SuaraJogja.id - Dekan Fisipol UGM, Wawan Mas'udi menilai bahwa pemerintah belum terlalu memberikan perhatian terkait dengan tata kelola energi di Indonesia. Justru pengambilan kebijakan selama ini masih berkutat pada logika rezim keuangan.
Disebutkan Wawan, ada dua hal penting yang perlu diperhatikan pemerintah terkait energi. Pertama adalah ketersediaan yang cukup dan kedua mudah diakses masyarakat.
"Semata-mata cukup tapi tidak accesible secara universal maka itu akan problematik. Sama halnya ketika kita punya kekayaan ketercukupan, tapi yang bisa akses kekayaan itu hanya sedikit orang, yang terjadi kemudian adalah ketimpangan yang luar biasa. Akses yang bersifat limited dan menjadi previlege dari kelompok tertentu," kata Wawan kepada awak media, Jumat (23/9/2022).
Oleh sebab itu, ketika membicarakan BBM termasuk kenaikan harga BBM, subsidi dan sebagainya tidak bisa semata-mata diletakkan dalam kerangka rezim keuangan atau efisien dan lainnya.
Dalam artian, tata kelola lebih penting untuk diperhatikan ketimbang logika tadi. Terlebih ketika sekarang menghadapi persoalan yang berhubungan dengan kemampuan masyarakat untuk bisa mengakses energi secara lebih setara.
"Kalau masyarakat sebagian besar kesulitan mengakses energi ya nggak mungkin negara diam saja. Negara harus do something. Ketika banyak kelompok miskin sementara harga energi semakin mahal dalam konteks global ya satu negara harus menyediakan itu," terangnya.
Negara, kata Wawan, harus dapat memastikan masyarakat bisa mengakses energi itu ketika sudah tersedia. Sehingga bukan soal perlu subsidi atau tidak tapi lebih kepada tata kelola yang menjadi kunci.
"Nampaknya problemnya yang kita hadapi instead of betul-betul memberikan perhatian dan melakukan evaluasi secara komprehensif tentang tata kelola, energi, dan akses masyarakat ke energi, logic pengambilan kebijakan lebih banyak atau justru terlalu didominasi oleh logic-logic rezim keuangan," paparnya.
Wawan menilai sebenarnya negara punya kapasitas untuk mengatur hal itu. Namun tak dipungkiri subsidi yang diberikan tidak tepat sasaran, tak bisa diatur atau tak bisa ditegakkan.
"Jadi inikan tergantung cara menganalisis masalahnya. Kalau memang masalahnya subsidi BBM misalnya, atau subsidi pangan, subsidi pupuk bahkan tidak tepat sasaran bukan berarti subsidinya dihilangkan tetapi tata kelola yang bisa memaksa benar-benar orang yang berhaklah yang bisa menerima itu," pungkasnya.
Berita Terkait
-
Terpopuler: Aksi Tolak Kenaikan Harga BBM di Bandung Berujung Rusuh, Honda Brio Seruduk Rumah Makan di Sukabumi
-
Mahasiswa yang Jadi Tersangka Saat Unjuk Rasa di DPRD NTB Kini Jadi Anak Asuh Kapolresta
-
BLT Subsidi Tahap 3 Segera Cair, Cek Persyaratan untuk BSU Rp 600 ribu
-
Oktan Pertalite Tetap Ron 90, Pertamina Pastikan Tidak Berubah
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Waspada Bencana Hidrometeorologi! Cuaca Ekstrem Intai Yogyakarta Hingga November
-
Sleman Ukir Sejarah, Quattrick Juara Umum Porda DIY, Bonus Atlet Dipastikan Naik
-
WNA Yordania Jadi Tersangka di Yogyakarta: Izin Investasi Fiktif Terbongkar
-
Strategi Jitu Sekda DIY Atasi Kemiskinan: Libatkan Asisten Hingga Mandiri Fiskal
-
Saldo DANA Kaget Langsung Cair? Ini Tiga Link Aktif yang Bisa Bikin Dompet Digitalmu Gendut