Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Jum'at, 15 Juli 2022 | 10:04 WIB
Tersangka jaringan grup pedofil dihadirkan di Mapolda DIY, Rabu (13/7/2022). - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

SuaraJogja.id - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda DIY masih mendalami motif para pelaku jaringan grup pedofil yang menyebar ribuan konten pornografi dan kontak para korban anak. Polisi turut menyelidiki kemungkinan motif ekonomi dari aksi tak terpuji para pelaku.

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda DIY AKBP Roberto Pasaribu mengatakan sejauh ini kemungkinan motif ekonomi itu muncul dengan memanfaatkan sistem iklan melalui dark web. Sebuah sisi gelap dunia maya yang tak jarang dijadikan para pelaku kejahatan siber untuk meraup uang.

"Itu dark web mereka bertujuan untuk mensharing konten-konten yang nanti akan mendapatkan melalui advertising yang ada di dark web tersebut. Ada beberapa modul yang digunakan dan kita tidak bisa sharing di sini karena akan menjadi belajar baru bagi pelaku, hanya bisa kita buka di pengadilan," kata Roberto kepada awak media, Kamis (14/7/2022).

"Sedang kita investigasi untuk pendalaman," imbuhnya.

Baca Juga: Periksa Psikologis Pedofil Asal Klaten, Polda DIY: Dia Sadar Melakukan Sebuah Kejahatan

Disampaikan Roberto, sejauh ini polisi baru bisa mengungkap bahwa ketujuh pelaku baru yang diamankan kemarin berperan sebagai distributor konten pornografi anak itu saja. Belum dapat diungkap motif lain dari mereka.

Selain itu saat ini polisi juga masih mendalami lebih jauh asal nomor kontak anak-anak yang menjadi korban tersebut. Termasuk dengan bagaimana cara para pelaku mendapatkan konten berupa foto dan video itu.

"Kita masih melakukan proses pelacakan data digital sumber awal. Terutama nomor target korban anak ini bisa beredar. Masih kita lakukan pengangkatan data digital karena butuh waktu untuk proses penganalisaannya dan barang bukti masih ada di laboratorium digital forensik," paparnya.

Hingga saat ini jajaran Ditreskrimsus Polda DIY sudah berhasil mengamankan 8 pelaku kasus kejahatan seksual terhadap anak tersebut.

Jumlah 8 pelaku itu ditangkap setelah mengerucutkan dua grup WhatsApp yang sangat aktif mengirimkan berbagai video dan gambar dengan objek korban adalah anak-anak. Dari situ para pelaku ditangkap tersebar di 6 provinsi. 

Baca Juga: Penjahat Seksual pada Anak Ditangkap Polda DIY, 3 Orang Jadi Korban lewat Video Call

Kasus ini berhasil terungkap pada tanggal 21 Juni 2022 lalu dengan pelaku awal yang diamankan berinisial FAS (27). Kasus ini terbongkar diawali dari seorang Bhabinkamtibmas di sebuah desa di wilayah DIY yang menerima laporan dari guru sekolah dan orang tua siswa. 

FAS sendiri diketahui sudah melakukan aksinya sejak bulan Mei lalu. Tersangka didapati juga sudah tergabung dalam beberapa grup WhatApps. Setelah sebelumnya juga bergabung di sosmed Facebook.

Dari sudah ada nomor-nomor yang memang dipersiapkan dan itu targetnya adalah korban anak-anak. Setelah mendapat target korbannya tersebut, tersangka lantas mengaku sebagai teman sebaya atau kakak kelas atau dikenal dengan istilah child grooming. 

Para pelaku diancam dengan tiga pasal. Selain Undang-undang ITE dan pornografi, mereka juga terancam dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Wakil Kajati DIY Rudi Margono mengatakan bahwa semakin banyak pasal yang disangkakan tentu akan semakin memberatkan. 

"Prinsipnya semakin banyak pasal itu semakin memberatkan di hukum acaranya itu. Dalam perkara ini ada 3 pasal. Melihat topologi perbuatannya dia lebih ke kumulatif," kata Rudi.

Ia menjelaskan aksi pelaku dengan merekam konten itu saja sudah masuk dalam Undang-Undang ITE. Kemudian dengan mendistribusikan konten tersebut terkena Undang-Undang terkait Pornografi. 

"Dan lagi di dalamnya ada kekerasan seksual, kekerasaan bukan hanya fisik tapi psikis. Pengaruhnya pada anak-anak itu," ujarnya.

Tiga pasal itu di antaranya dengan Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) Jo 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar dan menyangkut kesusilaan/ekploitasi seksual terhadap anak

Selain itu juga, diancam dengan Pasal 29 Jo Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp6 miliar.

Lalu ditambah Pasal 14 Jo Pasal 4 Ayat (1) Huruf (I) Jo Pasal 4 Ayat (2) Huruf (E) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual). Dipidana karena melakukan kekerasan seksual berbasis elektronik, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan atau denda paling banyak Rp200 juta.

Load More