SuaraJogja.id - Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kulon Progo, melakukan pengendalian terhadap Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang telah menyerang empat hektare dari total 150 hektare lahan cabai di Kapanewon Galur.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kulon Progo, Drajat Purbadi, menjelaskan bahwa kondisi cuaca dan iklim saat ini tidak berdampak signifikan pada luas tanam dan perkembangan hama maupun penyakit.
"Hama yang sempat menyerang di awal pertumbuhan tanaman cabai meliputi ulat tanah [trusuk] dan penyakit busuk batang. Intensitas serangan ulat trusuk berkisar antara 5-15 persen [ringan] dan menyerang area seluas sekitar dua hektare. Sementara penyakit busuk batang [phytophthora] menyerang dengan intensitas 8-10 persen [ringan] pada lahan seluas dua hektare," ujar Drajad, Senin (16/9/2024).
Di kawasan pesisir lainnya, seperti di Kalurahan Banaran dan Karangsewu, banyak ditemukan komoditas hortikultura, seperti cabai, semangka, dan melon.
Tanaman cabai yang baru ditanam mayoritas dilakukan pada bulan Agustus 2024, dengan total luas lahan cabai di Kapanewon Galur mencapai 150 hektare.
Data dari Dinas Pertanian dan Pangan menunjukkan, hingga minggu kedua September 2024, lahan cabai tersebar di empat kelompok tani, yaitu Kelompok Tani Sido Dadi Banaran (60 hektare), Kelompok Tani Wahana Tani Gupit (30 hektare), Kelompok Tani Sari Siliran (30 hektare), dan Kelompok Sewu Rejo Siliran (30 hektare).
Menurut Drajad, serangan hama masih tergolong ringan. Berdasarkan pemeriksaan lapangan, intensitas serangan OPT sudah menurun.
Namun, hama trusuk dan penyakit busuk batang dengan intensitas cukup tinggi menyerang lahan seluas 1.000 meter persegi milik petani Triyono. Tanaman cabai yang terdampak perlu diganti dengan bibit baru setelah hujan lebat.
Sebagai langkah pencegahan, petani telah menerapkan pengendalian secara kultur teknis, seperti menggunakan bibit yang bebas hama, kompos, mulsa plastik, serta penyiraman rutin. Petugas juga menyarankan penggunaan agens hayati seperti jamur Thichoderma, Pseudomonas fluorescens, dan PGPR untuk pencegahan.
Baca Juga: Polres Kulon Progo Bina 40 Pelajar yang Kelebihan Energi
"Pengendalian kimiawi dilakukan sebagai opsi terakhir. Pestisida yang digunakan untuk mengatasi ulat tanah mengandung bahan aktif Tiametoksam, Lamda sihalotrin, Klorpirifos, dan Karbofuran. Sedangkan fungisida untuk mengatasi busuk batang menggunakan bahan aktif Propamokarb, Propinep, Mankozeb, dan Benomil," jelas Drajad.
Berita Terkait
Terpopuler
- Istri Menteri UMKM Bukan Pejabat, Diduga Seenaknya Minta Fasilitas Negara untuk Tur Eropa
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas MPV 1500cc: Usia 5 Tahun Ada yang Cuma Rp90 Jutaan
- 5 Rekomendasi Pompa Air Terbaik yang Tidak Berisik dan Hemat Listrik
- Diperiksa KPK atas Kasus Korupsi, Berapa Harga Umrah dan Haji di Travel Ustaz Khalid Basalamah?
- 5 AC Portable Mini untuk Kamar Harga Rp300 Ribuan: Lebih Simple, Dinginnya Nampol!
Pilihan
Terkini
-
Liburan Sekolah, Sampah Menggila! Yogyakarta Siaga Hadapi Lonjakan Limbah Wisatawan
-
Duh! Dua SMP Negeri di Sleman Terdampak Proyek Jalan Tol, Tak Ada Relokasi
-
Cuan Jumat Berkah! Tersedia 3 Link Saldo DANA Kaget, Klaim Sekarang Sebelum Kehabisan
-
Pendapatan SDGs BRI Capai 65,46%, Wujudkan Komitmen Berkelanjutan
-
Kelana Kebun Warna: The 101 Yogyakarta Hadirkan Pameran Seni Plastik yang Unik dan Menyentuh