Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 09 Juni 2022 | 17:37 WIB
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman. [Hiskia Andika Weadcaksana / Suarajogja.id]

SuaraJogja.id - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman terus mendorong KPK untuk terus mengusut kasus suap perizinan yang dilakukan oleh eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti.

Guna lebih memaksimalkan penyidikan perkara tersebut, KPK disarankan menggunakan pendekatan atau metode pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Metode itu dinilai akan lebih efektif untuk menelusuri sumber aliran dana.

"Salah satu metode yang perlu digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan TPPU (tindak pidana pencucian uang) karena itu bisa membongkar aliran dana yang selama ini mendapatkan penerimaan dari siapa saja dan mengalir ke mana saja," kata Zaenur kepada awak media, Kamis (9/6/2022).

"Sehingga nanti bisa dikejar lebih lanjut agar bisa kebongkar juga yang lain-lain," imbuhnya.

Baca Juga: Usut Korupsi Dana Bergulir Fiktif LPDB Jawa Barat, KPK Dalami Penerima UMKM

Hal ini, dinilai Zaenur, sekaligus dapat digunakan untuk membersihkan Jogja dari berbagai potensi tindak pidana korupsi. Hal itu dimulai dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan kepada Haryadi Suyuti beberapa waktu lalu.

"Ini menjadi awal membersihkan Jogja dari tindak korupsi yang sangat akut dan juga pembangunan yang ugal-ugalan tanpa memperhatikan aspek lingkungan," ujarnya.

Disampaikan Zaenur, dengan TPPU nantinya akan lebih maksimal dalam melacak aliran dana tersebut. Sebab dimungkinkan dana itu tidak hanya masuk ke rekening pribadi melainkan juga ke sejumlah orang terdekat tersangka.

"Biasanya ke orang terdekat, kemudian disimpan atau tempat yang aman tak terdeteksi oleh aparat penegak hukum tapi bisa dipetakan KPK. Pendekatan dengan TPPU, ini bukan hal berat untuk KPK," terangnya.

Ia menuturkan bahwa KPK sudah punya banyak pengalaman untuk mengungkap kasus korupsi. Dari awalnya hanya merupakan OTT receh dengan nominal kecil menjadi kasus yang sangat kompleks.

Sekarang lembaga antirasuah itu perlu menggunakan kembali cara-cara itu agar berhasil mengungkap kasus ini. Terkhusus dengan mengembangkan lagi perizinan-perizinan lain yang serupa.

"Karena jarang sekali seorang tersangka atau terdakwa ya itu ditangkap oleh KPK, menerima pemberian sebagai yang pertama. Jadi dalam kasus-kasus KPK, seorang tersangka ditangkap ketika sudah melakukan menerima melakukan perbuatan yang menerima pemberian baik suap atau gratifikasi itu yang kesekian," paparnya.

Hal itu, lanjut Zaenur sudah merupakan bentuk kebiasaan. Sehingga dalam kasus yang menjerat Haryadi Suyuti ini, KPK didesak untuk perlu meninjau kembali segala perizinan semasa eks Wali Kota Yogyakarta itu menjabat.

"KPK perlu membongkar perizinan lainnya 104 itu di kota Jogja dan juga melihat kemungkinan adanya tindak pidana dan itu tugas KPK untuk mencarinya," tandasnya.

Load More