SuaraJogja.id - Ribuan manuskrip keagamaan yang dimiliki Indonesia hilang sejak ratusan tahun silam. Naskah-naskah berharga itu berada di 29 negara yang dibawa pergi pada penjajahan
"Paling banyak manuskrip keagamaan kita saat ini ada di belanda," papar Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama [Kemenag] RI, I Nengah Duija dalam Festival Literasi Keagamaan di Yogyakarta, Rabu (15/11/2023) malam.
Menurut Nengah, ribuan manuskrip yang menjadi warisan rohani bangsa Indonesia ini tertulis dalam berbagai media. Ada yang ditulis di batu, tanduk, bambu lontar, kertas daur ulang hingga daun nipah.
Hilangnya manuskrip keagamaan itu yang pada akhirnya membuat referensi bacaan bangsa ini minim dan literasi keagamaan Indonesia masih rendah. Selain itu bahasa dari berbagai tulisan-tulisan yang diwariskan oleh leluhur kita di masa lalu juga menjadi kendala. UNESCO mencatat, hanya 0,001 persen masyarakat Indonesia yang memiliki minat baca.
"Akibatnya tingkat kemelekan membaca generasi saat ini juga rendah. Belum lagi pengaruh teknologi informasi yang mendominasi kehidupan masyarakat yang membuat mereka tidak banyak mendalami keagamaan," sebut dia.
Nengah menyebutkan, pemerintah pun berupaya mengembalikan manuskrip dan naskah kuno keagamaan itu ke Indonesia. Diantaranya konservasi serta inventarisasi manuskrip keagamaan dari berbagai negara.
"Sejumlah kampus juga mulai melalukan konservasi manuskrip-manuskrip keagamaan untuk kemudian dibedah dan didiskusikan dalam ranah pendidikan," ujarnya.
Nengah berharap upaya pengembalian naskah warisan rohani dari berbagai negara dapat didukung umat beragama. Kerjasama lintas agama juga dibutuhkan untuk memahami manuskrip sebagai bagian dari pemahaman dan pengalaman agama dalam upaya membangun moderasi beragama di Indonesia.
"Peran lintas agama ini membuat penggalian-penggalian nilai agama di nusantara ini bisa lebih mendalam karena di situ sudah tersurat dan tersirat bagaimana leluhur kita mengelola nusantara dengan baik sehingga kita bisa warisi seperti sekarang.
Untuk meningkatkan literasi keagamaan, Nengah mendorong adanya pendalaman agama melalui pola-pola diskusi dialog antaragama. Hal ini penting supaya masing-masing agama punya perspektif yang sama tentang Tuhan
"Jadi di hadapan Tuhan kita sama. Oleh karena itu ketika kita memahami agama dengan sempurna sebenarnya tidak ada yang perlu diperdebatkan," kata dia.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Berita Terkait
-
Ajak Tokoh Lintas Agama, Ratusan Umat Hindu Jogja dan Jateng Gelar Doa Bersama untuk Palestina
-
Duta Besar Inggris bakal Sambangi Yogyakarta, Salinan Digital Manuskrip Jawa bakal Diserahkan ke Sri Sultan HB X
-
Menilik Lebih Jauh Manuskrip Jawa, Pesan Tersirat yang Diberikan Leluhur untuk Perkembangan Kehidupan Manusia
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
Terkini
-
Libur Akhir Tahun, Bandara YIA Bersiap Hadapi Lonjakan Ratusan Ribu Penumpang
-
5 Juta Wisatawan Diprediksi Masuk Jogja Saat Nataru, Titik Rawan Kecelakaan Perlu Diwaspadai
-
Menjaga Nada dari Pita: Penjual Kaset Terakhir di Beringharjo yang Bisa Kuliahkan Tiga Anaknya
-
Antisipasi Arus Tersendat saat Nataru, Kontraktor Tol Jogja-Solo Lebarkan Akses dan Tambal Jalan
-
The 101 Yogyakarta Tugu Rayakan Festive Season Lewat Lelana Biruma, Angkat Tema Laut dan Lingkungan