Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora
Kamis, 28 November 2024 | 14:40 WIB
Aktivitas warga yang telah menempati rumah bersubsidi pemerintah yang disalurkan Bank BTN di kompleks Perumahan Perum Permata Sukatani, Rajeg, Kabupaten Tangerang, Banten, Minggu (5/2/2023). [Suara.com/Wawan Kurniawan]

SuaraJogja.id - Program rumah subsidi yang dirancang pemerintah untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) memiliki hunian layak, masih belum optimal di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Berdasarkan data, sebanyak 2.052 unit rumah subsidi di DIY masih kosong dan belum dihuni.

Menurut Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Energi Sumber Daya Mineral (DPUPESDM) DIY, rumah subsidi kosong ini tersebar di beberapa wilayah. Di Kabupaten Bantul terdapat 952 unit, Gunungkidul 881 unit, Sleman 137 unit, dan Kulon Progo 82 unit.

Kepala DPUPESDM DIY, Anna Rina Herbranti, menjelaskan bahwa program rumah subsidi ditujukan untuk masyarakat yang belum memiliki rumah dan memenuhi syarat tertentu.

"Syarat utamanya adalah belum memiliki rumah, dengan tambahan BI checking untuk memastikan kemampuan keuangan calon pembeli," ungkap Anna dikutip dari Harianjogja.com, Kamis (28/11/2024).

Baca Juga: Menang Hasil Quick Count Pilkada Gunungkidul, Pendukung Endah-Joko Cukur Gundul

Harga rumah subsidi di DIY cukup terjangkau, yaitu maksimal Rp166 juta sesuai Peraturan Menteri Keuangan RI No. 60/2023.

"Program ini memberikan peluang besar bagi masyarakat untuk memiliki rumah dengan harga yang ramah di kantong," tambah Anna.

Pemerintah Daerah DIY telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi persoalan rumah subsidi yang belum dimanfaatkan. Salah satu langkahnya adalah mengintensifkan sosialisasi melalui forum perumahan dan kawasan permukiman di tingkat kabupaten/kota.

"Kami terus memberikan informasi kepada masyarakat mengenai keberadaan rumah subsidi ini, serta bekerja sama dengan perusahaan besar untuk menarik minat pekerja yang membutuhkan hunian," jelas Anna.

Meski Pemda DIY mengaku memiliki rumah subsidi untuk warganya, hal itu tak memantik masyarakat Jogja untuk terburu-buru membeli rumah. Faktor pertama adalah harga rumah yang kian melambung tinggi setiap tahun. Hal itu tak selaras dengan upah atau gaji yang diterima warga Jogja sendiri.

Baca Juga: Akui Kekalahan di Pilkada Bantul, Paslon Untoro-Wahyudi Datangi Halim-Aris Ucapkan Selamat

Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MBPI) DIY masih rajin menyuarakan kesejahteraan pekerja di Kota Pelajar. Sejumlah tuntutan juga terus didengungkan agar Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2025 lebih tinggi yakni di atas Rp3 juta di seluruh wilayah.

"Angka-angka ini juga sudah kami hitung terutama untuk kebutuhan hidup layak (KHL) pekerja di tengah situasi ekonomi saat ini," ujar dia.

Selain KHL, MBPI DIY juga meminta pemerintah untuk mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk kesejahteraan masyarakat. Terutama menyasar para pekerja.

Salah satunya adalah meminta janji Pemda DIY untuk segera merealisasikan program pembagian tanah Sultan Ground (SG) dan Pakualaman Ground (PAG) untuk pembangunan rumah pekerja yang lebih kondisional.

Load More