Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Kamis, 03 November 2022 | 10:53 WIB
Kepala BBPOM DIY, Trikora Mustikasari dalam Registrasi Pangan Olahan di Yogyakarta, Rabu (02/11/2022). [Kontributor / Putu Ayu Palupi]

SuaraJogja.id - Balai Badan Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) DIY masih melakukan penarikan obat-obatan yang dilarang edar oleh BPOM pusat. Penarikan dilakukan di sarana pelayanan farmasi seperti toko obat dan apotik serta industri farmasi.

"Pengawalan kami lakukan agar produk-produk yang tidak boleh dijual otomatis ditarik dari distributor ataupun industri farmasi," ungkap Kepala BBPOM DIY, Trikora Mustikasari disela Registrasi Pangan Olahan di Yogyakarta, Rabu (02/11/2022).

Namun menurut Trikora, rekap produk obat-obatan yang dilarang belum bisa dilakukan hingga saat ini. Baik dari dari distributor, industri farmasi dan sarana pelayanan kefarmasian.

Sebab jumlah sarana pelayanan seperti toko obat dan apotik cukup banyak. Di DIY yang mencapai 800an apotik dan toko obat, belum lagi industri farmasi.

Baca Juga: Jelang Nataru, BBPOM DIY Temukan 1.357 Produk Tak Miliki Izin Edar dan Kedaluwarsa

"Kita belum bisa hitung karena jumlah layanan farmasi kan banyak ya, tapi tetap kita kawal untuk penarikannya," jelasnya.

BBPOM DIY, lanjut Trikora juga melakukan pengawalan dalam proses penarikan obat-obat yang tidak boleh dikonsumsi karena mengandung cemaran yang melebihi batas. Termasuk pengawasan ke industri farmasi hingga ke distributor yang menjual secara online.

Hal ini dilakukan setelah BPOM RI menemukan 6.001 tautan yang teridentifikasi melakukan penjualan sirop obat terkontaminasi zat berbahaya perusak ginjal. Dari patroli siber didapat pada platform situs, media sosial dan e-commerce di Indonesia menjual produk obat-obatan sirop yang terkontaminasi cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG)

Masyarakat pun berhati-hati dalam membeli obat-obatan. Pembelian obat perlu dilakukan di sumber-sumber yang resmi dan memiliki izin Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF).

"Kalau membeli obat, khususnya obat keras jangan di sumber yang tidak resmi. Pembelian obat harus dilakukan di sumber yang resmi seperti di apotik, puskesmas, rumah sakit dan toko obat yang berizin," paparnya.

Baca Juga: BBPOM DIY Sebut 25 Persen Warga Masih Gunakan Boraks untuk Campuran Makanan

Konsumsi obat-obatan sirup yang diijinkanpun harus dilakukan dalam batas aman. Penggunaan sirup obat harus dengan takaran yang tepat.

"Jangan sampai masyarakat meminum obat dengan penggunaan yang salah ataupun penyalahgunaan," ujarnya.

Trikora menambahkan, pihaknya berkoordinasi dengan sejumlah organisasi profesi seperti Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dan Kementerian Kesehatan (kemenkes) untuk terus melakukan pengawalan peredaran obat-obatan di DIY.

Pelaku usaha di bidang farmasi pun diminta konsisten dalam menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Mereka harus memastikan bahan baku yang digunakan sesuai dengan standar dan persyaratan serta obat yang diproduksi aman sesuai standar dan mutu serta mematuhi ketentuan peraturan perundangan-undangan yang telah ditetapkan oleh regulator baik secara nasional maupun internasional.

"Masyarakar harus memastikan kemasan produk dalam kondisi baik, baca informasi produk yang tertera pada label, dan produk telah memiliki izin edar BPOM serta belum melebihi masa kadaluwarsanya," ungkapnya.

Selain obat-obatan, BBPOM DIY juga melakukan pengawasan izin edar pangan olahan para pelaku usaha di sektor produktif. Hal itu dilakukan untuk memastikan bahan pangan olahan yang dibuat sesuai dengan standar kesehatan dan aman dikonsumsi.

Diantaranya melalui pengawalan izin edar bahan pangan olahan di DIY. Hal ini sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM No. 7 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan POM No. 27 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Pangan Olahan, produk pangan olahan yang beredar harus memiliki izin edar.

Izin edar pangan merupakan legalitas yang diberikan pemerintah kepada pelaku usaha pangan untuk memproduksi dan mengedarkan pangan. Dengan penerapan Online Single Submission (OSS), sistem pendaftaran pangan olahan di Badan POM juga telah diintegrasikan dengan sistem OSS menjadi sistem Ereg RBA dengan berbagai penyesuaian terkait risiko pangan olahan.

"Kami memastikan agar pelaku usaha dapat memenuhi standar keamanan mutu dan kemanfaatan pangan olahan. Kali ini sudah ada tambahan 100 pelaku usaha olahan pangan yang mendapat izin edar," jelasnya.

Load More