Galih Priatmojo
Kamis, 30 Juni 2022 | 14:27 WIB
Tangkapan layar Santi Warastuti bersama anaknya Pika. [dok.ist/Santi Warastuti]

Tapi nyatanya obat tertentu tidak cocok digunakan oleh Pika. Maka sudah barang tentu ia mencari terapi atau obat yang cocok untuk Pika.

"Obat itu kalau istilah orang Jogja, Jawa itu nyampar nyandung. Maka kami usaha, mengupayakan," imbuhnya.

Muncul Kekhawatiran Penyalahgunaan Ganja Medis, Santi: Itu di Luar Kewenangan Saya

Santi kali pertama mengetahui penggunaan CBD untuk keperluan medis dan penanganan anak dengan cerebral palsy, dari temannya.

Baca Juga: Menkes: Regulasi Ganja Medis Sebentar Lagi Keluar!

Ia menginginkan akses penggunaan CBD karena telah membaca banyak literatur. Serta melihat hasil terapi dari anak rekanannya itu, menjadi jauh lebih baik hari ke hari.

"Kalau menurut saya, kondisi Musa [nama anak dari temannya] lebih parah dari Pika ya. Sudah belasan tahun tapi badannya masih kecil, kaku-kaku, jadi secara kondisi lebih berat almarhum Musa. Tapi kondisi menjadi baik perkembangannya sangat menggembirakan," kata dia.

Santi menuturkan, kendati beberapa negara sudah ada yang melegalkan ganja untuk keperluan medis dan terapi pengobatan, Santi tak bisa begitu saja membawa Pika ke negara tersebut.

Selain berbiaya tinggi, tak mudah membawa anak dengan cerebral palsy ke luar negeri. Terlebih ia di negara tersebut bukan hanya sehari atau dua hari.

Bahkan, sebagai istri dari seorang seniman lukis dan airbrush yang tak punya pendapatan tetap, keuangan Santi semakin tak mudah dengan fakta bahwa ia harus berhenti bekerja demi menjaga Pika.

Baca Juga: Respon Harapan Ma'ruf Amin, MUI Masih Kaji Pemanfaatan Ganja Medis dari Perspektif Keagamaan

Sebagai orang Bali yang kini berdiam di Jogja, Santi belum pernah mendapat kesempatan untuk berdiskusi dengan akademisi maupun kenalan yang paham betul soal penggunaan ganja medis sebagai alternatif pengobatan cerebral palsy.

Load More