SuaraJogja.id - Kementerian Dalam Negeri (kemendagri) RI didesak mencopot Penjabat (Pj) Wali Kota Yogyakarta, Singgih Raharjo dari jabatannya. Tuntutan ini muncul karena Singgih melakukan politik praktis dengan maju pilkada 2024 dari Partai Golkar meski masih menjabat sebagai Pj Wali Kota Yogyakarta.
"Untuk mendagri kami minta Singgih dicopot [dari jabatannya sebagai Pj Wali kota] sebelum 22 mei 2024," ujar Koordinator Koalisi Pegiat HAM dan Anti Korupsi Yogyakarta (KPH Aksi Yogyakarta), Tri Wahyu disela pelaporan Singgih Raharjo ke Gubernur DIY di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Senin (29/4/2024).
Pencopotan tersebut, menurut Tri Wahyu sebagai bentuk sanksi pada Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menjadi partisan politik menjelang Pilkada pada November 2024 mendatang. Tindakan Singgih yang menjadi partisan dinilai tidak sesuai dengan Asas Umum Pemerintahan Yang Baik sebagai diatur dalam UU 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
"Perlu ada mengantisipasi andaikata ada ASN lain yang terlibat dalam agenda politik praktis seperti Singgih Raharjo." paparnya.
Tak hanya Kemendagri, KPH Aksi Yogyakarta juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumpulkan data dan menyelidiki dugaan dana publik dipakai Singgih Raharjo. Sebab Singgih disinyalir menggunakan dana Pemkot Yogyakarta untuk melakukan kampanye terselubung seperti pemasangan baliho di sejumlah titik, sebab tindakan Singgih tersebut penuh dengan konflik kepentingan. Padahal sebagai ASN, seharusnya Singgih melakukan pelayanan publik alih-alih kepentingan politik praktis.
Apalagi Pemkot beberapa tahun terakhir tengah disorot KPK. Kasus korupsi mantan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti menjadi rapor merah Pemkot Yogyakarta.
"Tentu kami berharap KPK punya atensi khusus [terhadap Singgih Raharjo] karena sebelumnya punya pasien bernama Haryadi Suyuti. Kami juga meminta ombudsman menyelidiki dugaan maladministrasi terkait dengan iklan terselubung pemudik," ungkapnya.
Tri Wahyu menambahkan, mereka sengaja tidak melaporkan dugaan kampanye terselubung Singgih Raharjo ke Bawaslu. Sebab hukum positif yang bermain dalam dugaan ketidaknetralan Singgih.
"Iya ada dugaan gak netral, kenapa kami gak ke bawaslu biasanya hukum positif yang main, kan belum ada calon dan penetapan dan seterusnya, makanya kami pakai uu 28 1999 yakni asas umum tidak patut sebagai pelayan publik, malah politik praktis," jelasnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Berita Terkait
Terpopuler
- Dulu Dicibir, Keputusan Elkan Baggott Tolak Timnas Indonesia Kini Banjir Pujian
- Lupakan Brio, Ini 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Sporty dan Irit Mulai Rp60 Jutaan
- Siapa Brandon Scheunemann? Bek Timnas Indonesia U-23 Berdarah Jerman yang Fasih Bahasa Jawa
- Di Luar Prediksi! 2 Pemain Timnas Indonesia Susul Jay Idzes di Liga Italia
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas Nissan 3 Baris Mulai Rp50 Jutaan, Pas untuk Keluarga
Pilihan
-
Ole Romeny Bagikan Kabar Gembira Usai Jalani Operasi, Apa Itu?
-
Krisis Air Ancam Ketahanan Pangan 2050, 10 Miliar Penduduk Dunia Bakal Kerepotan!
-
Mentan Amran Sebut Ada Peluang Emas Ekspor CPO RI ke AS usai Kesepakatan Tarif
-
Jadwal Lengkap Timnas Indonesia di Grup B Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia
-
Rekor Pertemuan Timnas Indonesia vs Arab Saudi dan Irak di Grup B Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia
Terkini
-
DIY Aman dari Lonjakan Harga Beras, Ini Strategi Bulog Yogyakarta dengan Beras SPHP
-
APBD Bantul 2025 Naik: Wabup Ungkap Alasan dan Dampaknya
-
UGM Meradang, Mantan Rektor Digiring Sebarkan Opini Sesat Soal Ijazah Jokowi?
-
Dibungkam Siapa? Mantan Rektor UGM Buka Suara Soal Tekanan di Balik Pencabutan Pernyataan Ijazah Jokowi
-
BRILiaN Way Jadi Pilar BRI Menuju Bank Terunggul, Danantara Beri Apresiasi