SuaraJogja.id - Kabupaten Sleman menjadi penyumbang terbesar kasus tuberkulosis (TBC) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kuatnya stigma masyarakat terhadap pasien TBC disebut sebagai salah satu penyebab kasus itu masih terus meningkat.
"Sleman karena memang padat penduduk ya, memang kasusnya naik terus. Ini perlu lakukan pemberdayaan bersama tuberkulosis ini supaya bisa dikembalikan. Untuk DIY memang penyumbang terbesar dari Sleman," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sleman, Cahya Purnama, Rabu (31/5/2023).
"Angka prevalensinya, kita masih temuan 65/150. Padahal target untuk bisa ditangani itu harusnya 130/150," imbuhnya.
Diungkapkan Cahya, stigma di masyarakat tentang pengidap TBC jadi salah satu penyebab penyakit itu menular dengan cepat. Selain itu, masyarakat juga dinilai masih kurang memahami tentang bahaya dari TBC sendiri.
Padahal, ia mengatakan TBC bisa dikendalikan dan diobati. Dinkes Sleman pun terus bersinergi dengan OPD lain, komunitas dan masyarakat pada umumnya untuk menanggulangi TBC.
Selain itu, pihaknya juga terus menggencarkan upaya jemput bola kepada para pengidap TBC. Dalam hal itu Dinkes Sleman bekerja sama dengan tenaga pendamping sosial di masing-masing kalurahan untuk bersama kader mencari kontak TBC atau investigasi kontak terduga pasien TBC tersebut.
"Kalau sudah ketemu kita yang akan mendatangi jemput bola dari puskesmas untuk kemudian memeriksa statusnya. Jadi ini kita balik, kalau 2018 itu sampai sekarang melalui passive case-finding itu hasilnya jelek yang memeriksakan diri sedikit," ungkapnya.
"Kita coba sekarang dengan active case finding. Kita yang turun ke lapangan. Selah satunya dengan cara melakukan foto rontgen dengan Zero TB, dengan itu bisa kita kembangkan, artinya bisa cepat," sambungnya.
Cahya berpesan untuk seluruh pihak bisa membantu mengurangi stigma kepada para pasien TBC. Sehingga para pasien baik yang baru memiliki gejala maupun sudah dinyatakan mengidap TBC bisa segera ditangani.
Baca Juga: Dinkes Sleman Catat Ada Peningkatan Perokok Pemula, Terutama Rokok Elektrik
"Nah ini lah masalah kita utama menghindari stigma, masyarakat harus melapor kalau ada gejala-gejala misalnya kalau batuk lama, batuk disertai darah, penurunan berat badan, keringat malam hari meskipun tidak panas tapi kalau dia berkeringan ini hati-hati. Ini laporkan saja, satu dari gejala ini muncul laporkan ke puskesmas nanti akan kita datangi," tegasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Dulu Dicibir, Keputusan Elkan Baggott Tolak Timnas Indonesia Kini Banjir Pujian
- Lupakan Vario! 5 Rekomendasi Motor Gagah Harganya Jauh Lebih Murah, Tenaganya Bikin Ketagihan
- Pemain Keturunan Rp52,14 Miliar Follow Timnas Indonesia: Saya Sudah Bicara dengan Pelatih Kepala
- Sedan Bekas Tahun Muda Mulai Rp 70 Juta, Ini 5 Pilihan Irit dan Nyaman untuk Harian
- Pemain Keturunan Palembang Salip Mauro Zijlstra Gabung Timnas Indonesia, Belum Punya Paspor RI
Pilihan
-
3 Kuliner Khas Riau yang Cocok Jadi Tren Kekinian, Bisa untuk Ide Bisnis!
-
Ole Romeny Jalani Operasi, Gelandang Arema FC Pilih Tutup Komentar di Instagram
-
Pengusaha Lokal Bisa Gigit Jari, Barang Impor AS Bakal Banjiri Pasar RI
-
BREAKING NEWS! Satoru Mochizuki Dikabarkan Dipecat dari Timnas Putri Indonesia
-
Tarif Trump 19 Persen Bikin Emiten Udang Kaesang Makin Merana
Terkini
-
Wali Murid Menjerit, Pungutan Seragam MAN di DIY Tembus Rp 1,8 Juta, ORI Investigasi
-
Diplomasi Indonesia Diuji: Mampukah RI Lolos dari Tekanan Trump Tanpa Kehilangan Cina?
-
BPJS Kesehatan Dicoret? Dinsos DIY Buka Layanan Pengaduan, Jangan Tunda
-
UGM Kembalikan Harta Karun Warloka! Apa yang Disembunyikan Selama 15 Tahun?
-
Beban Ekonomi Meringan, Gunungkidul Siapkan 5 Ton Sembako Murah di Pasar Murah Paliyan