Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Rabu, 18 Desember 2024 | 21:10 WIB
Tangkapan layar Acara 'Doa Bersama untuk Mary Jane dan Korban Perdagangan Orang' secara daring Rabu (18/12/2024). (zoom)

SuaraJogja.id - Institut Dialog Antar Iman di Indonesia (Institut DIAN) atau Interfidei (Institute for Inter-Faith Dialogue in Indonesia) menggelar doa bersama untuk terpidana mati kasus penyelundupan heroin Mary Jane Veloso.

Acara 'Doa Bersama untuk Mary Jane dan Korban Perdagangan Orang' itu sebagai bentuk ucapan syukur atas pemindahan Mary Jane dari Indonesia kembali ke Filipina setelah 14 tahun.

Doa bersama itu digelar secara hybird melalui daring dan luring di Kantor Interfidei, Banteng Utama, Kaliurang, Sleman.

"Maksud dari acara pada malam hari ini doa syukur kita bersama atas apa yang sudah dialami oleh Mary Jane Veloso yang kita tahu bersama-sama sudah selama 14 tahun mendekam di penjara dengan ketidakpastian hukum," kata Direktur Institut DIAN atau lebih dikenal dengan Interfidei, Elga Sarapung, Rabu malam.

Baca Juga: Dipindah ke Lapas Jakarta, Mary Jane: Bahagia Banget

Elga yang sempat bertemu dengan Mary Jane di Lapas Wonosari, Gunungkidul beberapa waktu lalu menyampaikan kekagumannya kepada kegigihan Mary Jane. Apalagi warga Filipina itu sudah mahir berbahasa Indonesia bahkan Jawa.

"Syukur kita kepada Tuhan bahwa doa-doa kita semua, siapapun yang selama ini mendukung perjuangan Mary Jane dan kita semua untuk keadilan kebenaran itu sudah secara bertahap benar-benar mulai dirasakan," ujarnya.

"Kita semua berharap kelanjutan proses ini akan tentu sangat menggembirakan kita nanti dan kami yakin Tuhan tidak menutup mata perjuangan kita ini," imbuhnya.

Sementara itu, Ibunda Mary Jane, Celia Veloso yang menyapa secara daring mengucapkan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung perjuangan sang putri hingga akhirnya bisa kembali ke Filipina setelah belasan tahun.

"Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada kalian semua atas semua dukungan kalian untuk putri saya. Seluruh keluarga saya sangat bahagia, karena Mary Jane akhirnya pulang bersama kami," tutur Celia.

Baca Juga: Update Kasus Mary Jane: Natal di Jogja, Belum Ada Kepastian Pemulangan

Meskipun bahagia bisa kembali pulang ke negara kelahirannya, namun kata Celia, Mary Jane juga bersedih meninggalkan orang-orang yang membersamai dia selama di Indonesia. Misalnya saja kepada Romo Bernhard Kieser yang selama ini menjadi pendamping rohaninya.

Celia mengaku sebenarnya hendak mengunjungi Mary Jane ketika berada di Indonesia dalam waktu dekat. Namun rencana itu dibatalkan setelah kepulangan Mary Jane semakin cepat direalisasikan.

"Ketika Mary Jane masih di sana, dia meminta saya untuk membawa makanan Filipina favoritnya, daging babi adobo, karena dia ingin memberikan adobo itu kepada kalian semua [orang-orang di Indonesia]," tuturnya.

"Namun sayangnya kami tidak dapat mengunjungi Anda karena ia sudah dijadwalkan untuk dibawa pulang," imbuhnya.

Mary Jane yang telah mendarat di Filipina pagi tadi disambut keluarga dengan sukacita. Mereka bahkan menunggu di bandara meskipun saat itu belum bisa langsung mendekatinya.

Celia mengungkap bahwa sang suami sekaligus ayah Mary Jane, Caesar Veloso hampir pingsan ketika menjemput kedatangan anaknya di bandara sebab tak bisa langsung memeluknya.

Namun kini, setelah Mary Jane dibawa ke lembaga pemasyarakatan perempuan di Filipina, keluarga sudah bisa bertemu langsung dengan Mary Jane.

"Ketika kami berada di dalam lembaga pemasyarakatan wanita, kami akhirnya melihat Mary Jane, kami berpelukan erat, kami juga sangat senang karena kami akhirnya bisa melihat Mary Jane dan sekarang kami dapat mengunjunginya kapan saja sepanjang hari, kapan saja kami mau, dia sekarang lebih dekat dengan kami," ungkapnya.

Sebelumnya diketahui Pemerintah Indonesia telah memindahkan Mary Jane Veloso ke Filipina via Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten pada Rabu dini hari.

Mary Jane merupakan terpidana mati kasus penyelundupan 2,6 kilogram heroin yang ditangkap di Bandara Adisutjipto Yogyakarta pada April 2010.

Load More