SuaraJogja.id - Bank Sampah Sido Mulyo RW 02 Kelurahan Kotabaru, Gondokusuman, Kota Yogyakarta melakukan budidaya magot. Budidaya magot ini menjadi salah satu metode warga untuk mengolah sampah organik, terutama sisa makanan.
Pengelola budidaya magot Bank Sampah Sido Mulyo, Jumeno, menuturkan budidaya magot tersebut sudah dilakukan sejak tahun 2023. Berbeda dari budidaya magot di tempat lainnya, budidaya magot bank sampah ini tidak menimbulkan bau.
"Tidak menimbulkan bau busuk lantaran sisa makanan yang digunakan untuk memberi makan magot terlebih dahulu kami cuci. Setelah dicuci kemudian ditekan-tekan biar jadi bubur baru diberikan dedak," kata Jumeno, dalam keterangannya, Minggu (9/3/2025).
Disampaikan Jumeno, dalam sehari magot-magot tersebut mampu mengurangi sampah organik milik warga sekitar 1 kg. Sampah organik ini terdiri dari sisa nasi, sisa sayur, kulit pisang, kulit papaya, dan lainnya.
Baca Juga: Bebas dari Lapas, Imigrasi Yogyakarta Deportasi WNA India Penyelundup Sabu
"Sampah sisa makanan didapatkan dari warga sekitar anggota Bank Sampah Sido Mulyo yang rutin menyetorkan sampah sisa makanan," tuturnya.
Jumeno bilang dalam sekali panen biasanya berkisar sekitar 0,5 kg magot. Hasil panenan itu kemudian dimanfaatkan untuk pakan ternak milik warga sekitar yang membutuhkan.
Selain untuk pakan, sebagian magot juga dijadikan pupa untuk dilanjutkan dalam proses daur hidupnya menjadi kepompong, lalat, dan kembali bertelur menjadi magot.
"Magot-magot ini biasanya untuk pakan burung maupun pakan ayam milik warga. Warga jadi tidak keluar uang lagi untuk membelikan pakan untuk ternak mereka," ungkapnya.
Sementara itu Ketua Bank Sampah Sido Mulyo, Surtinah, mengatakan selain memanfaatkan budidaya magot untuk mengurangi sampah organik rumah tangga, warga di RW 2 Kotabaru juga memilah sampahnya menggunakan biopori.
Baca Juga: Antisipasi Sampah Luar Masuk ke Kulon Progo, Ambar Purwoko: Kalau Ada Lapor Kami Beri Hadiah
"Untuk budidaya magot di RW 02 ini sudah ada dua RT yang melakukan budidaya tapi yang satu masih pemula. Untuk biopori, setiap rumah sudah ada sekitar dua unit biopori. Untuk RT 07 sendiri total ada 40 unit biopori," ujar Surtinah.
Lalu untuk sampah anorganik dari warga akan dijual melalui Bank Sampah. Penimbangannya pun dilakukan tiap sebulan sekali.
"Total anggota kami 28 orang, ini aktif semua," ujarnya.
Kendati sudah berjalan, Surtinah berharap ada dukungan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Yogya. Terkhusus untuk pelatihan dan pendampingan lebih lanjut.
"Karena dulu pelatihannya cuma dari perorangan. Jadi kalau dari dinas mengadakan pelatihan mungkin bisa berkembang lebih banyak," harapnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 3 Tempat Netral yang Lebih Cocok Jadi Tuan Rumah Round 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
- Drawing Round 4 Kualifikasi Piala Dunia: Timnas Indonesia Masuk Pot 3, Siapa Lawannya?
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas Murah Berdesain Mewah: Harga Mulai Rp 60 Jutaan
- Striker Langganan STY Tak Dipanggil Patrick Kluiver Berakhir Main Tarkam
- 5 Mobil Bekas buat Touring: Nyaman Dalam Kabin Lapang, Tangguh Bawa Banyak Orang
Pilihan
-
Timnas Indonesia Dilumat Jepang, Media Korsel: Penak Jaman STY Toh?
-
Update Ranking FIFA Timnas Indonesia, Turun Usai Dibantai Jepang!
-
4 Motor Baru QJMotor Meluncur Sekaligus Minggu Ini di Indonesia, Ada Pesaing Yamaha Aerox?
-
Eksklusif dari Jepang: Tifo Suporter Timnas Indonesia Banjir Tepuk Tangan
-
Perang Harga Mobil di China, Geely Ungkit Kasus Tangki Bensin Bermasalah BYD
Terkini
-
Dikritik Seknas Fitra, Jogja Usulkan Pengembangan Empat Kampung Nelayan Merah Putih
-
Helm Jatuh Picu Tabrakan di Sleman, Ini Tips Aman Berkendara di Situasi Ramai
-
BSU Efektif Dongkrak Ekonomi? Ekonom UGM Ungkap Fakta Mengejutkan Soal Dampak Jangka Panjang
-
PSIM Liga 1, Sultan Izinkan Stadion Maguwoharjo jadi Homebase
-
Sidang Ijazah Palsu Jokowi: Mediasi Berjalan, UGM Tolak Mentah-Mentah Serahkan Ijazah?