Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 27 Mei 2024 | 13:37 WIB
Acara dialog terbuka bakal calon rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang digelar Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Senin (27/5/2024). [Hiskia Andika Weadcaksana/Suarajogja.id]

SuaraJogja.id - Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta menggelar dialog terbuka bakal calon rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Mereka menyoroti proses pemilihan calon rektor baru yang tidak melibatkan sivitas akademika.

Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA), Thoriqotur Romadhani menjelaskan pemilihan Rektor UIN sendiri memang dilakukan langsung oleh Menteri Agama (Menag). Aturan itu berlaku sejak tahun 2015 silam.

"Memang secara aturan di peraturan menteri agama itu pemilihan Rektor ini dipilih langsung oleh menteri agama. Jadi tidak ada keterlibatan dari stakeholder yang ada di kampus artinya ini tergantung menteri, hati dan pikiran dari menteri ini mau milih siapa," kata pria yang akrab disapa Toy itu, Senin (27/5/2024).

Proses pemilihan yang langsung ditunjuk oleh Menag itu, disebut akan berdampak pada kebijakan-kebijakan kampus ke depan. Termasuk isu Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang kini masih ramai diperbincangkan.

Baca Juga: Potensi Kecurangan Lebih Serius, Panwaslucam Diminta Jaga Independensi Pilkada Kota Jogja

Toy mencontohkan saat sebelum Menag menentukan atau menetapkan Keputusan Menteri Agama (KMA) yang setara Permendikbud di Kemendikbud misalnya untuk UKT. Pada KMA tahun 2023 nomor 82 lalu tentang besaran UKT saja misalnya, ada peran rektor di sana.

"Jadi itu sebelum ditentukan oleh menteri diusulkan oleh rektor, rektor itu mengusulkan namanya itu BKT [Biaya Kuliah Tunggal], BKT yang kemudian diusulkan, nah baru ditetapkan oleh menteri," terangnya.

"UIN Sunan Kalijaga yang dianggap sebagai kampus yang ramah atas UKT yang murah, kampus rakyat, tapi hari ini sudah berbeda tidak lagi, sekarang kampus ini menjadi kampus yang mahal dan milik para pejabat," imbuhnya.

Dalam acara ini, sebenarnya DEMA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta telah mengundang seluruh kandidat rektor baru. Termasuk rektor incumbent yang kembali maju yakni Al Makin.

Namun hingga acara berlangsung beberapa waktu tidak ada satu pun kandidat yang hadir. Toy berharap bahwa proses pemilihan rektor ke depan dapat dikembalikan seperti dulu.

Baca Juga: Soroti Kasus Pungli Pejabat di Lapas Cebongan, Ini Kata LBH Yogyakarta

"Ya harapan kami karena ini nanti yang bakalan tahu dan mereka yang tahu soal pandangan-pandangan yang ada di kampus atau isu-isu yang ada di kampus ya tentu stakeholder yang ada di kampus. Jadi perlu mengembalikan itu kepada yang semestinya," ujarnya.

"Jadi dipilih langsung oleh kita sebagai representasi dari mahasiswa diambil sampel beberapa kayak dulu lagi di sebelum tahun 2015 itu," tambahnya.

Jika tidak maka pemilihan rektor ini akan hanya berlangsung secara formalitas saja. Bahkan kemudian, kata Toy, cenderung semena-mena.

"Ya formalitas dan semena-mena pastinya itu akan menunjukkan nepotisme semata ya, tergantung siapa orang yang dekat dengan menteri ya itu yang akan dipilih kira-kira begitu," tuturnya.

Tak hanya akan melakukan aksi atau upaya-upaya di internal kampus saja. Toy menuturkan bakal mewacanakan hal ini ke aliansi DEMA Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN).

"Kami sudah wacanakan kesana bahwasanya di Dema PTKIN hari ini juga mengawal isu soal pergantian rektor ini. Semua hari ini sudah kesal dan geram melihat rektornya yang semena-mena semua. Artinya ini perlu untuk kita bicarakan bicarakan bersama bahwa proses ini seharusnya ditentukan oleh kita semua, bukan ditentukan oleh satu orang atau bahkan dua orang Gus Men [Menag] atau Gusti Allah," kata dia.

Load More