SuaraJogja.id - Program makan bergizi gratis (MBG) bagi siswa disambut baik oleh para guru dan siswa. Namun tidak dengan penjaga kantin sekolah yang selama ini penghasilannya bergantung pada uang jajan para siswa.
Menanggapi hal ini, Pakar Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM), Wahyudi Kumorotomo menilai kantin sekolah tetap bisa hidup meskipun ada program MBG. Salah satunya melalui kerjasama dengan penyelenggara.
"Kalau kantin kemudian bisa bekerja sama dengan penyelenggara itu saya kira enggak ada masalah, kantin nanti tinggal menyediakan paket-paket sesuai dengan kebutuhan. Dia tetap bisa hidup lalu program makan bergizi gratis tetap bisa jalan dengan baik," kata Wahyudi kepada wartawan, Rabu (15/1/2025).
Menurut Wahyudi, kantin sekolah tetap bisa menyediakan makanan sesuai dengan kebutuhan anak-anak. Terutama dalam hal penyediaan gizi seimbang.
Apalagi ketika kemudian kantin sekolah bekerja sama dengan pihak penyelenggara MBG. Kualitas makanan pun akan lebih terkontrol secara mutu.
"Yang menjadi persoalan sebenarnya kita sering melihat kantin itu tidak betul-betul dikontrol kualitas. Tidak diperhatikan higenisnya, cara pengolahan," ucapnya.
Sementara itu, Ahli Gizi dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Toto Sudargo menyebut program MBG seharusnya menjadi momentum kantin sekolah untuk menaikkan level.
"Memang justru sesungguhnya ketika ada MBG itu kantin harusnya bisa menaikkan levelnya lagi menjadi lebih bagus, upgrade, yang dijual bukan lagi pada food instan atau makanan instan," ujar Toto.
Kantin kemudian bisa melihat dan membandingkan makanan gratis yang dibagikan seperti apa. Kemudian dapat membuat hal serupa untuk jajanan yang dijual di kantin sekolah.
Baca Juga: KPK Panggil Hasto, Pukat UGM: Segera Sidangkan, Jangan Berlarut-larut
Disampaikan Toto, sudah semestinya pengelola kantin tidak terjebak pada kuantitas makanan saha. Melainkan mengutamakan kualitas makanan yang disajikan.
"Misalnya nasi kuning, ada cacahan telur dadar, ada sayurnya. Anak-anak itu ada sifat tidak melihat volume tapi cantiknya, menarik. Itu yang penting di sana kantin harus bisa mengubah yang dijual menjadi lebih menarik," tegasnya.
"Justru sekarang kita harus mengubah penjualan yang tadinya volume besar perkecil tapi enak, itu caranya. Sehingga seandainya produknya itu tidak habis ruginya tidak banyak-banyak amat," tambahnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
Ingatkan Warga Waspada Cuaca Ekstrem, BPBD Yogya Soroti Kerentanan Kawasan Wisata
-
Berawal dari Bosan Menu Sarapan, Nada Menemukan Jalan Usaha Lewat Sushi Pagi
-
10 Tahun Pakai Biogas, Warga Sleman Tak Khawatir Jika LPG Langka atau Mahal
-
Teras BRI Kapal, Perbankan Terapung bagi Masyarakat di Wilayah Pesisir dan Kepulauan
-
Lika-liku Jembatan Kewek yang Rawan Roboh, Larangan Bus, dan Kemacetan hingga Stasiun Tugu