Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW | Wahyu Turi Krisanti
Selasa, 04 Oktober 2022 | 19:01 WIB
LBH KMY menyampaikan kecaman atas tindakan represif aparat kepolisian pada suportes Arema FC di Stadion Kanjuruhan, Selasa (4/10/2022). - (SuaraJogja.id/Wahyu Turi)

SuaraJogja.id - Lembaga Bantuan Hukum Keluarga Madura Yogyakarta (LBH KMY) mengecam keras tindakan respresif aparat terhadap warga sipil hingga menyebabkan ratusan jiwa meregang nyawa atas peristiwa Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022) lalu.

Kepala Departemen Hukum dan Advokasi LBH KMY Mustofa mengancam, jika dalam kurun waktu 7x24 jam tidak ada tindakan tegas dari pemerintah, maka LBH KMY akan melayangkan surat gugatan perbuatan melawan hukum oleh Institusi Kepolisian RI.

"Kami juga akan mengirimkan surat tembusan kepada Presiden RI Cq Menkopolhukam RI, Kompolnas, Komnas HAM, dan DPR RI Komisi III guna mengawal dan menginvestigasi secara continue dan transparan dugaan pelanggaran hukum oleh aparat kepolisian. Kami juga membuka ruang selebar-lebarnya bagi keluarga korban untuk menghubungi kami guna mengawal hak-hak para keluarga korban," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (4/9/2022).

Pihaknya menyampaikan aparat kepolisian telah melakukan banyak pelanggaran hukum dan HAM. Baginya tindakan represif tersebut telah mengkhianati amanah UUD 1945 pasal 28a yang berbunyi, "setiap orang berhak hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya."

Baca Juga: PSSI: Polisi Tahu Gas Air Mata Dilarang, Tapi...

Berdasarkan analisis LBH KMY, dapat diduga, aparat kepolisian telah melakukan timdak pidana kekerasan seperti tercantum dalam pasal 170 dan pasal 351 KUHP. Selain itu, dilanggar pula Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009 pasal 11 ayat 1 huruf g yang berbunyi, "setiap anggota Polri dilarang melakukan penghukuman terhadap fisik yang tidak berdasarkan hukum."

Pelanggaran juga diduga dilakukan pada Perkapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang penggunaan kekuatam dalam tindakan kepolisian, Perkapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang pedoman pengendalian massa, dan Perkapolri Nomor 2 Tahun 2019 tentang pengendalian huru hara.

Seperti diketahui tragedi Kanjuruhan meninggalkan duka mendalam bagi seluruh warga Indonesia khususnya para keluarga yang ditinggalkan. Peristiwa tersebut menjadi catatan kelam dunia sepak bola.

Aparat kepolisian yang semestinya meredakan dan mengendalikan situasi malah menimbulkan petaka yang diawali dengan penyemprotan gas air mata. Korban pun berjatuhan, tak sedikit yang meregang nyawa akibat gangguan pernafasan dam terinjak-injak oleh suporter lain.

"Tugas aparat kepolisian yang sejatinya mengayomi masyarakat justru dalam peristiwa tersebut seolah-olah menjadi monster yang menakutkan dan bertindak represif terhadap suporter Arema FC yang pada akhirnya berakibat banyak korban meninggal dunia," tandasnya.

Baca Juga: Penghiburan dari Timnas U-17 untuk Korban Tragedi Kanjuruhan, Kemenangan 14-0 Kontra Guam

Load More