Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Selasa, 01 November 2022 | 14:15 WIB
Konferensi pers Rakor Nasional Dan Peningkatan Kapasitas Tim Pemeriksa Daerah 2022, Selasa (1/11/2022). (Kontributor/uli febriarni)

SuaraJogja.id - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP RI) berharap, kasus adanya komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang terseret pidana suap, seperti terjadi di Jawa Tengah pada 2020 lalu, adalah kasus terakhir di tubuh penyelenggara pemilihan umum (Pemilu). 

Anggota DKPP RI Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, berdasarkan data penanganan yang selama ini dilakukan DKPP, diketahui bahwa pelanggaran yang paling banyak diadukan adalah soal pelanggaran profesionalisme. Pelanggaran itu dilakukan oleh KPU maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). 

"Untuk meminimalisasi pelanggaran terjadi di masa sekarang, kami sudah melakukan pertemuan tripartit (DKPP, Bawaslu, KPU) dan menjadikannya sebagai salah satu langkah strategis. Kami juga memberikan pengetahuan etik untuk tim di daerah," sebutnya, Selasa (1/11/2022). 

Pihaknya berharap, ke depan, potensi pelanggaran etik yang dilakukan oleh Bawaslu dan KPU bisa berkurang, setidaknya paling dekat yaitu pada Pemilu 2024.

Baca Juga: Pokja Bawaslu dan Komisoner Bawaslu Bone Diadukan ke DKPP dan Komisi Informasi

Sementara itu mengutip laman resmi DKPP, berdasarkan data pemeriksaan perkara yang dimiliki lembaga itu, pelanggaran  kode etik penyelenggara Pemilu (KEPP) terkait aspek profesionalitas dan aspek tertib administrasi masih mendominasi.

Pada 2019, diketahui modus pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu tertinggi berupa kelalaian pada proses pemilu. Jumlahnya mencapai 32%. Sedangkan data yang diolah DKPP pada 2018-2019 menyatakan, ada kenaikan perkara hingga 250 perkara. Sehingga DKPP menerima 1.027 aduan terkait dugaan pelanggaran KEPP berkaitan Pemilu 2019. Jumlah itu menggambarkan perkara yang terjadi di dua tahun tersebut.

Sebagian Penyelenggara Pemilu Tidak Sadar Mereka Melakukan Pelanggaran

Ketua DKPP RI Heddy Lugito mengungkap, keberhasilan kinerja DKPP tidak dilihat dari seberapa banyak perkara yang ditangani. Semakin sedikit perkara pengaduan, justru bisa diartikan sebagai keberhasilan penyelenggara Pemilu dalam mengamalkan kode etik. 

"Saya rasa integritas penyelenggara Pemilu saat ini semakin baik," tuturnya.

Baca Juga: Jokowi Lantik 5 Anggota DKPP Periode 2022-2027 di Istana Negara

Pihaknya juga tak henti untuk menyosialisasikan kode etik ke semua daerah, KPU dan Bawaslu. Karena sebagian penyelenggara Pemilu tidak menyadari, bahwa apa yang mereka lakukan adalah pelanggaran kode etik.

"Agar penangkapan Komisi Pemberantasan Korupsi seperti yang terjadi pada saudara Wahyu [Wahyu Setiawan, Ketua KPU Jawa Tengah] yang karena suap itu, semoga yang terakhir. Sebelumnya banyak komisioner KPU bisa ditangkap, tetapi Wahyu itu [semoga] yang terakhir kali," ujarnya.

"Saya harap tidak ada kasus pidana di kalangan penyelenggara Pemilu," terangnya. 

DKPP: Di Jogja Bukan Tak Ada Pelanggaran, Tapi......

Anggota Komisioner DKPP yang lainnya, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi menuturkan, secara umum DKPP bekerja secara pasif, dalam arti menerima aduan. Namun di sisi lain pihaknya juga berusaha tetap proaktif.

Maksudnya, tetap berupaya dengan banyak pihak termasuk kampus dalam meningkatkan kapasitas TPD. Serta menyepakati bersama bahwa antar penyelenggara Pemilu sudah selaiknya sama-sama mematuhi aturan yang berlaku atas tugas pokok fungsi masing-masing lembaga.

"Penyelenggara itu selain melakukan tugas mereka dengan baik, tetapi juga harus menjaga integritas. Kasus suap itu merupakan pelanggaran integritas," tegasnya. 

Raka Sandi menilai, sejauh ini KPU dan Bawaslu sudah menjalankan fungsi mereka dengan baik. Sedangkan khusus menyinggung kondisi Daerah Istimewa Yogyakarta, Sandi juga punya pandangan.

"Jogja bukan berarti tidak ada masalah, ada. Tapi cenderung landai dan koordinasi antara lembaga sepertinya berjalan dengan baik di sini," terangnya.

Sandi mengungkap, kondisi landai itu setidaknya diambil setelah dirinya membandingkan DIY dengan Sumatera Utara dan Papua.

Kontributor : Uli Febriarni

Load More