Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Jum'at, 21 Oktober 2022 | 15:49 WIB
Kepala Dinkes Sleman, Dirut RSUD Sleman dan dokter anak RSUD Sleman, di pendopo parasamya Setda Sleman, Jumat (21/10/2022) (kontributor/uli febriarni)

SuaraJogja.id - Gagal ginjal akut pada anak (GGAPA) menjadi momen bagi masyarakat, agar lebih berhati-hati bila melakukan 'self medication'.

Kepala Dinas Kesehatan Sleman dr Cahya Purnama mengatakan, self medication adalah ketika masyarakat mengalami suatu gejala, mereka tidak berkonsultasi atau menggunakan pelayanan yang disediakan fasilitas kesehatan (faskes), melainkan melakukan pengobatan penyakit dengan membeli obat-obatan sendiri.

Masalah yang umum selanjutnya, sekira penyakit mengalami perberatan gejala, baru mereka berkonsultasi dengan dokter atau faskes.

"Penyakit ada hulu ada hilir. Masyarakat adalah hulu. Di hulu ini, langkah preventif diperlukan, yakni agar jangan sampai menggunakan obat asal," ungkapnya, Jumat (21/10/2022).

Baca Juga: Pemerintah Masih Investigasi Sirup yang Diduga Sebabkan Gagal Ginjal Anak Akut

Cahya mengatakan, berdasarkan survei pada 2021 diketahui terjadi penurunan penggunaan faskes oleh masyarakat.

Self medication berbahaya untuk ginjal. Karena tidak semua anggota masyarakat memahami komposisi obat dan pengaruhnya bagi tubuh. Terkadang ada dua atau lebih obat memiliki sifat yang sama. Padahal, setiap obat punya potensi menjadi toksik bagi tubuh.

"Misal obat satu ada paracetamol, obat lain yang dibeli ternyata juga mengandung paracetamol. Berarti kan tubuh mengonsumsi paracetamol dengan dosis lebih banyak," ujarnya.

"Ketika digunakan berlebihan, maka kandungan itu jadi toksik untuk tubuh," sebutnya.

Sementara itu untuk kasus gagal ginjal akut anak, yang menjadi sumber masalah bukanlah paracetamol, melainkan pelarut dalam obat sirup. Dua zat kandungan obat yang saat ini dibatasi penggunaannya, dan biasanya ada pada obat sirup, yakni ethylene glycol (EG) dan diethylene glicol (DEG).

Baca Juga: Obat Sirup yang Dilarang BPOM Ternyata Jadi Best Seller di Pasar Pramuka

"Jadi memang obat sirup ini dijual bebas dan mungkin juga karena murah ya," terangnya.

Saat ini, Dinas Kesehatan sudah mengumpulkan sejumlah ahli bersama apoteker se-Kabupaten Sleman untuk diberi penjelasan mengenai pengelolaan obat di masa sekarang.

Sekaligus mereka juga akan mengedukasi masyarakat cara menggunakan obat yang benar. Serta memberikan penjelasan agar tidak ada kepanikan di tengah masyarakat, akibat munculnya gagal ginjal akut pada anak ini.

"Apoteker kami minta jadi agent of change penggunaan obat secara cermat oleh masyarakat," sebutnya.

Dokter Spesialis Anak RSUD Sleman dr R. Yuli Kristyanto mengungkap, memang ada beberapa obat-obatan yang bisa dibeli oleh para orang tua di apotek.

Untuk paracetamol, masuk dalam salah satu jenis obat yang wajar berada di setiap rumah sebagai pertolongan pertama pada demam.

"Tapi ada obat di indonesia yang over the counter (bisa dibeli tanpa resep) yang sebenarnya itu sirup dengan kandungannya berbagai macam. Orang tua di masa-masa ini, sebaiknya berkonsultasi ke dokter bila anak menunjukkan gejala tertentu. Tidak membeli obat yang tidak jelas keamanannya," pinta Iyan.

Apalagi saat ini, setiap dokter mengganti obat sirup dengan puyer, untuk sementara waktu. Kalaupun ada penggunaan obat sirup yang tidak berubah, itupun karena penyakit yang diderita anak adalah penyakit tertentu.

Di Indonesia, BBPOM sedang lakukan penyelidikan terhadap obat yang mengandung EG dan DEG. Daftar obat yang sudah keluar masuk daftar diketahui mengandung dua zat tersebut, masih berupa daftar sementara dan masih akan diperiksa.

"Masih ada banyak obat yang akan diteliti BBPOM. Kita tunggu sampai final," ucapnya.

"Masyarakat diminta tidak melakukan self medicating dengan obat-obatan sirup. Dengan kewaspadaan gagal ginjal akut pada anak, diharapkan orang tua memeriksakan anak ke dokter, agar dokter yang menentukan obatnya apa," tegasnya.

Ia menambahkan, obat memang menjadi salah satu risiko. Namun bukan satu-satunya penyebab gagal ginjal terjadi pada saat itu juga. 

Kontributor : Uli Febriarni

Load More