SuaraJogja.id - Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Yudistira Hendra Permana, menyoroti dampak revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) terhadap masa depan generasi muda. Ia menilai revisi tersebut berpotensi mengancam lapangan pekerjaan bagi masyarakat sipil.
Kekhawatiran itu tidak disampaikan tanpa alasan. Pasalnya revisi UU TNI itu turut memungkinkan anggota TNI mengisi posisi di instansi non-militer.
"Jika TNI merasa bisa mengurus hal lain di luar fungsi utamanya, maka kita harus menolak itu. Kembalikan fungsi TNI sebagaimana mestinya agar tidak mengganggu sektor lain," kata Yudistira, pada Rabu (19/3/2025).
Menurut Yudis, revisi UU TNI ini bisa membawa Indonesia kembali ke era Orde Baru, ketika TNI memiliki peran dwifungsi dan masuk ke berbagai sektor kehidupan sipil. Ia kembali mengingatkan bahwa kondisi tersebut justru bertentangan dengan semangat reformasi yang telah diperjuangkan selama lebih dari dua dekade.
Selain itu, Yudis turut menyoroti potensi berkurangnya lapangan pekerjaan bagi generasi muda. Apalagi ketika kemudian posisi strategis di instansi pemerintahan dan sektor lainnya justu malah diisi oleh anggota militer.
"Ini juga resiko bagi generasi muda, karena bisa jadi itu nanti akan diisi oleh orang-orang dari militer yang pada akhirnya akan mengurangi lapangan pekerjaan bagi generasi muda," ungkapnya.
Dalam kesempatan ini Yudis mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjaga agenda reformasi dan menolak kebijakan yang berpotensi membawa kemunduran demokrasi. Menurutnya, reformasi bukan sekadar agenda masa lalu, tetapi harus terus dijaga agar Indonesia tetap berada di jalur demokrasi yang sehat.
"Kita mengajak insan akademisi dan masyarakat sipul untuk menjaga agenda reformasi. Itu agenda tidak main-main dan kita harus jaga rawat sampai kapanpun indonesia berdiri," tegasnya.
Lebih lanjut, ia meminta pemerintah dan DPR untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang dari revisi UU TNI terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Yudis menegaskan jika revisi UU TNI ini benar disahkan maka merupakan kemundurkan bagi Indonesia.
Baca Juga: Ekonom UGM Soroti Isu Sri Mulyani Mundur, IHSG Bakal Memerah dan Sentimen Pasar Negatif
"Ini [jika disahkan] merupakan kemunduran demokrasi bagi kita sendiri, tidak menjaga reformasi. Apa artinya reformasi 20an tahun yang lalu," pungkasnya.
Terpisah direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra menilai, perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit aktif dalam RUU TNI ini berbahaya. Salah satunya karena bisa menjadi celah bagi pemerintah untuk menempatkan anggota TNI aktif sebagai Jaksa Agung RI. Seperti Kepala Basarnas dan Kepala BNPT. Meskipun Wakil Ketua DPR RI Sufmi Ahmad Dasco mengklaim prajurit TNI aktif hanya akan menjabat Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer atau Jampidmil.
“Tidak ada tafsir atau penjelasan resmi terkait hal tersebut. Karena itu sangat mungkin jabatan Jaksa Agung bisa ditempati oleh militer aktif seperti Kepala Basarnas dan kepala BNPT,” kata Ardi kepada Suara.com, Senin (17/3/2024).
Berdasar catatan Suara.com di masa pemerintahan Presiden B.J Habibie, Jaksa Agung RI pernah dijabat oleh anggota TNI aktif, Letjen Andi Muhammad Ghalib. Jenderal TNI bintang tiga itu sempat dituding Indonesia Corruption Watch (ICW) menerima uang ratusan juta terkait penanganan perkara bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Ghalib lalu dinonaktifkan sebagai Jaksa Agung RI pada Juni 1999.
Sementara Ardi menilai penambahan Kejaksaan Agung RI sebagai lembaga yang bisa dijabat anggota TNI aktif sangat tidak tepat. Sebab fungsi TNI sejatinya sebagai alat pertahanan negara. Sementara Kejaksaan Agung RI merupakan lembaga penegak hukum.
Imparsial sejak awal bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan juga telah menolak pembentukan Jampidmil. Terlebih Jampidmil hanya menangani perkara koneksitas yang sebenarnya bisa dilakukan secara kasuistik dengan membentuk tim ad hoc gabungan Kejaksaan Agung RI dan oditur militer.
Diketahui, RUU TNI yang sedang dikebut oleh DPR ramai diprotes oleh masyarakat karena disebut-sebut ingin menghidupkan lagi Dwifungsi ABRI di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Bahkan, rapat RUU TNI yang digelar di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat pada Sabtu (15/3/2025) menjadi sasaran penggerudukan dari Koalisi Masyarakat Sipil karena dianggap dilaksanakan secara diam-diam.
Berita Terkait
-
RUU TNI Intervensi Ranah Sipil? Pakar Hukum UMY Ingatkan Ancaman Kemunduran Demokrasi
-
UGM Tolak Revisi UU TNI, Proses Tertutup di Hotel Mewah Abaikan Suara Rakyat
-
Jerat Hukum Menanti Pengkritik RUU TNI: Pakar Hukum Soroti Ancaman Kriminalisasi Masyarakat Sipil
-
Kronologi Siswa SD di Sleman Terkena Mercon, Dilarikan ke Rumah Sakit dengan Luka Mengerikan
Terpopuler
- Perbandingan Konsumsi BBM Mitsubishi Destinator vs Innova Zenix, Irit Mana?
- FC Volendam Rilis Skuad Utama, Ada 3 Pemain Keturunan Indonesia
- Nggak Perlu Jutaan! Ini 6 Sepatu Jalan Kaki Brand Lokal Terbaik di Bawah 500 Ribu
- Tukang Jahit Rumahan di Pekalongan Syok "Ditagih" Pajak Rp2,8 Miliar
- 5 SUV 7 Penumpang Alternatif Destinator, Harga Lebih Murah, Pajak Ringan!
Pilihan
-
Rahasia Dean Henderson Tundukkan Algojo Liverpool: Botol Minum Jadi Kunci
-
Bos Danantara Sebut Pasar Modal Motor Ekonomi, Prabowo Anggap Mirip Judi
-
Jelang HUT RI! Emiten Tekstil RI Deklarasi Angkat Bendera Putih dengan Tutup Pabrik
-
Update Pemain Abroad: Nathan Tjoe-A-On Debut Pahit, Eliano Menang, Mees Hilgers Hilang
-
Pilih Nomor 21, Jay Idzes Ikuti Jejak Pemain Gagal Liverpool di Sassuolo
Terkini
-
Bendera One Piece Bikin Heboh, Deddy Corbuzier Beri Lampu Hijau dengan Syarat Ini
-
TPR Parangtritis Dipindah! Kabar Baik untuk Wisatawan & Warga Gunungkidul
-
Drama di Lift Hotel Jogja, Atlet Bulu Tangkis Muda Terjebak, Damkarmat Turun Tangan
-
4 Ledakan Gagal Hancurkan Mortir di Sleman, Warga Diimbau Mengungsi untuk Peledakan Lanjutan
-
Bye-bye Parkir ABA, Lihat Penampakan Parkir Baru di Ketandan, Anggarannya Fantastis