SuaraJogja.id - Presiden Prabowo Subianto resmi menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Negara dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun 2025.
Inpres tersebut ditujukan kepada para menteri Kabinet Merah Putih, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, kepala lembaga pemerintah nonkementerian, pimpinan kesekretariatan lembaga negara, gubernur, dan para bupati/wali kota.
Pada diktum pertama presiden menguinstruksikan jajaran untuk melakukan peninjauan ulang sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing dalam rangka efisiensi atas anggaran belanja mulai dari kementerian atau lembaga (K/L) dalam APBN 2025, kemudian APBD 2025, dan transfer ke daerah dalam APBN 2025 dengan berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Inpres itu nyatanya langsung berdampak pada industri Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) di DIY. Hal ini diungkapkan oleh Ketua PHRI DIY Deddy Pranowo Eryono.
"Betul [terdampak]. Itu 2025 ya. Jadi sudah reservasi lalu dari kementerian-kementerian meng-cancel karena ada Inpres nomor 1 tahun 2025 itu," kata Deddy saat dihubungi, Rabu (29/1/2025).
Padahal MICE di DIY memiliki kontribusi besar dalam perekonomian khususnya industri perhotelan. Apalagi tren dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan.
"Kalau mice di DIY besar, hampir 50 persen. Lah ini sudah habis kita," ucapnya.
Dia menuturkan bahwa pembatalan reservasi MICE sudah lebih dari 40 persen yang dilakukan oleh kementerian-kementerian. Pembatalan itu dimulai pada bulan depan dan selama satu tahun ke depan.
Apalagi, Deddy bilang, penyumbang MICE didominasi adalah pemerintah. Kemudian didukung oleh perusahaan swasta dan yang lain.
Kondisi ini menjadi tantangan bagi dunia hotel dan restoran pada 2025. Jika tidak ditinjau ulang maka, Deddy mengatakan instruksi tersebut akan menyebabkan efek domino yang besar.
"Dampaknya bukan hanya PHRI, kan PHRI punya mata rantai yang cukup luas, ada UMKM, travel agen, EO, dan tenaga kerja kita, kalau seperti itu tenaga kerja kita kan juga bakal dikurangi, kan bisnis kita harus melihat reveneu," katanya.
"Jadi saya kira kebijakan itu bagi kami PHRI perlu ditinjau ulang. Perekonomian tidak akan bisa berjalan kalau itu diterapkan, terutama di daerah. Perlu diketahui bahwasanya kami salah satu penyumbang pajak terbesar," tambahnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Lupakan Louis van Gaal, Akira Nishino Calon Kuat Jadi Pelatih Timnas Indonesia
- Mengintip Rekam Jejak Akira Nishino, Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia
- 7 Mobil Keluarga 7 Seater Seharga Kawasaki Ninja yang Irit dan Nyaman
- Link Download Logo Hari Santri 2025 Beserta Makna dan Tema
- Baru 2 Bulan Nikah, Clara Shinta Menyerah Pertahankan Rumah Tangga
Pilihan
-
5 Laga Klasik Real Madrid vs Juventus di Liga Champions: Salto Abadi Ronaldo
-
Prabowo Isyaratkan Maung MV3 Kurang Nyaman untuk Mobil Kepresidenan, Akui Kangen Naik Alphard
-
Suara.com Raih Penghargaan Media Brand Awards 2025 dari SPS
-
Uang Bansos Dipakai untuk Judi Online, Sengaja atau Penyalahgunaan NIK?
-
Dedi Mulyadi Tantang Purbaya Soal Dana APBD Rp4,17 Triliun Parkir di Bank
Terkini
-
Sempat Dilema, Pemda DIY Gaspol Rencana PSEL untuk Kelola Sampah 1.000 Ton per Hari
-
Kasus Perusakan Polda DIY: Mahasiswa UNY Ditahan, Restorative Justice Jadi Solusi?
-
Rahasia DANA Kaget di Sini, Klik Linknya, Dapatkan Saldo Gratis Sekarang
-
Nermin Haljeta Menggila, PSIM Hancurkan Dewa United di Kandang Sendiri
-
Pemilik Resto Diperiksa, Fakta Baru di Balik Tewasnya Bocah Tertimpa Kentongan di Kulon Progo