Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Kamis, 28 Juli 2022 | 15:37 WIB
Koordinator ARDY, Tri Wahyu menyerahkan hasil evaluasi kepemimpinan Gubernur DIY pada pansus DPRD DIY terkait LKPJ AMJ Gubernur DIY 2017-2022 di DPRD DIY, Kamis (28/07/2022). [Kontributor / Putu Ayu Palupi]

SuaraJogja.id - Jabatan lima tahunan Sri Sultan HB X sebagai Gubernur DIY yang akan segera berakhir beberapa waktu kedepan disorot Aliansi Rakyat untuk Demokrasi Yogyakarta (ARDY). Gabungan dari berbagai organisasi pro demokrasi di Yogyakarta yang peduli penegakan demokrasi, tatakelola pemerintahan yang baik, hak atas lingkungan dan kebebasan berekspresi mandat konstitusi NKRI tersebut menyebut selama lima tahun terakhir terjadi kemunduran demokrasi di DIY.

Persoalan ini terjadi pasca penerbitan Peraturan Gubernur (pergub)  1 tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat Di Muka Umum Pada Ruang Terbuka pada 4 Januari 2021 lalu.  Pergub tersebut dinilai tidak partisipatif dan isinya bermasalah karena mengancam hak konstitusional berpendapat dan berekspresi.

"Pergub larangan demonstrasi di malioboro itu tidak melibatkan dprd diy [dalam pembuatannya," ujar Koordinator ARDY, Tri Wahyu usai bertemu panitia khusus (pansus) DPRD DIY terkait Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan (LKPJ AMJ) Gubernur DIY 2017-2022 di DPRD DIY, Kamis (28/07/2022).

Somasi ARDY ke Gubernur DIY yang menolak pergub pun tak digubris.  Bahkan laporan mereka ke Ombudsman RI Perwakilan DIY yang kemudian menerbitkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Nomor Registrasi : 005/LM/II/2021/YOG pada 21 Oktober 2021 juga tak digagas.

Baca Juga: OJK DIY Terima 73 Aduan Terkait Pinjol Ilegal Sejak Januari 2022

Padahal ORI menyimpulkan telah terjadi maladministrasi berupa perbuatan tidak patut dalam proses penyusunan dan penetapan pergub tersebut. Hal itu sangat ironi mengingat dalam Pasal 5 ayat 1 UU Keistimewaan DIY 13 tahun 2012 menyatakan tujuan pengaturan keistimewaan DIY adalah mewujudkan pemerintahan yang demokratis dan pemerintahan yang baik. 

Dalam Pasal 5 ayat 2 huruf e juga menyebutkan pemerintahan yang demokratis diwujudkan melalui partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan tapi tetap saja pergub tersebut diterbitkan. Fakta kemunduran demokrasi di DIY menunjukkan belum menerapkan pelayanan publik secara profesional dan partisipatif.

"Kasus Pergub 1 tahun 2021 pendekatan kekuasaan malah masih dipakai Gubernur DIY yang menjauhkan diri dari konsep pelayanan publik dan pemerintahan demokratis." tandasnya.

Wahyu menambahkan, selama lima tahun terakhir tata kelola pemerintahan di DIY juga mengalami kemunduran. Hal ini dibuktikan dengan adanya penetapan dan penahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI terhadap tersangka ASN Pemda DIY dalam kasus korupsi proyek pembangunan stadion Mandala Krida.

EW yang merupakan Kepala Bidang Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga DIY sekaligus menjabat PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) terlibat korupsi sebesar Rp 31,7 Miliar. Nilai pekerjaan di-markup dan disetujui EW tanpa melakukan kajian terlebih dulu.

Baca Juga: PAN DIY Ajukan Nama Sri Sultan Hamengku Buwono X hingga Haedar Nashir Sebagai Capres 2024

"DIY sedang tidak baik-baik saja dengan kasus [korupsi] EW yang ngendon di KPK. Ini yang harus dibenahi bareng-bareng," ujarnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More