SuaraJogja.id - Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi menyambut baik keputusan pemerintah yang membolehkan pengecer atau warung kelontong untuk kembali menjual LPG 3 Kg. Diketahui aturan itu sempat diubah oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mieral (ESDM), Bahlil Lahadalia hingga menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Adapun perubahan kembali kebijakan soal mekanisme pembelian LPG 3 kg itu diinstruksikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto.
"Syukurlah. Saya kira itu keputusan tepat ya, kalau misalnya itu dari Pak Prabowo, artinya Pak Prabowo memang benar-benar komitmen dalam keberpihakan pada rakyat kecil. Nah dengan ditariknya kembali saya kira itu suatu keputusan yang tepat," kata Fahmy, Rabu (5/2/2025).
Menurut Fahmy kebijakan Kementerian ESDM belakangan yang melarang pengecer menjual LPG 3 kg subsidi mulai 1 Februari lalu menyengsarakan rakyat kecil dan miskin. Pasalnya ada potensi penutupan usaha jika kebijakan itu tak dicabut.
Sejak ditetapkan pun antrean pembelian LPG 3 kg mengular di beberapa daerah. Paling parah ada seorang perempuan yang tewas saat mengantre gas bersubsidi tersebut.
"Nah kebijakan Bahlil itu mencederai rakyat kecil, ini dikoreksi oleh Pak Prabowo dan saya kira ini sangat melegakan," ujarnya.
"Barang kali Pak Prabowo perlu mengingatkan bahkan memberitahu kepada Bahlil jangan terulang lagi seperti itu. Itu mencederai komitmennya," imbuhnya.
Disampaikan Fahmy, sejak awal kebijakan pelarangan pengecer menjual LPG 3 kg itu tidak perlu. Mengingat jalur distribusi dari pangkalan memang sudah sampai ke akar rumput melalui pengecer.
Konsumen pun, kata dia, tentu menghendaki jarak yang dekat atau kemudahan akses saat hendak membeli LPG 3 kg. Apalagi yang membutuhkan gas tersebut dalam intensitas lebih.
Baca Juga: Kebijakan sempat Diubah, Bahlil Sebut Penyalahgunaan LPG 3 Kg oleh Oknum Pengecer Terjadi sejak 2023
"Sehingga kalau misalnya di pengecer itu lebih mahal dibanding di pangkalan itu kan dia [masyarakat] enggak masalah, toh itu marginnya pengecer tadi kemudian juga konsumen tadi dekat dengan lokasinya sehingga enggak perlu transportasi," ungkapnya.
"Ada kemudian juga kadang-kadang 24 jam, misalnya dia butuh malam, tapi kalau di pangkalan kan enggak bisa. Sehingga itu sangat menyusahkan bagi konsumen khususnya rakyat miskin," tambahnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pemain Terbaik Liga 2: Saya Siap Gantikan Ole Romeny!
- Pemain Arsenal Mengaku Terbuka Bela Timnas Indonesia
- 1 Detik Pascal Struijk Resmi Jadi WNI, Cetak Sejarah di Timnas Indonesia
- 4 Sedan Bekas Murah di Bawah Rp 30 Juta: Perawatan Mudah, Cocok untuk Anak Muda
- Pelatih Belanda Dukung Timnas Indonesia ke Piala Dunia: Kluivert Boleh Ambil Semua Pemain Saya
Pilihan
-
Jelang Super League, PSIM Yogyakarta Ziarahi Makam Raja: Semangat Leluhur untuk Laskar Mataram
-
Hasil Piala AFF U-23 2025: Thailand Lolos Semifinal dan Lawan Timnas Indonesia U-23
-
42 Ribu Pekerja Terkena PHK di Tahun Pertama Prabowo Menjabat
-
BPK Ungkap Rp3,53 Triliun Kerugian Negara dari Era SBY Hingga Jokowi Belum Kembali ke Kas Negara
-
5 Rekomendasi HP 5G Xiaomi di Bawah Rp 4 Juta Terbaru Juli 2025
Terkini
-
Bantul Beri Angin Segar: Program Pemberdayaan Masyarakat Padukuhan Siap Tekan Kemiskinan & Stunting
-
7 Pelanggaran Ini Jadi Incaran Polisi di Operasi Patuh Progo 2025! Jangan Sampai Kena
-
Mutasi Pejabat Sleman: Bupati Harda Ancam Rotasi Cepat Jika Kinerja Jeblok
-
Dulu Aman dari Kekeringan, Kini Srandakan Bantul Krisis Air: Apa yang Terjadi dengan Sungai Progo?
-
Rahasia Jogja Kurangi Sampah Hingga 70 Persen: Insentif Penggerobak jadi Kunci