemen Royal Kedhaton saja yang bermasalah, tapi banyak yang lain. Lantas bagaimana dengan izin bangunan yang telah dikeluarkan?

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman menjelaskan izin sendiri merupakan keputusan tata usaha negara. Apabila izin itu diperoleh dengan cara memberibsuap maka izin itu dapat dibatalkan.

"Itu diatur dalam pasal 66 undang-undang 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan. Berartikan di situ ada cacat dalam pemberian izinnya, entah itu cacat wewenang, prosedur maupun substansinya," kata Zaenur, Sabtu (11/6/2022).

Baca Juga: Geledah Rumah Pribadi Eks Walkot Yogyakarta Haryadi Suyuti, KPK Sita Dokumen hingga Alat Elektronik

Disampaikan Zaenur, salah satu bentuk catat itu adalah ketika perizinan sebagai bentuk keputusan tata usaha negara itu diperoleh melalui suap atau gratifikasi. Sehingga jika memang terbukti satu perizinan itu bisa keluar karena adanya suap maka harus dibatalkan.

Ketika dibatalkan maka sejak awal perizinan itu dimohonkan dianggap tidak ada. Hal ini bahkan berlaku bagi yang sudah beroperasi pun akan dianggap tidak ada.

"Sebagai konsekuensinya operasinya harus dihentikan kalau sudah terbukti ada suap atau gratifikasi di dalam permohonan izin tersebut dan sudah inkrah," terangnya.

Hal Itu nanti, kata Zaenur harus ditindaklanjuti dengan prosedur administrasi pemerintahan. Kemudian secara administratif pemerintah daerah harus menindaklanjuti dengan melakukan pembatalan fisik.

"Itu nanti setelah ada putusan pengadilan yang menyatakan bahwa memang ada kasus suap atau gratifikasi di dalam proses perizinan tersebut," ujarnya.

Baca Juga: Kasus Korupsi Dana PEN, Eks Dirjen Kemendagri Ardian Noervianto Segera Diadili di PN Jakarta Pusat

Sebelumnya, Aktivis lingkungan Warga Berdaya Dodok Putra Bangsa mengaku sudah lama kesal dengan berbagai aturan terkait perizinan di wilayahnya. Terlebih dengan masifnya pembangunan hotel dan bangunan komersil lainnya dalam beberapa tahun terakhir.

Belum lagi pembangunan yang masif itu juga berdampak dengan aspek lingkungan bagi warga sekitar. Satu hal yang paling terasa adalah menipisnya air bersih bagi warga.

Setidaknya ia mencatat ada ratusan izin hotel yang masuk semasa kepemimpinan Haryadi Suyuti di Kota Jogja. Kondisi itu yang kemudian menurutnya harus ditinjau ulang oleh KPK ke depan.

"Ada 104 atau 106 izin hotel selama eks Wali Kota Jogja Haryadi Suyuti menjabat. Itu dari Desember 2013 sampai sebelum 1 Januari 2014-2016 moratorium. Itu sudah masuk tinggal pelaksanaan pembangunannya saja," kata Dodok.

Disampaikan Dodok, momentum ditangkapnya Haryadi Suyuti atas kasus suap izin IMB itu perlu menjadi perhatian lebih dari KPK.

"Saat Haryadi Suyuti ditangkap dalam suap apartemen itu ya jelas harapan kami KPK harus tinjau ulang ratusan perizinan di Jogja itu. Bagaimana proses izinnya kok bisa berdiri dengan ketidakjelasan," tegasnya.

Sementara itu Pejabat (Pj) Wali Kota Yogyakarta Sumadi mengatakan akan mencermati terlebih dulu segala izin yang ada di Kota Joga. Sebelum nantinya memutuskan untuk melakukan tindakan selanjutnya.

"Pada prinsipnya seperti yang saya sampaikan kemarin, kami akan melihat, mencermati apa yang sudah dilakukan.
Mencermati apa yang sudah dikeluarkan, terhadap Izin-izin yang sudah dikeluarkan," kata Sumadi.

Disinggung mengenai kemungkinan proses IMB itu akan dicabut atau ditunda sementara, Sumadi mengaku belum dapat memastikan.

"Saya belom bisa memutuskan itu karena kan kita mencetmati dulu. Karena memang ini nanti kan ada verifikasi dulu dari teman-teman yang di lapangan. Nanti kalau ada hal-hal yang ini (tidak benar) ya kita sesuaikan dengan ketentuan saja," tuturnya.

Load More