SuaraJogja.id - Ahli Gizi UGM, Mirza Hapsari Sakti Titis Penggalih memberikan tips kepada ibu-ibu yang memiliki kendala dalam memproduksi ASI bagi buah hatinya. Dia menyebut susu formula bukan lantas menjadi solusi instan dari persoalan itu.
"Jika ASI hanya keluar sedikit itu pun juga tetap upaya yang dipromosikan tetap bagaimana meningkatkan produksi ASI. Jadi tidak langsung diresepkan [susu formula] bayinya," kata Mirza, saat dihubungi SuaraJogja.id, Jumat (2/8/2024).
Mirza menyebut bahwa perkara ASI berkaitan erat pula dengan mindset atau pola pikir sang ibu itu sendiri. Menyusui dengan ASI membutuhkan kerja sama antara ibu dan anak.
"Semakin seorang bayi itu tidak diberikan ASI karena merasa ASI kita [ibu] sedikit maka semakin sedikit pula produksi ASI kita. Karena ASI itu juga perkara mindset, kemudian perkara kerja sama antara ibu dan anak," ujarnya.
"Kalau anak tidak melakukan kenyutan di payudara ibu, itu juga tidak akan merangsang produksi ASI. Jadi itu perjuangan bersama ibu dan anak dan ibu tidak boleh give up. 'Kok ASI-ku enggak banyak ya', terus aja disusukan, sampai rangsangan produksi ASI-nya itu bertambah," terangnya.
Jika kemudian dari awal sang ibu sudah menyerah dan tak berusaha memberikan ASI kepada anaknya maka ASI-nya benar tidak akan keluar. Sehingga memang dibutuhkan perjuangan untuk menyusui anak.
Kemudian bagaimana masyarakat mengetahui bahwa anaknya sudah membutuhkan tambahan misalnya dari sufor. Ketika kemudian setelah diberikan ASI eksklusif dengan durasi waktu tertentu namun berat badan si anak tidak kunjung naik.
"Kalau berat badan sudah tidak naik berarti memang ASI-nya tidak cukup. Jadi tidak serta merta, itu harus ada assessment [penilaian] dulu untuk memutuskan, kita ini memang benar-benar orang yang harus dibantu susu formula atau sebenarnya kita ini yang punya "malas" untuk berjuang, untuk meningkatkan produksi ASI atau bahkan mungkin anak yang tidak dilekatkan dengan kita sehingga tidak terjadi perangsangan produksi ASI," paparnya.
Mirza tidak memungkiri ada beberapa kondisi ibu yang membuatnya harus memberikan sufor kepada si bayi. Misalnya ketika sang ibu terkena HIV dan untuk mencegah penularan pada anak maka tidak diberikan ASI.
Bisa pula ketika ibu dalam kondisi kritis sehingga tak bisa menyusui eksklusif. Namun lagi, kata Mirza tetap harus dengan penilaian atau pemeriksaan terlebih dulu tidak bisa serta merta diberikan sufor.
"Tidak dipungkiri bahwa di dalam sebuah populasi itu ada beberapa masalah kesehatan yang solusinya hanya dengan pemberian susu formula. Tetapi itu tidak boleh dipromosikan secara besar-besaran, hanya kondisi-kondisi khusus saja," tegasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Datang Elkan Baggott, Belum Kering Tangis Timnas Indonesia
- Pondok Pesantren Lirboyo Disorot Usai Kasus Trans 7, Ini Deretan Tokoh Jebolannya
- Apa Acara Trans7 yang Diduga Lecehkan Pesantren Lirboyo? Berujung Tagar Boikot di Medsos
- 3 Alasan Presiden Como Mirwan Suwarso Pantas Jadi Ketum PSSI yang Baru
- 5 Sepatu Nineten Terbaik untuk Lari, Harga Terjangkau Mulai Rp300 Ribu
Pilihan
-
Asus Hadirkan Revolusi Gaming Genggam Lewat ROG Xbox Ally, Sudah Bisa Dibeli Sekarang!
-
IHSG Rebound Fantastis di Sesi Pertama 16 Oktober 2025, Tembus Level 8.125
-
Dipecat PSSI, Ini 3 Pekerjaan Baru yang Cocok untuk Patrick Kluivert
-
4 Fakta Radiasi Cs-137 PT PMT Cikande: Pemilik Diduga WNA Kabur ke Luar Negeri?
-
Harga Emas Melonjak! Antam Tembus Level Rp 2.622.000 di Pegadaian, UBS Ikut Naik
Terkini
-
Setelah 426 Siswa Keracunan, Disdikpora DIY Panggil Penyedia MBG dan Perketat Aturan Keamanan Pangan
-
Terungkap, Bukan Hanya Ekonomi, Ini Alasan Mengejutkan Warga Sleman Bercerai di 2025
-
3 Link DANA Kaget Hari Ini! Buruan Klaim Sebelum Kehabisan
-
Hujan Angin Terjang Sleman, Joglo Ambruk Timpa 8 Orang: Ini Kata BPBD Soal Kondisi Korban
-
Makan Bergizi Gratis Berujung Petaka? Ratusan Siswa SMAN 1 Yogyakarta Keracunan Ayam Basi