SuaraJogja.id - Kota Jogja masuk dalam 20 besar kota ter-toleran di Indonesia.
Data itu termaktub dalam indeks kota toleran yang dirilis Setara Institute pada 2022 lalu.
Disebutkan posisi kota Jogja sebagai kota ter-toleran naik tajam dibanding dengan tahun 2017 yang masih di peringkat 89.
Tapi apakah dalam praktik di tengah masyarakat label ter-toleran itu apakah benar-benar telah dirasakan terutama bagi mereka yang berstatus minoritas?
Baca Juga: Gaungkan Kesetaraan Hak, Puluhan Penyandang Disabilitas di Kota Jogja Difasilitasi Bikin SIM
Salah satu mahasiswa Atma Jaya Yogyakarta Christopher Carel (21) saat ditemui mengungkapkan urung pernah menemui masalah soal toleransi selama tinggal di Jogja.
Remaja yang akrab disapa Carel ini justru mengalami masalah soal toleransi di kampung halamannya sendiri yakni di Solo.
"Sebenarnya kalau dari kebiasaan ibadah, ga ada yang beda ya antara di Solo dan Jogja. Tapi mungkin kalau di luar itu, ada. Jadi dulu itu di Solo saya pernah ngalami, kadang lagi di pasar, terus di jalan raya masih ada orang yang toleransinya kurang ya. Kaya bilang, masnya cina ya," ujar Carel.
Menariknya, kejadian tersebut tidak pernah terjadi di Jogja. Terhitung selama Carel berkuliah di Jogja, dari awal tahun 2022 sampai sekarang tidak ada pengalaman buruk semacam itu.
Hal serupa nyatanya juga dirasakan Dorene Tanry (21). Mahasiswi yang berstatus minoritas tersebut mengakui bahwa kota Jogja hingga kini masih cukup toleran.
Baca Juga: Dishub Kota Jogja Ungkap Penyumbang Polusi Terbesar, Kendaraan Lama dan Perawatan Minim
Dara asal Batam yang beragama Buddha tersebut mengaku tidak pernah mendapatkan perlakuan diskriminatif selama ia berada di kota Jogja.
"Aku kan agamanya Buddha ya. Nah kalau aku di Batam itu ke vihara, tapi di Jogja ini aku malah ga pernah ke vihara. Justru perginya ke gereja bareng temen-temen. Jadi aku bisa bilang kalau Jogja ini kota yang toleransi, karena apapun agamamu orang tidak terlalu mengurusi hal tersebut," jelas Dorene.
Terlepas dari kasus-kasus intoleran yang pernah terjadi di Jogja, ternyata kota ini masih menyimpan juga orang-orang berkualitas yang tidak diskriminatif dan cukup toleran antara satu dengan yang lainnya.
Kontributor: Fristian Setiawan
Berita Terkait
-
Wamenekraf Sebut Destinasi Ini Wujud Toleransi dan Kreativitas dalam Pariwisata Indonesia
-
Tekanan Menikah Makin Tinggi, Cinta Tak Diakui: Curhat Pilu Transpuan di Indonesia
-
Sikap Tak Transparan TNI AD Soal Kenaikan Pangkat Mayor Jadi Letkol Dinilai Merugikan Teddy Sendiri
-
Setara Institute Desak TNI Jelaskan ke Publik Soal Kenaikan Pangkat Mayor Teddy, Ini Alasannya
-
Lebih dari Sekadar Tren: War Takjil sebagai Perekat Toleransi
Terpopuler
- Full Ngakak, Bio One Komentari Pengangkatan Ifan Seventeen Jadi Dirut PT Produksi Film Negara
- Dukung Penyidik Tahan Nikita Mirzani, Pakar Justru Heran dengan Dokter Reza Gladys: Kok Bisa...
- 3 Alasan yang Bikin Ustaz Derry Sulaiman Yakin Denny Sumargo, Hotman Paris dan Willie Salim Bakal Mualaf
- Ifan Seventeen Tiba-Tiba Jadi Dirut PFN, Pandji Pragiwaksono Respons dengan Dua Kata Menohok
- Media Asing Soroti Pernyataan Maarten Paes Soal Kualitas Emil Audero
Pilihan
-
Harga Kripto PI Network Naik Signifikan dalam 24 Jam, Ini Prospeknya
-
Bojan Hodak Tinggalkan Persib Bandung
-
Catatkan Rekor MURI, Ini Cerita Buka Puasa Bersama Terpanjang di Solo
-
Baru 2 Bulan, Penjualan Denza D9 Sudah Kalahkan Alphard di Indonesia
-
Saham BJBR Anjlok, Aksi Jual Marak Usai Dirut dan Corsec Terjerat Korupsi Dana Iklan Bank BJB
Terkini
-
Pedagang di Gunungkidul Keluhkan Pasar Kian Sepi, Sebagian Terpaksa Memilih Tutup
-
Sambut Arus Mudik, Terminal Wonosari Gelar Ramp Check dan Siapkan Karpet Lesehan di Ruang Tunggu
-
Batal Dibuat Satu Arah, Plengkung Gading Ditutup Total
-
Papua Global Spices, UMKM Papua Barat yang Sukses Tembus Pasar Dunia Berkat BRI
-
Jogja Masuk 11 Besar, OJK Terima 58 Ribu Lebih Aduan Kejahatan Keuangan