Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Jum'at, 20 September 2024 | 10:45 WIB
Ilustrasi Pembangunan Tol Solo Jogja. [Suarajogja.id/Ema Rohimah]

SuaraJogja.id - Proyek strategis nasional yang salah satunya berupa pembangunan jalan tol tidak melulu berkutat pada uang ganti rugi dan miliarder baru. Lebih dari itu, ada warga yang masih memperjuangkan hak-haknya untuk tetap bisa hidup berdampingan bersama jalan bebas hambatan tersebut.

Termasuk warga di Ringinsari yang terdampak proyek pembangunan jalan Tol Solo-Jogja-Kulon Progo Seksi II Paket 2.1 ruas Purwomartani-Maguwoharjo. Tidak semudah bayar lalu pergi, diperlukan perencanaan matang untuk memastikan hak warga baik yang terdampak langsung maupun di sekitarnya tetap terpenuhi, serta pertimbangan dampak risiko yang berpotensi muncul sebelum, saat dan setelah pembangunan.

Kondisi tersebut yang kini masih harus diperjuangkan dan dinanti kejelasannya oleh para warga di Ringinsari.

*****

Baca Juga: Tol Solo-Jogja Ruas Kartasura-Klaten Diresmikan Jokowi Besok, Kemungkinan Masih Gratis Sebulan

Rumah Hasil Jerih Payah Terpangkas Tol Sebagian

"Kalau saya sekarang memilih, saya (memilih) tidak kena tol." Begitu kira-kira kalimat yang terucap dari Muhammad Nur Arifin (49), seorang warga Kradenan Ringinsari RT 9/RW 52 Maguwoharjo, Depok, Sleman, yang terdampak proyek jalan Tol Solo-Jogja-Kulon Progo Seksi II Paket 2.1 Purwomartani-Maguwoharjo. 

Perasaan Arifin sekarang masih belum lega meskipun sudah menerima pembayaran uang ganti rugi dari tol. Bagaimana tidak, lahan miliknya yang terkena tol itu hanya 39 meter persegi saja dari total bangunan rumah 150 meter persegi.

Luas lahan terdampak itu, setidaknya memotong halaman belakang termasuk, dapur, taman, kamar mandi, musala, satu kamar dan lantai kedua bagian rumahnya. Tidak terpangkas secara lurus atau persegi, potongan itu justru memotong secara miring.

Padahal rumah yang dibeli sejak akhir 2011 itu ditempati Arifin bersama istri dan dua orang anaknya ditambah satu asisten rumah tangga. Keamanan dan kenyamanan keluarganya menjadi salah satu kekhawatirannya semenjak proses tol ini berlangsung.

Baca Juga: Membentang 22 Kilometer, Jalan Tol Jogja-Solo Ruas Kartasura-Ngawen Diresmikan Jokowi Besok

Mulai dari rencana konstruksi yang belum ada kejelasan hingga sekarang. Bahkan saat acara sosialisasi pembangunan Jalan Tol Solo-Jogja-Kulon Progo Seksi II Paket 2.1 Purwomartani-Maguwoharjo di Kantor Kalurahan Maguwoharjo, Rabu (11/9/2024) kemarin pun warga masih belum diberikan informasi secara detail terkait pembangunan itu.

Beberapa informasi mulai dari kapan waktu pelaksanaan konstruksi, di mana batas-batas patok konstruksi, hingga titik tiang penyangga jalan tol yang rencananya akan dibuat elevated atau melayang itu pun masih belum sepenuhnya diterima warga terdampak.

"Kita ya harus tahu untuk sosisalisasi pembongkaran, sosialisasi mulai masuknya alat-alat berat, karena seperti saya ini rumah saya terkena tapi kena sebagian," tuturnya.

Arifin meminta sertifikat hak milik (SHM) tanah sisa miliknya untuk segera diserahkan setidaknya sebelum konstruksi dilaksanakan. Sehingga dia bisa mengetahui secara pasti hak dasar dan luasan lahan sisa itu.

Warga terdampak Tol Solo Jogja di Ringinsari, Muhammad Nur Arifin saat ditemui di rumahnya. [Suarajogja.id/Hiskia]

Mengingat patok pada lahan terdampak ditanam di luar rumah. Sehingga dia belum bisa mengukur secara pasti lahan terdampak dan sisanya. 

Pasalnya sejak pembayaran ganti rugi yang telah dilakukan pada akhir Desember 2023 lalu, Arifin hanya menerima surat tanda terima untuk tanah sisa miliknya. 

"Maka saya ingin selain SHM tanah sisa saya diberikan juga pengukuran ulang oleh BPN. Kemudian setelah tahu, saya siap untuk melepaskan dan saya bongkar sendiri," ucapnya.

"Kemarin saya tanya masalah tiang, dari kontraktor juga belum bisa menunjukkan. Saya juga bingung, karena saya tanyakan tentang kompensasi ketika nanti getaran retak dan sebagainya. Kontraktor bilang tidak memberikan kompensasi apapun," imbuhnya.

Dia meminta ada kajian kembali terkait lahan sisa miliknya. Sebab berdasarkan aturan yang ada lahan sisa dengan luasan di atas 100 meter tidak dibeli oleh pemerintah atau setidaknya harus melewati kajian terlebih dulu. Di satu sisi dia khawatir dengan lokasi rumahnya yang akan bersinggungan langsung dengan proyek strategis nasional itu.

"Harus ada pengukuran lagi oleh BPN dan kajian lagi tanah sisanya karena bersinggungan pihak tol. Kajian dampak belum ada," ucapnya.

Arifin menceritakan bahwa rumahnya merupakah hasil jerih payahnya sendiri selama bertahun-tahun. Kisahnya berawal sejak ia menikah pada tahun 2000 dan masih tinggal di Ponorogo, Jawa Timur.

Ketika itu dia bergerak dalam usaha penggilingan padi setidaknya pada medio 2000-2006. Namun usaha itu tak berjalan mulus hingga akhirnya bangkrut.

Setelah itu dia memutuskan untuk mencari nafkah dengan menjadi supir truk di Jakarta. Sedangkan istrinya pindah ke Jogja untuk bekerja. Tak ingin berpisah terlalu lama dengan sang istri, Arifin memutuskan untuk mencari cara agar bisa bekerja di Jogja.

Singkat cerita pada 2008 awal dia pindah ke Jogja tepatnya di Ringinsari ini. Setelah mencoba menabung selama lebih kurang tiga tahun, dia memutuskan mencari rumah.

Bertemulah Arifin dengan rumahnya saat ini, meskipun pada saat itu dia dan keluarga masih harus bersusah payah melunasi rumah ini. Namun pada akhirnya pada Januari 2011 rumah ini bisa terbeli.

"Memang banyak lika-liku. Jadi ini memang saya betul-betul perjuangan saya beli ini, memang jerih payah sendiri, usaha sendiri, memang saya betul-betul bukan dari warisan atau apa. Jadi rumah ini benar-benar bersejarah buat kami," tuturnya.

"Kami merasa eman tidak tinggal di sini karena usaha saya di sini, saya sudah nyaman dengan lingkungannya. Kalau saya harus pergi eman-eman, dan juga terus terang karena untuk dibelikan tanah lagi di sini juga sudah enggak cukup," ucapnya. 

Jika bisa memilih, Arifin mengaku memilih tidak terkena tol. Harapan Arifin itu sebenarnya hampir terpenuhi, sebab sejak awal rumahnya justru tidak terkena dampak pembangunan.

"Pertamanya ini kan sebetulnya tidak kena, yang kena cuma yang timur ini enggak kena, ternyata terus berubah-ubah. Jadi ini berubah-ubah, memang tidak sekali gitu aja, beberapa kali pokoknya, akhirnya rumah saya jadi kena, itu pun juga tidak semua," terangnya.

Bakal berbeda kondisinya ketika rumahnya tersebut terdampak sepenuhnya. Dia tak perlu khawatir lagi untuk memutuskan pindah, walaupun jika memang harus pindah Arifin mengatakan tetap akan mengusahakan mencari lahan lain di sekitar rumah lamanya.

Namun dengan hanya sebagian saja yang terkena ini membuat semuanya serba was-was. Di satu sisi uang ganti rugi tak cukup membeli lahan baru karena harga makin tinggi dan di satu sisi dari segi dampak pembangunan pun masih harus dipikirkan.

"Ini rumah tinggal, ini rumah satu-satunya, dan saya seneng dengan warga sini sudah nyaman, kenyamanan dibeli mahal sekali, dan misalnya saya harus pindah dari Kradenan atau Ringinsari, butuh waktu sosialisasi lagi dengan penyesuaian dan buat apa kita kok harus mikir sosisalisasi lagi toh umur saya juga sudah 50 tahun pengennya ya usaha seperti ini saja terus anak-anak sekolah sudah mapan semua kan cuma itu aja jangan mikir lain yang tidak perlu, saya pengennya pun tetap di sini, misalnya dibongkar semua ya tetap cari di sekitar sini," ungkapnya.

Jika memang pada akhirnya dia harus berdampingan langsung dengan proyek tol, Arifin bilang akan memastikan secara berkala kondisi rumahnya. Sebagai bukti ada tidaknya dampak pembangunan jalan bebas hambatan tersebut.

"Saya tetap akan minta kepada (PT) DMT karena tidak ada kompensasi ya kami akan foto-foto rumah untuk keterangan waktu, kalau memang ada retakan ya kami minta ganti rugi," tandasnya.

Warga terdampak Tol Solo Jogja di Ringinsari, Muhammad Nur Arifin menunjukkan rumahnya. [Suarajogja.id/Hiskia]

Belum Ada Sosialisasi Pembongkaran

Disampaikan Arifin, hingga saat ini belum ada permintaan secara resmi dari pihak tol untuk mengosongkan rumah dan melakukan pembongkaran. Sosialisasi pun praktis baru dilakukan pertama pada Rabu (11/9/2024) kemarin itu setelah pembayaran pada akhir 2023 lalu.

Dia mengaku sempat resah ketika ada oknum yang mengaku dari pihak tol melakukan pembongkaran terhadap sejumlah rumah warga yang juga berada di Ringinsari pada sekitar Agustus kemarin. Namun setelah melalui proses mediasi ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sleman, warga sepakat mengusir pembongkaran itu.

Kini, Arifin berharap janji-janji dari kontraktor tol dalam hal ini PT Daya Mulia Turangga (DMT) bisa ditepati. Termasuk tidak melakukan konstruksi ketika semua urusan belum selesai.

"Saya pengennya janji yang disampaikan terealisasi. Jadi sebelum semua clear sebelum semua selesai mohon konstruksi jangan masuk. Kami tidak mempersulit kok, kami betul-betul sudah dibeli ya sudah silakan tapi kami ingin hak-hak kami terpenuhi dulu," ujarnya.

Sosialisasi Formalitas 

Warga lain, Eko Candra, mengaku kecewa dengan pelaksaan sosialisasi pembangunan Jalan Tol Solo-Jogja-Kulon Progo Seksi II Paket 2.1 Purwomartani-Maguwoharjo di Kantor Kalurahan Maguwoharjo, Rabu (11/9/2024) lalu. Dia mengaku belum mendapatkan kejelasan dari sosialisasi tersebut.

"Saya kecewa enggak ada jawabannya, belum terjawab kan pertanyaan saya tadi. Ada di notulen tidak terjawab," kata Eko Candra, salah satu warga Padukuhan Ringinsari di Kalurahan Maguwoharjo, Kapanewon Depok, Sleman, ditemui usai sosialisasi.

Eko sendiri merupakan salah satu dari sekian warga yang aktif menyampaikan keresahannya dalam forum yang digelar oleh PT DMT selaku kontraktor tol di wilayah tersebut. 

Dia menyampaikan bahwa sejak awal sebagian besar warga terdampak tol langsung maupun yang berada di sekitarnya tidak dilibatkan dalam sosialisasi. Baru dalam forum sosialisasi hari itu para warga akhirnya bisa menyampaikan keresahan mereka.

Namun alih-alih mendapat keterangan atau jawaban jelas terkait pembangunan tol di wilayah mereka. Pihak kontraktor pun belum bisa memberikan jawaban secara utuh seperti yang diharapkan.

"Karena memang kita baru kali ini dilibatkan. Jadi mereka mengklaim sebelumnya sudah ada kajian publik. Cuma yang diundang itu sama sekali tidak representatif. Makanya kita baru sekali ini datang, yang ngerti harus nanya apa, itu kan baru sekali ini," tegasnya.

"Dan itu pun tadi penjelasannya kan saya kira kurang jelas. Tadi sudah saya tegaskan, proyek strategis nasional kok presentasi cuma 10 lembar, itu kan, tiangnya dimana? enggak bisa jawab, jalannya gimana? juga enggak terjawab. Makanya kita masih menuntut untuk supaya itu perjelas dulu baru mereka boleh mulai," imbuhnya. 

Ada beberapa hal yang disampaikan Eko dalam forum sosialisasi itu. Mulai dari akses jalan di depan rumahnya yang terdampak konstruksi hingga kemungkinan rekayasa lalu lintas saat konstruksi nanti dimulai.

"Saya pribadi secara ini jalan saya itu hilang. Jadi itu masuk dari bagian yang digusur. Terus nanti seperti apa kan belum dijelaskan, katanya masih ada kajian," tuturnya.

Konsultasi Publik Ulang atau Sosialisasi Lebih Detail

Disampaikan Eko, warga selanjutnya menuntut untuk diadakan konsultasi publik ulang, yang bisa dipertanggungjawabkan secara baik. Mulai dari undangan hingga segala penyampaian mengenai detail konstruksi yang akan dilakukan.

"Satu konsultasi publik ulang dan kalau sosialisasi lagi pastikan semua sudah ada jawaban detail ketika sosialisasi, bukan nanti dikaji lagi atau semacamnya," ucapnya.

Kemudian jika dilakukan kembali sosialisasi tentang konstruksi tol ini, seharusnya semua pihak berwenang di dalam proyek strategis nasional itu bisa menjelaskan secara detail.

"Itu kan hak dari warga semua RT 12 bahkan satu padukuhan, karena kan range dampaknya tidak cuma satu RT, satu kalurahan bahkan kalau pengalihan lalu lintas bisa sampai 1 kota, pengalihan lalu lintas bottleneck semua macet. Dan sosialisasi lagi pastikan semuanya sudah punya jawaban detail," tegasnya. 

Terpisah, Ketua RT 12 Ringinsari, Wiji, pada prinsipnya pembongkaran rumah terdampak langsung proyek tol harus berlandaskan surat perintah resmi dari pihak tol. Sedangkan hingga saat ini belum ada surat resmi untuk pembongkaran. 

Warga Ringinsari memberikan masukan dan protes terhadap pembongkaran yang terjadi di wilayahnya saat konsultasi konstruksi di Kantor Kalurahan Maguwoharjo, Rabu (11/9/2024). [Suarajogja.id/Hiskia]

Pasalnya, jika tidak dilakukan dengan secara berhati-hati dampak pembongkaran pun bisa mengenai rumah sekitarnya. Saat ini, kata Wiji, memang sudah ada setidaknya 11 rumah yang sudah dikosongkan tapi belum dilakukan pembongkaran. 

Dalam kesempatan ini Wiji turut menanyakan terkait waktu pasti pembongkaran rumah warga terdampak itu. Termasuk dengan batas waktu warga untuk melakukan pengosongan.

"Dan yang perlu tanyakan secara resmi untuk memulai konstruksi itu kapan, supaya nanti masyarakat juga mengetahui dan apabila akan ada konstruksi apakah ada batas waktu untuk pengosong rumah," tanyanya.

Pastikan Tak Ada Kompensasi

Deputy Project Manager PT DMT Arvi Zulham menyatakan tidak ada kompensasi terhadap dampak yang ditimbulkan saat pembangunan nanti dilakukan.

"Saya akan jawabkan secara tegas, kami tidak akan ada kompensasi. Makanya sebelum melaksanakan konstruksi kami harus melakukan kajian," kata Arvi di Kantor Kalurahan Maguwoharjo, Rabu (11/9/2024) kemarin.

Kendati demikian, disampaikan Arvi, pihaknya tetap mempersilakan masyarakat yang merasa terdampak untuk melapor atau mengajukan komplain. Keluhan itu nantinya bisa diberikan langsung kepada pihak kontraktor melalui petugas di lapangan.

"Dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi kami tidak ada memberikan kompensasi baik getaran maupun sebagainya tetapi jika ada warga masyarakat yang melakukan komplain akibat dampak dari pekerjaan konstruksi jalan tol bisa monggo bisa hubungi kami melalui humas kami yang ada di lapangan nanti tapi kontak person humas kami akan kami sebar di setiap desa yang memang terdampak dalam pembangunan jalan tol," ungkapnya.

"Kita akan menyikapi hal itu tapi pada saat di awal ini kami tidak akan memberi tanggapan terkait spekulasi ganti rugi atau apapun," imbuhnya. 

Arvi memastikan pihaknya telah dibebankan pada pengerjaan konstruksi dengan tanggungjawab untuk melakukan pembangunan di atas lahan yang sudah bebas dan tidak bermasalah. Walaupun tidak dipungkiri dalam prosesnya masih ada pembebasan lahan yang sepenuhnya selesai.

"Namun kenyataan masih dalam proses pembebasan dan sebagainya kami juga tidak akan menutup mata kami akan bersama-sama berkoordinasi untuk mencapai pekerjaan konstruksi ini tanpa ada masalah yang signifikan di masyarakat dan manfaat pembangunan jalan tol ini juga nanti akan dirasakan oleh masyarakat," tuturnya.

Fabrikasi pagar PPDU di area ring road utara, Sleman untuk proyek tol Jogja-Solo-YIA. (dok. PT Adhi Karya)

Terkait dampak ekologis yang ditimbulkan selama konstruksi yang seharusnya masuk dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Arvi bilang itu di luar kapasitas kontraktor. Dia menyebut dokumen AMDAL sendiri merupakan wewenang dari PT Jasamarga.

"Saya rasa tidak mungkin Jasamarga memberikan surat perintah ketika AMDAL-nya tidak ada. Seharusnya memang dari manajemen kami sudah membaca," ucapnya

"Itu urusan AMDAL bukan di kami, tetapi untuk melakukan konstruksi itu kami akan lebih berhati-hati karena ada getaran, kebisingan, ini kami lakukan kajian juga," imbuhnya.

Arvi melanjutkan nantinya dalam pelaksanaan konstruksi pihaknya juga akan didampingi oleh tim untuk lingkungan. Tujuannya untuk memantau semua pekerjaan konstruksi tersebut.

"Kami kerjasamakan itu tentunya dengan konsultasi supervisi untuk membantu kami mengawasi hal itu. Memang dalam pelaksanaan konstruksi kami tidak akan menutup mata mengenai itu. Jadi sebisa mungkin hal-hal seperti itu kami bisa meminimalisirnya dengan melakukan kajian di awal. Dan tentunya sebelum konstruksi itu kami akan sowan ke warga," ujarnya.

PT DMT selaku kontraktor sendiri menerima kontrak pada tahun 2020 dan perintah kerja baru didapatkan pada 27 Juni 2024. Hingga pertengahan September 2024 total baru ada dua sosialisasi terkait konstruksi di dua lokasi yakni Purwomartani dan Maguwoharjo.

Pihak kontraktor masih akan berkoordinasi dengan PPK lahan dan pemilik proyek terkait lokasi mana saja yang sudah bisa mulai dikerjakan. Dalam artian lahan-lahan yang sudah sepenuhnya bebas. Termasuk menyusun timeline pekerjaan konstruksi.

Mobilisasi alat akan dilakukan setelah menerima hasil koordinasi lanjutan. Sosialisasi kepada warga pun bakal kembali dilakukan sebelum ada pekerjaan konstruksi.

"Kalau untuk sosialisasi karena ini adalah pekerjaan konstruksi itu langsung di kami kalau di pihak pemilik proyek sudah mengamanatkan itu sosialisasi kegiatan nanti di kami tapi kalau pertanyaan kembali ke AMDAL itu kami tidak bisa jawab karena itu kan sebelum kami," ucapnya.

Pihaknya memastikan tidak akan masuk atau menggarap lahan yang belum benar-benar bebas.

"Tentu saja tidak akan melakukan konstruksi di lahan bapak atau ibu yang belum dibebaskan. Jadi kami tidak akan mau melakukan konstruksi kalau lahan memang belum bebas, kami sepakat dengan Jasamarga dan PPK lahan untuk kita selesaikan dulu baru kami melakukan konstruksi," tegasnya.

Sosialisasi Wajib 

Arvi menyatakan bahwa sosialisasi merupakan hal yang wajib dilakukan sebelum memulai proyek. Sejauh ini dia mengklaim telah berkoordinasi dengan sejumlah pemangku wilayah untuk urusan sosialisasi kepada warga.

"Tentunya kalau yang berdampak langsung kami selain melakukan sosialisasi di hari ini sebelum melakukan eksekusi di lapangan kami akan memberikan waktu juga dengan para dukuh untuk melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat," ujar Arvi.

"Jadi nantinya pada saat di lapangan ada tim kami, tim operation yang akan melakukan identifikasi rumah-rumah masyarakat yang terdampak dan tentunya yang tidak terdampak juga sama, kami akan melakukan sosialisasi secara langsung juga," imbuhnya.

Dia menegaskan tidak akan masuk ke area proyek jika memang semua urusan terkait dengan pembebasan lahan belum usai. Sosialisasi pun menjadi hal yang wajib untuk dilakukan.

"Agenda sosialisasi ini adalah satu kewajiban untuk mempublish kegiatan kami untuk memulai pekerjaan jadi baik yang terdampak maupun tidak terdampak langsung," tambahnya. 

Klarifikasi Dokumen AMDAL

Dokumen AMDAL sebagai dasar pembangunan tol Solo-Jogja menjadi polemik warga Ringinsari. Pasalnya sejauh sosialisasi termasuk permintaan warga, PT DMT tidak dapat menunjukkan dan mengklaim bukan menjadi ranah mereka.

Dikonfirmasi, perwakilan PT Jogjasolo Marga Makmur (JMM) yang mengelola proyek Tol Solo-Jogja, Riyan mengatakan dokumen AMDAL sendiri masih berproses di Kementerian LHK.

Pihak PT JMM juga mengaku bahwa AMDAL akan diterbitkan setelah konsultasi publik yang telah dilaksanakan pada Juni 2023 lalu. Konsultasi publik dilakukan untuk dua kapanewon sekaligus yakni Kapanewon Depok dan Ngaglik. Padahal untuk konsultasi publik ini harus dilakukan di satu kelurahan atau setidaknya satu kapanewon untuk benar-benar menjaring saran dari warga yang terdampak langsung.

Meski begitu, menurut Riyan belum ada pembongkaran yang harus dilakukan di Ringinsari. Hal itu menyusul baru terbitnya surat perintah kerja pada Juni 2024.

Hal yang sama juga disampaikan PT DMT, melalui Project Manager PT DMT yang menjadi pelaksana pekerjaan konstruksi, Dwi menyebutkan proyek Tol Solo-Jogja masih berada di Zona 1 di Purwomartani. Dwi juga membantah bahwa tidak ada pembongkaran yang dilaksanakan di wilayah Ringinsari.

Namun di lokasi beberapa rumah warga di Ringinsari yang terdampak tol sudah dibongkar dengan alat berat pada Akhir Agustus hingga awal September 2024. Memang bangunan tersebut telah ditinggalkan pemilik, kendati begitu pembongkaran tidak sepakat menggunakan alat berat.

Poin polemik pembangunan Tol Solo Jogja wilayah Ringinsari, Maguwoharjo, Depok Sleman [Suarajogja.id/Ema Rohimah]

Konstruksi Melayang Penuh

Kontraktor proyek jalan Tol Solo-Jogja-Kulon Progo memastikan pembangunan di ruas Purwomartani-Maguwoharjo akan dibangun secara melayang. Jalan bebas hambatan itu bakal membentang kurang lebih 3,5 kilometer.

"Rencana besar desainnya bahwasanya Paket 2.1 ini full elevated. Tidak ada timbunan (at grade)," kata Humas PT. Daya Mulia Turangga (DMT), Agung Murhandjanto, Kamis (11/9/2024).

Proyek tol di ruas Purwomartani-Maguwoharjo itu akan dikerjakan oleh PT Daya Mulia Turangga (DMT) selaku kontraktor. Agung mengaku belum bisa menerangkan secara detail terkait pemilihan konstruksi elevated penuh tersebut.

"Kami menerima pekerjaan itu sudah dalam bentuk kontrak, berdasarkan konstruksi pakai elevated. Karena memang tidak timbunan, tidak menggunakan timbunan," terangnya.

Jika benar menurut rencana konstruksi yang akan dibuat melayang, maka membuat pengerjaan tol di sepanjang ruas Purwomartani-Maguwoharjo tidak menggunakan timbunan. Penggarapan akan lebih banyak menggunakan metode borepile atau pilar untuk penyangga tol.

"Jadi nanti lebih banyak pada pekerjaan-pekerjaan dari mulai borepile, pile cap, kolom kemudian pier head ya kita persiapkan," ucapnya.

Disampaikan Agung, tol ruas Purwomartani-Maguwoharjo yang dibangun secara elevated itu juga akan melintasi ring road. Ramp on/off atau akses penghubung antara jalan utama tol untuk keluar menuju jalan konvensional sendiri diperkirakan juga bakal berada di ring road.

"Jadi mungkin tersambung dengan yang ada di ring road, ini karena keluarnya dari Lotte Mart ini ke barat kemudian turunnya di sekitaran Casa Grande itu nanti. Ramp on/off-nya di sekitar Casa Grande," ungkapnya. 

Nantinya, ruas tol Purwomartani-Maguwoharjo tersebut akan menyambung dengan ruas Klaten-Purwomartani. Dua ruas tol Solo-Jogja-Kulon Progo itu digabungkan dengan jembatan.

Agung menyebut penggarapan proyek strategis nasional itu akan dimulai dari ruas paling timur menuju ke arah paling barat. Dimulai untuk menyambung ruas Tol Jogja-Solo-YIA Seksi 1 Paket 1.2 Klaten-Purwomartani.

"Konstruksi ada 4 segmen ya, tapi nanti kita mulai start-nya tetap dari arah Timur yang mepet di Paket 1.2 yang ada di Purwomartani baru nanti bergerak ke arah Maguwoharjo," tandasnya.

Minimalisir Dampak 

PT. Daya Mulia Turangga (DMT) selaku kontraktor tol Solo-Jogja-Kulon Progo di ruas Purwomartani-Maguwoharjo memastikan bakal meminimalisir dampak lingkungan saat pengerjaan proyek nanti. Konstruksi sendiri rencananya baru akan dimulai pada Januari 2025 mendatang.

Perencanaan pembangunan Tol Solo-Jogja-Kulon Progo. [Suarajogja.id/Rohmat]

"Kita lebih kepada persuasi ke masyarakat, imbauan bahwasanya nanti dalam pekerjaan ini kita sedapat mungkin meminimalisir dampak lingkungan," kata Humas PT DMT Agung Murhandjanto.

Selama proses konstruksi nanti, pelaksana proyek akan bertanggung jawab mengenai dampak yang ditimbulkan di sekitar lokasi. Termasuk dengan potensi debu atau polusi udara, polusi suara hingga getaran akibat kendaraan proyek.

"Misalnya debu yang jelas ya nanti pasti akan ada penyiraman-penyiraman pakai water tanki," ujarnya.

Selain itu, potensi dampak dari rekayasa lalu lintas di area proyek pun akan turut dipikirkan. Pihak tol telah bersiap untuk menempatkan semumlah petugas untuk mengatur arus lali lintas.

"Kemudian juga nanti mungkin lalu lintas di sekitarnya nanti kita akan ada flag man, kita sediakan petugas-petugas lapangan untuk di area proyek itu, untuk flag man pengatur lalu lintas. Sehingga bisa meminimalisir crowded ataupun kemacetan-kemacetan karena keluar masuknya kendaraan proyek," ungkapnya.

Jangan Abaikan Warga Lain

Pemerhati Lingkungan UPN Veteran Yogyakarta, Jaka Purwanta menyebut masih ada banyak ketidakjelasan dalam sosialisasi konstruksi terakhir yang dilakukan beberapa waktu lalu. Salah satu yang sempat disoroti adalah dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) dalam pembangunan tersebut.

Menunjukkan dokumen AMDAL itu merupakan kewajiban yang seharusnya dipenuhi oleh pihak pemrakarsa tol termasuk kontraktor saat sosialiasi kemarin. Pasalnya ketika berbicara soal dampak pembangunan jalan tol maka itu bukan hanya untuk warga terkena langsung saja melainkan masyarakat secara umum.

"Jadi alangkah ironisnya nanti ketika dari PT DMT melakukan konstruksi tapi ajang olahnya adalah dari kebiasaan bukan dari AMDAL. Pastikan memegang itu (AMDAL) dan masyarakat semua pihak bisa tahu dan akses itu," kata Jaka.

Dia menyebut seharusnya penyusunan AMDAL jalan tol itu lebih dulu diselesaikan. Sebelum kemudian melangkah kepada tahapan lain yang lebih teknis termasuk konstruksi.

Sehingga ketika kemudian ada dampak yang ditimbulkan ketika konstruksi berlangsung maka masyarakat tahu harus berbuat apa. Termasuk ketika ada hal-hal yang tidak sesuai dan cenderung merugikan masyarakat.

Contoh sederhana ketika ada dampak dari mobilitas truk pengangkut material tol. Ketika ada polusi udara misalnya, apa-apa yang harus diperhatikan sudah tertuang dalam dokumen AMDAL itu, sehingga masyarakat hanya tinggal memantau saja.

Sosialisasi pembangunan Jalan Tol Solo-Jogja-Kulon Progo Seksi II Paket 2.1 Purwomartani-Maguwoharjo di Kantor Kalurahan Maguwoharjo, Rabu (11/9/2024). [Suarajogja.id/Hiskia]

"Nah ketika memantau ada penyimpangan tinggal lapor ke pemrakrasa. Pastikan itu (AMDAL) ada dulu sebelum konstruksi," tegasnya.

Dampak konstruksi, kata Jaka tidak bisa hanya dibatasi pada lingkung kecil lingkungan proyek saja. Melainkan harus dilihat lebih jauh mengenai dampak ekologis lain, dampak sosial masyarakat dan sebaran dampak lain yang berpotensi muncul.

Tidak dipungkiri sederet dampak negatif telah mengintai masyarakat yang berada di lokasi pembangunan jalan tol. Mulai dari gangguan kelancaran lalu lintas, akses warga sekitar proyek, polusi suara, udara dan lain sebagainya.

Selain dampak itu, Jaka turut menyoroti soal kewajiban pemrakarsa tol yang perlu segera diselesaikan. Termasuk kajian ilmiah dari akses warga terdampak, serta sisa-sisa lahan para warga yang berdampingan dengan proyek strategis nasional itu.

Badan Pertanahan Nasional (BPN) diminta untuk bisa mempercepat kepengurusan terkait dengan hak milik sisa tanah milik warga. Dalam hal ini adalah penyerahan sertifikat hak milik (SHM) tanah sisa milik warga terdampak.

Pasalnya hal itu akan berpengaruh kepada patok atau batas saat dilakukan konstruksi nanti. Jika SHM sisa belum diberikan maka potensi kerancuan ukuran itu masih sangat mungkin terjadi.

"Kemudian sisa tanah warga tolong agar dari BPN bisa mempercepat hak miliknya karena tidak mungkin konstruksi jalan patoknya belum jelas. Alangkah ironis ketika nanti PT DMT itu melakukan konstruksi tapi ternyata patok batas per lokasi tanah belum muncul, SHM belum ada, nanti tragis sekali," tuturnya.

"Bagaimana kita menurut kepatuhan dari DMT untuk tepat pada patoknya. Jangan-jangan gantinya 200 meter tapi gesernya 300 meter, itu (SHM) untuk mengantisipasi," sambungnya.

Load More