SuaraJogja.id - Dalam beberapa waktu terakhir sejumlah partai politik (parpol) baru terus bermunculan. Apalagi semakin mendekati pesta politik pada 2024 mendatang.
Pakar Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Mada Sukmajati menilai kehadiran parpol-parpol baru itu tidak memberikan perbedaan yang signifikan dari sisi ideologi. Dalam artian masih hampir sama dengan parpol-parpol lain yang sudah lebih dulu muncul.
"Di Indonesia ini kan partai-partai baru sebenarnya tidak menawarkan alternatif ideologi yang baru," kata Mada dalam acara Pojok Bulaksumur di UGM, Kamis (12/1/2023).
Bahkan, menurut Mada, tidak sedikit parpol baru itu lahir dari rasa sakit hati. Baik tidak mendapatkan jabatan dan yang lainnya hingga menimbulkan perpecahan internal.
"Jadi partai baru di Indonesia itu kebanyakan lahir karena baperan gitu, sakit hati tidak dapat jabatan, lempar-lemparan kursi di partai dan seterusnya. Jadi simpel sekali, partai-partai baru di Indonesia ini lahir," ungkapnya.
Lebih jauh dari sisi ideologi tadi, disebutkan Mada, parpol-parpol itu tidak terlalu memiliki banyak perbedaan dengan induk atau pecahan parpol sebelumnya. Ia mencontohkan ada Partai Ummat dengan PAN serta Partai Gelora dengan PKS.
"Contoh itu yang notabene konstituennya dari pemilu ke pemilu trennya segitu-segitu aja. Jadi kalau ada partai baru yang ideologinya sama tapi konstituennya tidak nambah, nah itu kan berarti pertarungannya sebenarnya internal di antara mereka sendiri," paparnya.
"Jadi basis massanya yang dulu PKS sekarang diperebutkan oleh PKS dan Gelora. Basis massa yang dulu PAN sekarang diperebutkan oleh PAN dan Partai Ummat," imbuhnya.
Mada mengungkapkan dari beberapa studi yang ada ditemukan fakta lain bahwa pergantian perilaku memilih itu jarang sekali terjadi. Dalam hal ini terkait dengan pilihan ideologi parpol masyarakat itu sendiri.
"Jarang sekali pendukung partai nasionalis beralih ke partai islam atau sebaliknya. Biasanya muternya ya kalau pada partai nasionalis ya nasionalis. Jadi kalau enggak milih Gerindra ya PDIP atau sebaliknya. Kalau enggak milih PKB ya PPP," terangnya.
Pola-pola itu yang, kata Mada masih akan terjadi pada tahun 2024 mendatang. Pemilih kemungkinan besar masih akan tetap dengan pilihan mereka beberapa waktu lalu.
"Nah polanya sejauh ini seperti itu, tapi kita kan enggak tahu untuk 2024 tapi berdasarkan pola ya kira-kira akan seperti itu," pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
-
6 Smartwatch Layar AMOLED Murah untuk Mahasiswa dan Pekerja, Harga di Bawah Rp 1 Juta
Terkini
-
Dukung Konektivitas Sumatra Barat, BRI Masuk Sindikasi Pembiayaan Flyover Sitinjau Lauik
-
Hidup dalam Bayang Kejang, Derita Panjang Penderita Epilepsi di Tengah Layanan Terbatas
-
Rayakan Tahun Baru di MORAZEN Yogyakarta, Jelajah Cita Rasa 4 Benua dalam Satu Malam
-
Derita Berubah Asa, Jembatan Kewek Ditutup Justru Jadi Berkah Ratusan Pedagang Menara Kopi
-
BRI Perkuat Pemerataan Ekonomi Lewat AgenBRILink di Perbatasan, Seperti Muhammad Yusuf di Sebatik