Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 18 Maret 2025 | 18:21 WIB
Civitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar aksi 'Tolak Revisi UU TNI' di Balairung UGM, Selasa (18/3/2025). [Hiskia/Suarajogja.id]

Hal tersebut adalah prinsip negara hukum demokratis dan secara eksplisit dijamin dalam UUD 1945.

TNI dan ketentuan yang mengaturnya, harus tunduk pada konstitusi.

Keutamaan prinsip ini menjadi bagian penting dari semangat Reformasi 1998.

Apalagi dituangkan dalam TAP MPR Nomor X Tahun 1998, TAP MPR Nomor VI Tahun 1999 dan TAP MPR Nomor 7
Tahun 2000.

Baca Juga: Jerat Hukum Menanti Pengkritik RUU TNI: Pakar Hukum Soroti Ancaman Kriminalisasi Masyarakat Sipil

"Pelanggaran hukum, tindakan pidana, yang dilakukan oleh militer, haruslah tunduk di bawah sistem hukum pidana sipil. Bila hal mendasar seperti ini saja tidak pernah diupayakan sungguh-sungguh dalam bernegara, maka tak mengejutkan, TNI akan banyak melakukan kesewenang-wenangan, dan bahkan kerap tanpa pertanggungjawaban hukum, atau impunitas," ujar Munjid.

Dia menilai selama ada sistem hukum impunitas terhadap TNI, maka pembicaraan apapun tentang peran TNI menjadi tak relevan dan tak pernah bisa dipertanggungjawabkan.

"Artinya, tidak ada urgensinya membahas perubahan UU TNI," imbuhnya.

Apalagi jika prosesnya dilakukan secara tertutup dan tersembunyi di hotel mewah, yang notabene bukan di rumah rakyat yakni Gedung DPR.

Proses ini secara terang-terangan mengingkari putusan Mahkamah Konstitusi soal pentingnya partisipasi publik yang bermakna dalam pembentukan hukum.

Baca Juga: Kronologi Siswa SD di Sleman Terkena Mercon, Dilarikan ke Rumah Sakit dengan Luka Mengerikan

"Publik berhak didengarkan, dipertimbangkan dan mendapatkan penjelasan dalam proses pembentukan hukum," tegasnya.

Load More