Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Sabtu, 16 November 2024 | 10:55 WIB
Direktur Jaringan Gusdurian Alissa Wahid membacakan rekomendasi hasil Simposium Beda Setara (Best) di Gedung Convention Hall UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Jumat (15/11/2024). ANTARA/HO-Jaringan Gusdurian

SuaraJogja.id - Jaringan Gusdurian atau komunitas pengagum presiden keempat Indonesia, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, mengeluarkan sembilan rekomendasi untuk penguatan kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia.

"Satu, mendorong pemerintah pusat untuk mengambil inisiatif dan langkah aktif untuk menghapus atau merevisi berbagai peraturan perundang-undangan yang bersifat diskriminatif, seperti UU No. 1/PNPS/1965, UU ITE, UU Adminduk, dan lainnya," kata Direktur Jaringan Gusdurian Alissa Wahid di Gedung Convention Hall UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Jumat.

Putri sulung Gus Dur tersebut membacakan rekomendasi berdasarkan hasil Simposium Beda Setara (Best) yang berlangsung 14-15 November 2024 di UIN Sunan Kalijaga dengan tema "Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) sebagai Kritik Sosial untuk Kewargaan yang Berkeadilan".

Dia mengemukakan, poin pertama rekomendasi tersebut sebagai wujud nyata dari komitmen Asta Cita dalam memperkokoh ideologi Pancasila, demokrasi, dan penghormatan terhadap HAM.

Baca Juga: UIN Sunan Kalijaga Kolaborasi dengan Kedubes Ukraina Gelar Pameran Kemanusiaan

Poin kedua, lanjut Alissa, meminta Kementerian HAM untuk secara proaktif mendorong penghapusan serta revisi terhadap peraturan perundang-undangan yang mengandung unsur diskriminasi untuk menciptakan lingkungan hukum yang lebih inklusif dan adil.

Ketiga, kata dia, mendorong Kementerian PPN/Bappenas melalui Direktorat Hukum dan Regulasi untuk memperkuat pemetaan serta penetapan kebutuhan regulasi yang mendukung penguatan jaminan HAM dan kebebasan beragama atau berkeyakinan (KBB).

Berikutnya poin keempat rekomendasi itu berbunyi, mendorong kepala daerah terpilih untuk memberlakukan moratorium terhadap penggunaan regulasi diskriminatif dan lebih berfokus pada penguatan layanan publik yang bersifat inklusif dan non-diskriminatif.

Melalui Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkominda), kata dia, kepala daerah juga diimbau untuk mengambil langkah proaktif dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran KBB serta mendorong implementasi program-program yang mempromosikan toleransi dan penghormatan terhadap KBB di masyarakat.

Selanjutnya kelima, mengajak masyarakat sipil untuk mengadvokasi penghapusan atau revisi kebijakan diskriminatif seperti UU Cipta Kerja, UU ITE, serta regulasi daerah.

Baca Juga: 9 Rekomendasi Nasi Goreng Enak di Kota Jogja, Ada yang Warnanya Merah hingga Bikin Presiden Jokowi Kesengsem

"Masyarakat sipil juga dapat memanfaatkan jendela kebijakan seperti Ranperpres PKUB, Perpres Nomor 58/2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama, dan RPJMN 2025-2029 untuk mengarusutamakan KBB," ujar dia.

Keenam, mengajak masyarakat sipil untuk memperkuat advokasi regulasi perlindungan bagi pembela HAM, memperluas jejaring advokasi regional dan internasional, serta mempromosikan KBB sebagai perspektif kritis dalam program negara, seperti moderasi beragama dan perda toleransi.

Ketujuh, mengajak masyarakat sipil menggunakan KBB sebagai pendekatan kritis dan interseksional, serta mengarusutamakan kesetaraan gender, disabilitas, inklusi sosial, dan lingkungan dalam isu KBB.

Kemudian kedelapan, mengajak masyarakat sipil untuk mempersiapkan aktor-aktor baru yang berperspektif KBB untuk mengisi institusi negara dan memperkuat kemitraan kritis dengan pemerintah guna mendorong jaminan KBB.

"Terakhir, sembilan, mengajak masyarakat sipil memaknai ulang konsep negara seperti kerukunan, harmoni sosial, dan beragama maslahat untuk memperkuat narasi yang inklusif dan menjamin pemenuhan hak beragama dan berkeyakinan," tutur Alissa Wahid.

Load More