Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Sabtu, 23 Juli 2022 | 16:44 WIB
RUU TPKS akhirnya resmi disahkan dalam sidang paripurna DPR RI, Selasa (12/04/2022) kemarin di Jakarta setelah hampir 10 tahun diperjuangkan.

Dijelaskan Sri, sudah jelas diatur dalam UU TPKS itu bahwa pihak yang menyebarkan konten termasuk konten-konten yang berbau seksualitas itu sudah diatur. Disebutkan pula kalau tindakan itu melibatkan objek atau subjek anak maka kasus itu bukan delik aduan.

"Jadi tanpa harus ada yang melaporkan, si anak enggak harus melaporkan, orang tua tidak harus melaporkan, siapa yang melihat atau bahkan kalau polisi menemukan maka itu bisa langsung diproses tanpa menunggu ada pengaduan dari korban," paparnya.

Ia meminta para penyidik untuk berkoordinasi lebih lanjut dengan pihak-pihak terkait. Misalnya saja Kominfo untuk urusan menghapus sebaran-sebaran konten itu.

"Serta pencarian alat bukti lainnya menelusuri lebih lanjut di dalam dunia maya. Saya kira itu jelas sudah masuk kategori kekerasan seksual," jelasnya.

Baca Juga: Marak Kasus Kejahatan Seksual, Komnas HAM Desak UU TPKS Segera Diterapkan

Ia tidak memungkiri dari data-data yang telah dikumpulkan sejumlah lembaga. Memang menghasilkan kesimpulan sementara ada tendensi yang menguat terkait dengan kekerasan seksual di era digital ini. 

"Menurut saya itu masuk akal karena tingkat penggunaan internet di Indonesia itu cukup tinggi lebih dari 70 persen. Sementara literasi digital lemah," ujarnya.

"Nah itu yang menjadi sangat mungkin digital itu menjadi alat yang bahasa saya mengintensifikasi kekerasan seksual. Jadi dia menjadi bentuk kekerasan baru karena ada teknologi baru," tutupnya.

Load More