Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora
Kamis, 23 Juni 2022 | 18:45 WIB
Seorang wali murid memberikan syarat dan berkas pendaftaran PPDB di salah satu sekolah yang ada di Kota Jogja, Senin (30/5/2022). [dok. Forpi Kota Yogyakarta]

SuaraJogja.id - Dinas Pendidikan Sleman mengevaluasi sejumlah hal dalam pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Sleman, yang resmi berakhir pekan lalu.

Sekretaris Disdik Sleman Sri Adi Marsanto mengatakan, setelah direkapitulasi menyeluruh, total ada 23 sekolah dengan jumlah pendaftar di bawah 10 orang.

Sementara itu, para wali murid yang ikut dalam pelaksanaan PPDB juga telah terbiasa dengan sistem PPDB.

"Kalaupun ada yang datang ke Posko PPDB, itu hanya ingin memantapkan benar tidaknya informasi yang mereka terima atau didapatkan dari sistem," ungkapnya, Kamis (23/6/2022).

Baca Juga: Kronologis Kepala Sekolah SMKN 5 Bandung Ditangkap karena Pungli PPDB

Ditanyai penyebab adanya sekolah yang memiliki minim peminat, menurut dia hal itu diduga karena minimnya lulusan TK atau usia SD, di wilayah tersebut.

"Kalau mau ditarik lebih jauh lagi ya karena keberhasilan program Keluarga Berencana," kata dia.

Penyebab lainnya, tingginya minat wali murid menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah swasta maupun pondok pesantren atau sekolah berasrama.

Saat ini, ada banyak sekolah swasta yang berdiri dan memiliki teknik kegiatan belajar mengajar yang baik. Dengan demikian, wajar apabila wali murid juga berminat menyekolahkan anak mereka ke sana.

"Kita juga harus membiarkan sekolah swasta berkembang. Setiap orang tua punya pilihan masing-masing bagi anaknya, yang menurut mereka itu yang terbaik bagi anak," ucapnya.

Baca Juga: PPDB Sulsel 2022 Bermasalah, Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan Minta Maaf ke Masyarakat

Kala ditanyai soal opsi regrouping bagi sekolah-sekolah minim peminat, Adi belum dapat memberikan jawaban tegas.

"Perlu koordinasi dan kajian. Tidak mudah meregrouping," tuturnya.

Ketika akan memutuskan regroup sekolah, akan ada banyak pertimbangan. Baik itu melibatkan guru, tenaga kependidikan, warga sekitar hingga siswa itu sendiri.

Apalagi bila harus memutuskan regrouping karena alasan minimnya peminat saat PPDB. Sekolah maupun Disdik tentunya bukan hanya memikirkan siswa di kelas I atau tingkat pertama.

"Sekolah itu kan ada siswa kelas II, III, IV dan selanjutnya. Bagaimana dengan mereka? Kan harus dipikirkan juga," ucapnya.

"Belum lagi orang tua dan siswa. Yang awalnya berminat memasukkan anaknya ke sekolah A namun terpaksa harus sekolah di B, karena sekolah A diregroup dengan sekolah B," tambahnya.

Opsi mendistribusikan peserta didik dari sekolah banyak peminat ke sekolah sedikit peminat (dalam gugus yang sama), menurut Adi juga belum dapat dipastikan bisa menjadi solusi.

"Bayangkan bila kita menjadi orang tua, mendaftarkan anak ke sekolah A, lalu anak kita menjadi salah satu siswa yang dipindah ke sekolah B hanya demi memenuhi kuota PPDB sekolah B. Bukan karena penyebab lain. Apakah kita akan selalu menerima kondisi itu?," tuturnya.

Ia mengatakan, sistem zonasi yang diberlakukan dalam PPDB sebetulnya memiliki tujuan yang baik. Yakni pemerataan peserta didik.

Selain itu, didukung dengan Kurikulum Merdeka, ada kesetaraan kesempatan untuk tiap sekolah, sama-sama mengembangkan kemampuan, kompetensi dan kapabilitas mereka masing-masing.

"Saat ini goals zonasi belum terlihat, tapi dalam jangka panjang nanti. Akan terlihat. Tidak lagi sekolah tinggi peminat hanya di sekolah yang itu-itu saja, tetapi akan ada sekolah-sekolah lain yang serupa, banyak peminatnya," kata dia.

Ia tak membantah, bahwa regrouping bertujuan pula menciptakan efektivitas dan efisiensi di sektor pendidikan.

Sudah dalam tiga hingga empat tahun terakhir ini, tak ada regrouping sekolah di Kabupaten Sleman, lanjutnya.

"Kalau memang ada sekolah perlu diregroup, harus dicek satu per satu secara menyeluruh dan melibatkan banyak pihak," tandasnya.

Sebagai salah satu sekolah dengan minim peminat pada PPDB 2022/2023, seorang guru di SD Negeri Banyurejo 4 Emmy Wulandari menyatakan kesedihan dan ketidaksetujuannya bila sekolah tersebut harus diregrouping.

"Sejak awal kami di sini, berjuang di sini. Hendaknya sekolah ini selalu ada terus, tidak diregrouping. Kami akan selalu berupaya meningkatkan teknik mengajar, aktivitas di sekolah agar sekolah ini tidak diregrouping," terangnya.

Dengan beragam upaya promosi, ia dan guru-guru juga mengusahakan dengan keras agar sekolah tersebut terus meningkat jumlah peminatnya.

Ia juga menyayangkan, adanya sejumlah pihak yang kerap mengembuskan kabar tak sedap bahwa sekolah tempat ia mengajar akan diregrouping.

"Padahal tidak," kata dia.

Kontributor : Uli Febriarni

Load More