Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Rabu, 21 Desember 2022 | 16:35 WIB
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman. [Hiskia Andika Weadcaksana / Suarajogja.id]

SuaraJogja.id - Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman memberikan sejumlah saran perbaikan di tubuh Mahkamah Agung (MA) yang kini tengah diterpa kasus korupsi. Apalagi hingga saat ini sudah ada 14 tersangka yang ditetapkan KPK dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di lingkungan MA tersebut. 

Dimulai dari internal MA sendiri yang meliputi perbaikan dari sisi rekrutmen, promosi hingga mutasi jabatan. Zaenur menilai rekrutmen sendiri sekarang sudah mulai ada perbaikan.

Dilihat dari tidak sedikitnya hakim baru yang bisa diharapkan menjadi darah segar ke depan. Dalam artian diharapkan dapat diandalkan untuk menjadi hakim yang lebih baik, berintegritas dan anti suap.

"Tapi saya melihat resiko utama dari para hakim-hakim baru hasil rekrutmen yang sudah jauh lebih objektif itu resiko utamanya dikader oleh mereka-mereka yang selama ini melakukan praktik suap," ujar Zaenur, kepada awak media, Rabu (21/12/2022).

Baca Juga: Luhut Sebut OTT Melulu Tak Baik Bikin Negara Jelek, Pukat UGM Bela KPK: Penindakan Jangan Kendur

"Nah mereka dikader oleh para senior yang biasa menerima suap. Kaderisasi penerima suap itu yang harus ditutup. Cara memutusnya ya kader-kader yang baru ini perlu dipupuk kebanggaan terhadap MA," sambungnya.

Selain itu, profesi hakim juga harus selalu diberikan penguatan. Agar mereka dapat menolak segala macam jenis suap dan menghilangkan inferioritas terhadap para senior.

Kedua dalam hal promosi dan mutasi jabatan. Menurutnya hal ini juga menjadi satu wilayah yang berisiko di MA. Pembinaan sangat penting dilakukan oleh pimpinan masing-masing.

Secara pengawasan internal sendiri MA sebenarnya sudah punya badan pengawas. Ditambah dengan adanya fungsi pengawasan yang melekat oleh para pimpinan di masing-masing satuan kerja.

"Tapi kita lihat fungsi pengawasan dan pembinaan selama ini belum berjalan dengan baik. Oleh karena itu tanggungjawab pimpinan itu harus berjalan. Ketika anak buah melakukan pelanggaran dalam bentuk korupsi menerima uang suap maka pimpinannya harus dicopot," tegasnya.

Baca Juga: Ribut Ucapan Luhut soal OTT KPK, 30 Pejabat Ini yang Coreng Nama Negara Sepanjang 2022

Dilanjutkan Zaenur, MA juga harus membuka diri terhadap pengawasan eksternal dalam hal ini khususnya dilakukan kleh Komisi Yudisial (KY). Ia menyebut bahwa selama ini MA terkesan cukup resisten terhadap pengawasan KY.

"Sehingga KY sejauh ini dalam melakukan tugasnya menegakkan keluhuran dan menjaga martabat hakim belum dapat secara efektif. Oleh karena itu kalau MK ingin memperbaiki diri maka harus membuka pintu seluas-luasnya, memberi dukungan sebaik-baiknya terhadap institusi pengawas eksternal ke badan peradilan yaitu KY khususnya dalam menegakkan etik," tuturnya.

Tak lupa dari sisi eksternal, kata Zaenur dalam hal ini negara juga perlu mempunyai komitmen kuat untuk menangani kasus-kasus di tubuh MA. Dapat dimulai dengan perbaikan kesejahteraan di tubuh MA sendiri.

Terkhusus mengurangi disparitas kesejahteraan di internal MA terlebih misalnya antara pegawai dengan Hakim itu sendiri. Sebab kesejahteraan yang belum baik ditingkat pegawai itu dinilai dapat memicu terjadinya korupsi.

"Apalagi disparitas yang sangat lebar kemudian bisa menimbulkan rasa ketidakadilan kemudian mereka melakukan korupsi mengatur perkara dan seterusnya," tandasnya.

Load More