SuaraJogja.id - Debat capres dan cawapres yang digelar beberapa kali menyisakan banyak komentar buruk dari masyarakat. Pasangan calon (paslon) yang saling menghina satu sama lain. Bahkan demi mencapai kekuasaan selama lima tahun kedepan, mereka saling menghina dan memperlihatkan etika yang buruk alih-alih menyampaikan visi misi sebagai pemimpin bangsa Indonesia kedepan.
Padahal saat bangsa ini memperjuangkan kemerdekaannya, para pendiri bangsa memiliki kesantunan dalam berdiplomasi. Sebut saja dalam Perjanjian Linggarjati, empat tokoh dari Indonesia seperti Perdana Menteri Sutan Syahrir, AK Gani, Susanto Tirtoprojo dan Mohammad Roem yang didampingi Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta mampu berperan sebagai bapak bangsa yang santun dalam berdiplomasi dengan perwakilan Belanda yang ingin kembali merebut Indonesia.
"Di linggarjati, bung karno dan seluruh delegasi Indonesia di bawah sutan sjahrir menunjukkan bahwa peran diplomasi sama pentingnya dengan pertempuran fisik yang dilakukan para pejuang bangsa. Pengakuan kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia bergaung ke dunia internasional setelah adanya perundingan," papar Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto disela kunjungan ke Museum Linggarjati, Kuningan, Jumat (26/01/2024).
Dalam perundingan yang dilakukan 11-13 November 1946, Soekarno dan Mohammad Hatta beserta Sutan Sjahrir, AK Gani, Roem, Susanto serta Maria Ulfah sebagai Menteri Luar Negeri pertama Indonesia serta banyak tokoh lainnya berdiplomasi mendesak Belanda untuk mengakui kemerdekaan RI sebagai negara berdaulat.
Baca Juga: Anies Baswedan Pilih No Comment Soal Anggapan Jokowi Pasang Badan ke Prabowo
Alih-alih saling menjatuhkan, para pendiri bangsa dalam Perjanjian Linggarjati mempunyai karakter kuat, jujur dan dipercaya. Mereka pun memiliki kecakapan dalam berkomunikasi serta memiliki adab dan etika dalam berdebat.
Eko menyebutkan delegasi Indonesia yang dibantu Bupati Kuningan saat memperjuangkan kedaulatan Indonesia pun mengatasnamakan kepentingan bangsa. Eko menyentil para pemangku kekuasaan yang saat ini lebih mengutamakan kepentingan keluarga alih-alih bangsa dalam mengambil keputusan.
"Kehebatan komunikasi ini tampak baik dalam perundingan maupun dalam dialog informal. Delegasi Indonesia juga santun. Maria Ulfa menghargai dan menjunjung tinggi tata krama, unggah-ungguh sehingga menguatkan karakter kepemimpinan yang dimiliki. Tidak seperti yang kita lihat dalam debat cawapres terakhir dimana ada anak muda yang sepertinya kurang memperhatikan tata krama, memperlakukan kandidat yang lebih tua dengan kurang hormat," tandasnya.
Sementara Toto Rudianto, Juru Pelihara Museum Perundingan Linggarjati menjelaskan Gedung Perundingan Linggajati ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya yang dilindungi berdasarkan UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Saat ini Gedung Perundingan yang berada di bawah pengelolaan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dan Pemda Kuningan.
"Gedung ini awalnya milik warga indonesia bernama jasitem yang kemudian memiliki suami orang belanda. Dari sebuah gubuk, bangunan ini diubah semi permanen yang kemudian dijual menjadi hotel bernama Rustoord. Hotel itu dikelola Van Heeker hingga pada pendudukan Jepang 1942 diubah dengan nama Hotel Hokay Ryokan. Setelah kemerdekaan Indonesia 1945, diubah lagi menjadi Hotel Merdeka. Inilah yang menjadi lokasi Perundingan Linggarjati," jelasnya.
Baca Juga: Raja-raja Nusantara dan Capres Cawapres Hadiri Dhaup Ageng Kadipaten Pakualaman
Sampai saat ini, lokasi dan posisi dalam ruangan masih sama persis pada saat perundingan dahulu. Termasuk piano dan meja kursi tamu.
Gedung Perundingan Linggarjati memiliki luas 1.052 meter persegi dengan luas area mencapai 2,4 hektare. Saat ini gedung itu difungsikan sebagai objek wisata dengan pengelolaan di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan.
Sejak 1976, gedung itu oleh pemerintah diserahkan pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang kemudian menjadi museum sampai saat ini. Ada bekas kamar-kamar untuk tidur delegasi Indonesia, delegasi Belanda dan mediator dari Inggris.
"Gedung ini masih terawat sampai saat ini dan jadi destinasi wisata sejarah yang terus dikunjungi," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Berita Terkait
-
Dari Ave Maria hingga Guns N' Roses, Trump Ubah Kampanye Jadi Konser Musik Dadakan
-
Kejutan Oktober: Kamala Harris Unggul di Pinggiran Kota, Gusur Dominasi Trump
-
Langsung Kunjungi DPRD DIY, Siswa MAN 2 Bantul Belajar Demokrasi
-
Siapa Codeblu, Food Blogger yang Viralkan Higienitas Buruk di Restoran Sec Bowl Kuningan
-
Masih Jabat Menteri Saat Nyapres, Ketua KPK Sindir Konflik Kepentingan Prabowo
Terpopuler
- Mees Hilgers: Saya Hampir Tak Melihat Apa Pun Lagi di Sana
- Saran Pelatih Belanda Bisa Ditiru STY Soal Pencoretan Eliano Reijnders: Jangan Dengarkan...
- Coach Justin Semprot Shin Tae-yong: Lu Suruh Thom Haye...
- Jurgen Klopp Tiba di Indonesia, Shin Tae-yong Out Jadi Kenyataan?
- Ditemui Ahmad Sahroni, Begini Penampakan Lesu Ivan Sugianto di Polrestabes Surabaya
Pilihan
-
Timnas Indonesia Ungguli Arab Saudi, Ini 5 Fakta Gol Marselino Ferdinan
-
Tantangan Pandam Adiwastra Janaloka dalam Memasarkan Batik Nitik Yogyakarta
-
Link Live Streaming Timnas Indonesia vs Arab Saudi di Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia Malam Ini
-
Hanya 7 Merek Mobil Listrik China yang Akan Bertahan Hidup
-
Prabowo Mau Bangun Kampung Haji Indonesia di Mekkah
Terkini
-
Viral Mahasiswi Sleman Disekap, Faktanya? Polisi Ungkap Hasil Mengejutkan
-
Nekat, Remaja 17 Tahun Bawa Celurit untuk Duel, Apes Motor Mogok Ditangkap Warga
-
Buntut Sidak Menteri LHK, Sultan Panggil Pj Wali Kota Jogja, 3 Cawalkot Adu Strategi Tangani Sampah
-
Inilah Keunggulan yang Diberikan pada Nike Vaporfly
-
Diduga Langgar Netralitas Pilkada, Oknum Dukuh di Dlingo Terancam Enam Bulan Penjara