Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Jum'at, 02 Agustus 2024 | 21:22 WIB
Ketua Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (LSJ) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Herlambang Wiratraman.

SuaraJogja.id - Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (LSJ) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) memberikan dua rekomendasi terkait dengan kasus pelaporan terhadap advokat Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI) Meila sebagai pembela HAM. 

Diketahui Meila ditetapkan sebagai tersangka oleh Ditreskrimsus Polda DIY terkait dengan kasus pencemaran nama baik. Penetapan tersangka ini atas laporan yang dibuat oleh IM sebagai terduga pelaku pelecehan seksual beberapa waktu silam.

Dua rekomendasi itu adalah pertama mendorong tim penyidik yang menangani kasus tersebut untuk segera menghentikan proses penyidikan kasus yang disangkakan terhadap pembela HAM dan pendamping korban, Meila Nurul Fajriah. 

Hal ini sejalan dengan landasan hukum, baik UU HAM, UU Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, Doktrin Pembatasan terkait Kepentingan Umum dalam Siracusa Principles, UU TPKS, UU Advokat, UU Bantuan Hukum, Perkapolri No. 15 Tahun 2006, Perkapolri No. 8 Tahun 2009, dan SNP No. 6 Tentang Pembela Hak Asasi Manusia yang disusun oleh Komnas HAM RI. 

Baca Juga: Mencuat Dugaan Pelecehan Seksual saat Pionir UGM, Satgas PPKS Berikan Respons

Kedua sebaliknya, mendorong proses hukum yang seharusnya berjalan. Terutama bagi pihak yang diduga terlibat dalam tindak pidana kasus kekerasan seksual.

"Saya kira tidak perlu ragu ya kalau memang polisi bisa mendorong itu untuk mengungkap tentu sudah ada undang-undang PPKS yang itu bisa diproses," kata Ketua Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (LSJ) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Herlambang Wiratraman, ditemui di UGM, Jumat (2/8/2024).

Mengenai pencabutan pelaporan terhadap Meila itu, disebutkan Herlambang, ada berbagai alasan. Setidaknya pihaknya telah membeberkan 10 landasan tentang mengapa kasus itu tidak layak diteruskan.

"Itu mulai dari undang-undang bantuan hukum, kerangka hukum hak asasi, terus kemudian juga berkaitan dengan bahwa ini kasus pembela hak asasi manusia apalagi dia pendamping hukum bagi korban, belum lagi ini dikaitkan dengan undang-undang ITE pasal defamasi juga itu yang mengancam banyak pihak, aktivis, pers dan seterusnya," ungkapnya.

Jika dibiarkan berlanjut, dia menilai kasus ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum dalam kasus dugaan kekerasan seksual. Kendati tak punya kapasitas untuk melakukan pendampingan secara hukum, pihaknya memastikan akan tetap bersikap kritis terhadap proses hukum yang tidak adil di ruang publik. 

Baca Juga: Mahfud MD Geram! Vonis Bebas Ronald Tannur Dinilai Tak Masuk Akal

"Kita sebagai orang kampus ya itu lebih memberi perspektif terhadap proses penegakan hukum yang lebih tepat dan saya kira kalau baca ini cukup kok bagi Polda DIY untuk meletakkan kasus itu ke seperti apa," tuturnya. 

LSJ sendiri sudah memberikan pandangan hukum berkaitan kasus yang menimpa advokat Meila ke Ditreskrimsus Polda DIY. Herlambang menyatakan bahwa pihaknya siap untuk memberikan informasi atau pengetahuan tambahan kepada Polda DIY jika memang dibutuhkan.

"Misalnya dari Polda DIY membutuhkan informasi atau pengetahuan tambahan kami dari Fakultas hukum UGM siap untuk datang lagi memberi perspektif itu atau kalau mereka datang ke Fakultas Hukum terbuka juga dan itu for free," ujarnya.

"Saya bilang nggak perlu bingung fasilitasi kita yang jelas kami siap untuk membantu Polda DIY terkait dengan apa landasan yang seharusnya digunakan untuk tidak meneruskan kasusnya Meila itu ke dalam proses kriminalisasi," tandasnya.

Load More