SuaraJogja.id - Program rumah subsidi yang dirancang pemerintah untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) memiliki hunian layak, masih belum optimal di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Berdasarkan data, sebanyak 2.052 unit rumah subsidi di DIY masih kosong dan belum dihuni.
Menurut Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Energi Sumber Daya Mineral (DPUPESDM) DIY, rumah subsidi kosong ini tersebar di beberapa wilayah. Di Kabupaten Bantul terdapat 952 unit, Gunungkidul 881 unit, Sleman 137 unit, dan Kulon Progo 82 unit.
Kepala DPUPESDM DIY, Anna Rina Herbranti, menjelaskan bahwa program rumah subsidi ditujukan untuk masyarakat yang belum memiliki rumah dan memenuhi syarat tertentu.
"Syarat utamanya adalah belum memiliki rumah, dengan tambahan BI checking untuk memastikan kemampuan keuangan calon pembeli," ungkap Anna dikutip dari Harianjogja.com, Kamis (28/11/2024).
Harga rumah subsidi di DIY cukup terjangkau, yaitu maksimal Rp166 juta sesuai Peraturan Menteri Keuangan RI No. 60/2023.
"Program ini memberikan peluang besar bagi masyarakat untuk memiliki rumah dengan harga yang ramah di kantong," tambah Anna.
Pemerintah Daerah DIY telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi persoalan rumah subsidi yang belum dimanfaatkan. Salah satu langkahnya adalah mengintensifkan sosialisasi melalui forum perumahan dan kawasan permukiman di tingkat kabupaten/kota.
"Kami terus memberikan informasi kepada masyarakat mengenai keberadaan rumah subsidi ini, serta bekerja sama dengan perusahaan besar untuk menarik minat pekerja yang membutuhkan hunian," jelas Anna.
Meski Pemda DIY mengaku memiliki rumah subsidi untuk warganya, hal itu tak memantik masyarakat Jogja untuk terburu-buru membeli rumah. Faktor pertama adalah harga rumah yang kian melambung tinggi setiap tahun. Hal itu tak selaras dengan upah atau gaji yang diterima warga Jogja sendiri.
Baca Juga: Menang Hasil Quick Count Pilkada Gunungkidul, Pendukung Endah-Joko Cukur Gundul
Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MBPI) DIY masih rajin menyuarakan kesejahteraan pekerja di Kota Pelajar. Sejumlah tuntutan juga terus didengungkan agar Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2025 lebih tinggi yakni di atas Rp3 juta di seluruh wilayah.
"Angka-angka ini juga sudah kami hitung terutama untuk kebutuhan hidup layak (KHL) pekerja di tengah situasi ekonomi saat ini," ujar dia.
Selain KHL, MBPI DIY juga meminta pemerintah untuk mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk kesejahteraan masyarakat. Terutama menyasar para pekerja.
Salah satunya adalah meminta janji Pemda DIY untuk segera merealisasikan program pembagian tanah Sultan Ground (SG) dan Pakualaman Ground (PAG) untuk pembangunan rumah pekerja yang lebih kondisional.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Sekelas Honda Jazz untuk Mahasiswa yang Lebih Murah
- 7 Rekomendasi Body Lotion dengan SPF 50 untuk Usia 40 Tahun ke Atas
- 26 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 13 November: Klaim Ribuan Gems dan FootyVerse 111-113
- 5 Pilihan Bedak Padat Wardah untuk Samarkan Garis Halus Usia 40-an, Harga Terjangkau
- 5 Rekomendasi Sepatu Lokal Senyaman New Balance untuk Jalan Kaki Jauh
Pilihan
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
-
Rolas Sitinjak: Kriminalisasi Busuk dalam Kasus Tambang Ilegal PT Position, Polisi Pun Jadi Korban
-
Menkeu Purbaya Ungkap Ada K/L yang Balikin Duit Rp3,5 T Gara-Gara Tak Sanggup Belanja!
-
Vinfast Serius Garap Pasar Indonesia, Ini Strategi di Tengah Gempuran Mobil China
Terkini
-
ARTJOG 2026 Siap Guncang Yogyakarta, Usung Tema 'Generatio' untuk Seniman Muda
-
Komdigi Tegaskan Pembatasan Game Online Destruktif, Gandeng Kampus dan Industri Optimasi AI
-
Anak Kos Jogja Merapat! Saldo DANA Kaget Rp 299 Ribu Siap Bikin Akhir Bulan Aman, Sikat 4 Link Ini!
-
Kabel Semrawut Bikin Jengkel, Pemkab Sleman Ancam Stop Izin Tiang Baru dari Provider
-
Geger! Rusa Timor Berkeliaran di Sleman, Warga Panik Cari Pemilik Satwa Liar yang Lepas