SuaraJogja.id - Pakar politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Arya Budi menilai upaya Presiden terpilih periode 2024-2029, Prabowo Subianto menggandeng sejumlah partai yang merupakan rival politik di Pilpres 2024 tak menjamin pemerintahan akan berjalan mulus. Justru Prabowo dihadapkan dengan tantangan konsolidasi yang kian susah.
"Jadi saat ini koalisi Prabowo dengan empat partai sebelum masuknya NasDem kemarin sebenarnya 48 persen. Memang belum mencapai 50 persen, untuk meloloskan beberapa agenda pemerintah di DPR memang akan lebih aman jika ada 50 persen lebih kursi," kata Arya, saat dihubungi, Jumat (26/4/2024).
Bergabungnya NasDem kemarin secara eksplisit itu sudah cukup sebenarnya bagi Prabowo. Dalam politik hal ini dikenal dengan istilah minimal winning coalition atau pemenang secara efektif.
"Cuma Prabowo sepertinya ingin menguasai seluruh partai politik yang lolos di DPR RI di Senayan. Sehingga dia merasa mempunyai kontrol terhadap agenda politik dia nanti," ucapnya.
"Tapi sekali lagi itu tidak menjamin bahwa pemerintahan akan berjalan efektif karena koalisi yang gemuk itu akan menciptakan konsolidasi yang lebih merepotkan daripada yang efektif tadi," imbuhnya.
Pasalnya, Arya menyebut pertarungan antar partai itu justru makin berpotensi terjadi di dalam tubuh koalisi besar itu. Kondisi tersebut yang harus diwaspadai oleh Prabowo-Gibran.
"Itu mengubah pola bergaining politik, relasi antar partai di dalam koalisi yang ada. Misalnya mereka (NasDem) merasa mempunyai kekuatan lebih dibanding PAN dan Demokrat sehingga merasa berhak terhadap portofolio kementerian," tuturnya.
"Tentu Prabowo akan kerepotan mekonsolidasikan partai-partai ini dan energi yang harusnya dibutuhkan dalam menghadapi geopolitik yang saat ini sedang krisis kemudian tantangan global dan domestik ya, kita masih banyak pekerjaan, akhirnya energi itu tersiat oleh konsolidasi internal koalisi dan akhirnya pemerintahan tidak berjalan efektif," tambahnya.
Oposisi Tak Tajam Siap-siap Kembali Otoriter
Belum lagi, ditambahkan Arya, oposisi yang minimal itu akan menciptakan pemerintahan yang cenderung otoritarian. Mengingat narasi publik dan pekerjaan pemerintahan terjadi terlalu dominan oleh kekuasaan.
"Itu menjadi bahaya karena DPR RI, legislatif dalam nalar presidensialisme mempunyai fungsi check and balances terhadap eksekutif. Kalau legislatif itu dia menari di bawah genderang eksekutif, dia tidak mempunyai fungsi legislatif terkait dengan sistem pengawasan, kemudian nanti ada budgeting dan seterusnya, karena dia hanya menjadi stempel dari eksekutif," tegasnya.
"Sekali lagi pemerintahan yang over majority itu ada ancaman terkait dengan duri di dalam daging. Jadi konsolidasi yang rumit antar partai sesama anggota koalisi," imbuhnya.
Sebelumnya, setelah Prabowo-Gibran ditetapkan sebagai calon presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo langsung melakukan pertemuan dengan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, Rabu (24/4) kemarin.
Partai NasDem pun telah menyatakan bersama dengan pemerintahan demi membangun Indonesia menjadi lebih maju.
Ketua Umum NasDem Surya Paloh menyampaikan hal tersebut setelah mengunjungi kediaman presiden terpilih hasil Pilpres 2024 Prabowo Subianto di Jakarta Selatan, Kamis sore (25/4).
Paloh lalu menyatakan siap mendukung pemerintahan baru yang akan dipimpin Prabowo-Gibran hasil Pilpres 2024. Ia menyatakan NasDem siap mendukung pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran.
Berita Terkait
-
Soroti NasDem yang Resmi Merapat ke Prabowo-Gibran, Pakar UGM: Politik Indonesia Berbasis Perasaan dan Transaksi
-
Soal Oposisi di Dalam Pemerintahan, Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir: Harus Selalu Hidupkan Check and Balances
-
Usai Putusan MK, Muhammadiyah: Jangan Larut dalam Situasi Politik yang Terpecah
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Apa Jabatan Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem Makarim yang Dikenal Anti Korupsi
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Dicopot
Pilihan
-
Studi Banding Hemat Ala Konten Kreator: Wawancara DPR Jepang Bongkar Budaya Mundur Pejabat
-
Jurus Baru Menkeu Purbaya: Pindahkan Rp200 Triliun dari BI ke Bank, 'Paksa' Perbankan Genjot Kredit!
-
Sore: Istri dari Masa Depan Jadi Film Indonesia ke-27 yang Dikirim ke Oscar, Masuk Nominasi Gak Ya?
-
CELIOS Minta MUI Fatwakan Gaji Menteri Rangkap Jabatan: Halal, Haram, atau Syubhat?
-
Hipdut, Genre Baru yang Bikin Gen Z Ketagihan Dangdut
Terkini
-
Jogja Siaga Banjir, Peta Risiko Bencana Diperbarui, Daerah Ini Masuk Zona Merah
-
DANA Kaget untuk Warga Jogja: Buruan Klaim 'Amplop Digital' Ini!
-
Heboh Arca Agastya di Sleman: BPK Ungkap Fakta Mengejutkan Soal Situs Candi
-
Gus Ipul Jamin Hak Wali Asuh SR: Honor & Insentif Sesuai Kinerja
-
Rp300 Triliun Diselamatkan, Tapi PLTN Jadi Korban? Nasib Energi Nuklir Indonesia di Ujung Tanduk