Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Kamis, 22 September 2022 | 15:38 WIB
Presiden Jokowi dan SBY di Istana Merdeka pada 2017 [BPMI Setpres]

SuaraJogja.id - Perbandingan antara era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mulai mencuat ke publik dalam beberapa waktu terakhir. Terlebih ketika kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) mulai diketok oleh Jokowi belum lama ini.

Perbandingan itu sebelumnya juga secara khusus pernah disampaikan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Demokrat, Jumat (16/9) di Surabaya. Selain menyentil pemerintahan Jokowi, ia juga membandingkannya di era pemerintahan SBY yang dianggap lebih baik dibanding situasi hari ini.

Melihat hal itu, Pakar politik sekaligus Dekan Fisipol UGM, Wawan Mas'udi menilai bahwa hal itu merupakan wajar dilakukan dan merupakan bagian dari kontestasi politik. Hal itu dilakukan untuk membangun diferensiasi politik antara yang sedang memerintah saat ini dengan yang berada di luar pemerintahan. 

"Nah cara membangun diferensiasi itu banyak memang salah satunya dengan cara membandingkan antara rezim sekarang dengan rezim terdahulu," kata Wawan ditemui awak media di Fisipol UGM, Kamis (22/9/2022).

Baca Juga: Demo di Patung Kuda, Nakes Minta Diangkat Jadi ASN

"Jadi yang dilakukan oleh Partai Demokrat khususnya ya kan sebenarnya untuk menunjukkan ya diferensiasinya di mana dan sekaligus untuk melakukan klaim ya, political claim yang dilakukan sekarang pada masa lalu juga sudah dilakukan," sambungnya. 

Menurutnya dalam konteks tersebut merupakan bagian dari pemanasan untuk menuju 2024 mendatang. Namun, kata Wawan, sebaiknya yang dilakukan bukan hanya sekadar klaim saja tapi menawarkan alternatif. 

"Jadi melihat yang sekarang lalu menawarkan bentuk alternatif politik, policy maupun apa ya mungkin gaya kepemimpinan seperti apa yang akan dibangun. Mestinya seperti itu," ujarnya. 

Dilanjutkan Wawan, soal mana yang benar dan yang salah hanya tinggal menunjukkan data-datanya saja. Mengingat ada bukti yang kuat terkhusus mengenai infrastruktur, angggaran dan lain sebagainya.

"Tetapi konteksnya lebih ke situ sih pemanasan menjelang proses pemilu. Ini sudah dimulai 2023 tensinya akan naik. 2024 tentu akan naik. Sehingga tentunya masing-masing mencoba membangun diferensiasi politik, dibandingkan dengan yang saat ini," tandasnya.

Baca Juga: Survei SMRC: Jika Puan Maharani Jadi Cawapres Prabowo, Pasangan Anies-AHY Berpotensi Menang

Load More