SuaraJogja.id - Psikolog forensik dari Universitas Gadjah Mada, Prof. Koentjoro menjelaskan, ketika memandang adanya kasus mutilasi sampai terjadi di Jogja, menandakan ada unsur 'belajar' yang dilakukan oleh tersangka.
Koentjoro menjelaskan, 'pembelajaran' tersebut konteksnya, pelaku mempelajari bahwa ketika mereka kalap dan membuat seseorang sampai meninggal dunia, maka dimutilasi.
"Itu ada unsur pembelajarannya, belajar dari luar Jogja kemudian dipelajari. Yang terjadi di Jogja itu (mutilasi di Pakem) bisa menjadi model 'kenapa yang terjadi sekarang terjadi di hotel? Itu menimbulkan kesan negatif pada korban," terangnya, kala dihubungi pada Selasa (21/3/2023).
Ia menjelaskan lebih jauh, tujuan mutilasi ada dua: menghilangkan jejak atau memang kesadisan.
Dua tujuan itu selanjutnya dapat menggambarkan kondisi masyarakat.
"Kalau mutilasi tujuannya menghilangkan jejak, berarti masyarakat sudah 'pintar'. Meskipun mutilasi di lokasi, namun tergantung bagaimana [cara] memutilasinya," ucapnya.
"Kalau untuk menghilangkan jejak, itu tidak dirancang mutilasi; mutilasi biasanya dilakukan setelah korban mati kemudian untuk menghilangkan jejak. Tetapi kalau mutilasi terjadi pada waktu dia masih hidup, itu kan menunjukkan kesadisan karena korban masih merasakan [sakit]," ungkapnya.
Untuk mengetahui perbedaan mutilasi dilakukan oleh pelaku saat korban masih hidup atau sudah mati, yakni melihat dari kondisi darah korban di ruangan.
Mutilasi dilakukan ketika korban masih hidup, bila terlihat darah yang terpercik di mana-mana. Karena saat itu jantung masih memompa darah.
Baca Juga: Polisi Sebut Terduga Pelaku dan Korban Mutilasi di Wisma Kaliurang Masuk ke Kamar Tanpa Cekcok
Tetapi ketika mutilasi dilakukan saat korban sudah meninggal dunia, maka jantung sudah tidak berfungsi memompa darah, dengan demikian darah kondisinya menyebar.
Koentjoro menduga korban di Pakem disiksa sampai meninggal dunia baru kemudian dimutilasi.
Pelaku mutilasi melakukan mutilasi kepada korbannya bisa disebabkan karena kalap. Kalap merupakan eskalasi kemarahan.
"Jujur, perlu diketahui juga si perempuan kenapa berada di hotel, apa profesinya, kemudian kenapa ia mau dibawa ke hotel di Kaliurang, apakah ada suatu masalah. Baru bisa disimpulkan [kenapa korban bisa sampai memutilasi korbannya]. Tetapi ada kemungkinan besar adanya eskalasi kemarahan, sehingga pelaku kalap," jelasnya.
Menurut Koentjoro rasa kalap sukar dikelola, banyak orang yang awalnya baik-baik kemudian terjadi eskalasi kemarahan, lalu menghantam orang lain.
Kontributor : Uli Febriarni
Berita Terkait
Terpopuler
- Feri Amsari Singgung Pendidikan Gibran di Australia: Ijazah atau Cuma Sertifikat Bimbel?
- 7 Mobil Kecil Matic Murah untuk Keluarga Baru, Irit dan Perawatan Mudah
- Gugat Cerai Hamish Daud? 6 Fakta Mengejutkan di Kabar Perceraian Raisa
- 21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 22 Oktober 2025, Dapatkan 1.500 Gems dan Player 110-113 Sekarang
- Pria Protes Beli Mie Instan Sekardus Tak Ada Bumbu Cabai, Respons Indomie Bikin Ngakak!
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Petani Gunungkidul Sumringah, Pupuk Subsidi Lebih Murah, Pemkab Tetap Lakukan Pengawasan
-
Makan Bergizi Gratis Bikin Harga Bahan Pokok di Yogyakarta Meroket? Ini Kata Disperindag
-
Sampah Jadi Berkah: Bantul Manfaatkan APBKal untuk Revolusi Biopori di Rumah Warga
-
Persela Tanpa Vizcarra & Bustos: PSS Sleman Diuntungkan? Ini Kata Sang Pelatih
-
Tak Hanya Siswa, Guru SMP Ikut Keracunan Makan Bergizi Gratis di Sleman, Ternyata Ini Alasannya