SuaraJogja.id - Apa yang terbesit dalam angan ketika mendengar duka?
Apa yang mengusik ketenangan ketika kepemilikan berakhir dengan kehilangan?
Penolakan diiringi kemarahan berujung penerimaan. Kita semua mengalaminya, dan mungkin akan terus diuji berulang kalinya.
Namun, sempatkah kita bertanya, mampukah kita benar-benar menatap duka, dengan kedua mata kita?
Baca Juga: Hadirkan ART MUSIC FESTIVAL 2022, Ini Sederet Acara yang Bisa Dinikmati di The 101 Yogyakarta Tugu
Duka yang sering diabaikan, yang acapkali disisihkan dengan pelarian berdalih kepentingan, kini berjejeran dengan indah nan menantang di atas dinding Galeri Rumah DAS. Duka tersebut dipanggil dengan Five Stages of Grief.
Five Stages of Grief adalah elemen kolaboratif dan interaktif yang diciptakan oleh lima seniman muda asal Universitas Sebelas Maret, Solo, Jawa Tengah. Mereka adalah Bayu Aji Saputra, Fathi Mohammed, Narent, Sanju Muhammad, Zhalifun Nafsi.
Berkat dukungan dan kepercayaan Dyan Anggraini Rais selaku pemilik Rumah DAS, kelima mahasiswa ini menyempurnakan program magang mereka dengan satu karya penuh makna yang berbicara.
Bersama teknik Graphite on Canvas, Bayu Aji Saputra dan kawan-kawan menorehkan lima tahapan duka dalam sapuan-sapuan tipis yang sejatinya mengusik. Sebab, tak semua orang berkesempatan melalui lima tahapan yang dicanangkan oleh psikiater Swiss-Amerika, Elisabeth Kübler-Ross tersebut.
Sebagian besar dari kita bertarung bertahun-tahun dalam penolakan (denial) dan berebut kursi dengan kemarahan (anger). Sebagian yang lain harus tawar menawar (bargaining) dengan diri sendiri demi menyambung kehidupan.
Beberapa dari kita melewati ketiga tahapan dan menjebak diri dalam depresi (depression). Hingga hanya yang beruntung di antara kita yang berjabatan tangan dengan penerimaan (acceptance).
Sekali lagi, menurut Suarajogja.id, Five Stages of Grief memang mengusik. Namun usikan ini bukan apa-apa dibandingkan dengan kawan dari lukisan ini.
Jika Anda berkenan mundur sejenak, Anda akan dipertemukan dengan sebuah patung hitam berwujud manusia yang duduk sembari menyilangkan kedua kaki. Karya lain dari Fathi Mohammed ini dinamai dengan Mori.
"Ketika beberapa seniman mencoba untuk melihat ke luar (diri mereka dalam berkarya), (Fathi selaku pencipta) mencoba bertapa dan melihat ke dalam," begitu lah keterangan menarik yang disampaikan dua kurator Pameran Moda-Modif, Hilmi Reyhan dan Polanco S. Achri dalam tur kuratorial pada Jumat (20/12/2024) kemarin.
Mori tampil di tengah-tengah hiruk pikuk pengunjung yang bergantian menyaksikan lukisan-lukisan di samping kiri dan kanan. Namun daya tarik magnet yang terpancar, tak membendung rasa penasaran bagi mereka yang berpapasan.
Hitam di atas putih, Mori duduk dengan tenang dengan dua mata terpejam. Karena saat matanya terpenjam, mata para pengunjung yang akan menatap duka di hadapan.
Sedari awal, Mori dipertunjukkan sebagai rekan kolaboratif dari Five Stages of Grief untuk membuka dialog dalam ruang mereka yang bersedia membuka mata untuk menggantikan Mori.
Cara menikmatinya sederhana. Anda hanya perlu berdiri di belakang Mori dan menatap gambar berukuran 250 x 150 sentimeter yang ada di depan Mori.
Posisikan Anda sebagai seseorang yang menyerah atas apa yang terjadi di luar kendali, berbicara dengan apa yang tersimpan di hati, dan menatap duka yang mungkin tak pernah diakui. Kemudian, dengan perlahan, pertanyakan, dimana posisi Anda di gambar tersebut.
Apakah Anda adalah dia yang duduk di atas singgasana, dengan penolakan yang terus mengembara. Apakah Anda adalah dia yang berteriak meluapkan kemarahan, dengan bongkahan-bongkahan di belakang.
Apakah Anda adalah dia yang berlutut dan tawar-menawar dengan Tuhan. Apakah Anda adalah dia yang bergantung pada kenangan dan berkutat pada kesepian yang disimbolkan oleh seekor burung hantu.
Atau, apakah Anda adalah seekor domba yang terbang ke kahyangan, mengarungi penerimaan, dan mendambakan kebebasan?
Kolaborasi Five Stage of Grief dan Mori ini akan meninggalkan pengalaman yang mengesankan bagi Anda. Anda yang datang dengan bejibun pertanyaan mungkin saja pulang dengan harapan. Begitu lah secuil keindahan dalam Pameran Moda-Modif yang digelar di Galeri Rumah DAS, Yogyakarta ini.
Dibuka sejak 20 Desember 2024, pameran seni ini akan dipersembahkan hingga 11 Januari 2024. Lokakarya, tur kuratorial, Pasar SETUPON, hingga bincang buku menyertai perayaan seni Moda-Modif.
Cek informasi selanjutnya di media sosial Rumah DAS dan Suara.com. Sampai jumpa di perayaan seni Moda-Modif!
Berita Terkait
-
Kenali Penyakit Kanker Serviks, IDI Borong Berikan Informasi Pengobatan
-
Sederetan Artis Indonesia yang Tutup Usai di Tahun 2024
-
Kabar Duka, Febriansyah Pemain Film Laskar Pelangi Meninggal Dunia
-
Rusia Tangkap Warga Uzbekistan, Dituduh Terlibat Pembunuhan Jenderal Senior di Moskow
-
Tewasnya Satu Keluarga di Ciputat Masih Misterius, Polisi: Ketiga Mayat Ada Luka di Leher
Terpopuler
- STY Ancam Rizky Ridho: Kamu Nggak Bakal Saya Mainkan!
- Kimberly Ryder Baru Sadar Edward Akbar NPD Usai Cerai
- Daftar 4 Artis Indonesia Peluk Kristen Pulang Umrah, Termasuk Paman Ivan Gunawan hingga Lukman Sardi!
- Reaksi Guru Kiano saat Peluk Paula Verhoeven Disorot: Tanpa Kata...
- Gibran Terciduk Ulangi Kesalahan Penggunaan 'Para', Warganet: Beneran Nggak Ngerti atau Sengaja?
Pilihan
-
Jalan Poros Menuju IKN Longsor dan Terbelah Dua, Warga Rekam Kejadian Mencekam
-
Meninggal Dunia, Awang Faroek Tinggalkan Filosofi Ikhlas dan Kejujuran dalam Kerja
-
Awang Faroek Ishak Meninggal Dunia, Kalimantan Timur Berduka
-
BRIDA Kaltim Buka Peluang bagi Pelajar SMA/SMK untuk Menjadi Peneliti Handal
-
Bertahan Hidup di Laut, Kukuh Bawa Jenazah Temannya Selamat ke Pelabuhan
Terkini
-
Mori Menatap Duka: Pengalaman Paling Berkesan dalam Pameran Moda-Modif
-
Peringati Hari Ibu, Aisyiyah: Momentum Refleksi Kehidupan Perempuan Indonesia
-
Pimpinan DPRD Gunungkidul Mengaku Sebagai Korban dalam Video Mesum Viral, Sempat Dimintai Uang Jutaan Rupiah
-
Perempuan di Kulon Progo Diajak Berkontribusi Siapkan Generasi Emas
-
Nonaktifkan Aksesibilitas, Nikmati Keamanan Transaksi BRImo di Smartphone Anda