SuaraJogja.id - Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) telah disahkan (disetujui) menjadi undang-undang, dalam Rapat Paripurna antara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Pemerintah, Selasa (6/12/2022).
Pusat Studi Hukum dan Konstitusi Universitas Islam Indonesia (PSHK UII) meminta pemerintah melakukan sejumlah langkah, agar penerapan UU tersebut tidak serampangan dan tetap memenuhi asas keadilan.
Peneliti PSHK UII Taufiqurrahman menjelaskan, pengesahan RKUP ini mendapatkan berbagai penolakan, karena dianggap memiliki muatan yang membatasi hak asasi masyarakat secara ketat.
Terhadap persetujuan RUKHP menjadi UU tersebut, PSHK UII punya beberapa catatan penting.
"RKUHP merupakan rancangan undang-undang yang sudah melalui proses legislasi dalam waktu cukup lama. Meskipun telah melalui penyusunan yang lama, bukan berarti RKUHP dapat disahkan secara terburu-buru," kata dia, Rabu (7/12/2022).
Taufiq mengungkap, hal ini berkaitan dengan meaningfull participation dalam proses pembentukan RKUHP, sebagaimana amanat konstitusi.
"RKUHP sangat berkaitan langsung dengan rakyat. Pada akhirnya, RKUHP menjadi penentu apakah rakyat akan dipidana atau tidak dipidana," sebutnya.
Bahwa KUHP yang telah disahkan akan mulai berlaku setelah tiga (3) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan.
Artinya, apabila diundangkan pada Desember 2022, maka KUHP baru akan berlaku pada Desember 2025.
Baca Juga: PSHK UII Minta Presiden Menganulir Pelantikan Guntur Hamzah Sebagai Hakim MK, Begini Alasannya
Seharusnya, ketentuan peralihan ini akan sangat berarti guna memberikan waktu kepada pemerintah, untuk melakukan penyamaan persepsi kepada penegak hukum dalam menegakkan KUHP. Selain itu, memberikan pemahaman dan waktu adaptasi kepada masyarakat.
Sehingga, perlu mekanisme yang jelas dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun tersebut agar optimal.
Ia menambahkan, batasan rujukan dan/atau pendelegasian pengaturan tindak pidana pada Pasal 12 KUHP, disebutkan seperti berikut: 'Tindak Pidana merupakan perbuatan yang oleh peraturan perundang-undangan diancam dengan sanksi pidana dan/atau tindakan'.
Ketentuan rujukan dan/atau pendelegasian kepada peraturan perundang-undangan tersebut sangatlah luas.
Yang berarti bahwa, pengaturan mengenai tindak pidana tidak hanya pada tingkat UU dan Peraturan Daerah. Akan tetapi juga dapat dengan peraturan perundang-undangan lainnya, seperti Peraturan Pemerintah, Menteri, Gubernur dan lain sebagainya.
"Hal tersebut bertentangan dengan Asas kepastian hukum dan kedaulatan rakyat," tegasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Keluarga 7 Seater Seharga Kawasaki Ninja yang Irit dan Nyaman
- Bukan Akira Nishino, 2 Calon Pelatih Timnas Indonesia dari Asia
- Diisukan Cerai, Hamish Daud Sempat Ungkap soal Sifat Raisa yang Tak Banyak Orang Tahu
- Gugat Cerai Hamish Daud? 6 Fakta Mengejutkan di Kabar Perceraian Raisa
- 21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 22 Oktober 2025, Dapatkan 1.500 Gems dan Player 110-113 Sekarang
Pilihan
-
Makna Mendalam 'Usai di Sini', Viral Lagi karena Gugatan Cerai Raisa ke Hamish Daud
-
Emil Audero Akhirnya Buka Suara: Rasanya Menyakitkan!
-
KDM Sebut Dana Pemda Jabar di Giro, Menkeu Purbaya: Lebih Rugi, BPK Nanti Periksa!
-
Mees Hilgers 'Banting Pintu', Bos FC Twente: Selesai Sudah!
-
Wawancara Kerja Lancar? Kuasai 6 Jurus Ini, Dijamin Bikin Pewawancara Terpukau
Terkini
-
Bantul Lawan Kemiskinan Ekstrem: Bansos Pangan dan Alat Bantu Disabilitas Disalurkan
-
Kecelakaan di Wates, Motor Belok Dadakan Tabrak Truk, Seorang Wanita Tewas
-
Dapat Duit Gratis dari DANA? Bongkar Trik DANA Kaget, Siapa Cepat Dia Dapat
-
Sleman Genjot Ekonomi Timur: Jalan Prambanan-Lemahbang Jadi Andalan, Warga Terima Sertifikat
-
Terungkap, Alasan PSIM Hancurkan Dewa United: Van Gastel Pilih Liburkan Pemain Setelah Kalah