SuaraJogja.id - Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) akan mengembalikan model jurusan di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) pada 2 Mei 2025 mendatang.
Program peminatan yang sebelumnya dilonggarkan melalui Kurikulum Merdeka, kini dikembalikan ke pola jurusan IPA, IPS, dan Bahasa seperti pada Kurikulum 2013.
Namun, kebijakan yang diklaim pemerintah untuk menunjang pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA) sebagai pengganti Ujian Nasional (UN) ini pun menuai pro dan kontra di kalangan guru dan sekolah.
Sebab hingga akhir April 2025 ini, petunjuk teknis (juknis) dan struktur resmi terkait implementasi kurikulum baru tersebut belum diterbitkan.
Baca Juga: Soal Rencana Sekolah Rakyat, Wali Kota Yogyakarta Pertimbangkan Kolaborasi Bersama Tamansiswa
Padahal persiapan penerimaan peserta didik baru (PPDB) akan dimulai pada Juli 2025 nanti.
"Kami sebagai pelaksana pendidikan tetap mengikuti perubahan kebijakan, tapi tanpa adanya juknis, bagaimana kami harus menyusun struktur kurikulum dan pengelolaan mata pelajaran siswa," ujar Kepala SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta, Retno Sumirat disela Diskusi Buku 'Terang' dan Gelar Karya Gelar Karya P5 Kurikulum Merdeka di Yogyakarta, Sabtu (26/4/2025) kemarin.
Menurut Retno, saat ini menerapkan kombinasi antara kurikulum nasional dan Kurikulum Merdeka. Sistem pemilihan mata pelajaran berbasis minat, bakat, dan hasil psikotes tetap digunakan untuk mendukung penjurusan.
Namun dengan dikembalikannya kebijakan penjurusan mulai di kelas X, sekolah pun harus bekerja keras kembali mengubah struktur kurikulum yang sudah diberlakukan selama kepemimpinan Nadiem Makarim.
Perubahan ini juga mempengaruhi strategi pembelajaran di kelas. Guru-guru yang selama ini terbiasa dengan sistem pembelajaran berbasis proyek dan lintas mata pelajaran seperti dalam Kurikulum Merdeka harus bersiap kembali ke pola pembelajaran konvensional berbasis mata pelajaran terpisah.
Baca Juga: APBD Terbatas hingga Tak Bisa Dirikan Gedung, Sekolah Rakyat di Jogja Manfaatkan Bangunan Lama
Para guru pun akhirnya harus fleksibel karena selama menerapkan Kurikulum Merdeka, mereka menggunakan sistem blok. Guru mata pelajaran pun harus bertindak sebagai fasilitator P5.
Berita Terkait
-
Belasan Ribu Ijazah Warga DKI Tertahan di Sekolah, Pramono Targetkan Kelar Dalam 100 Hari Kerja
-
Ki Hadjar Dewantara: Dari Pejuang Kemerdekaan Menjadi Bapak Pendidikan
-
Memoar Aktivisme Politik Ki Hadjar Dewantara Melalui Pendidikan
-
Jalan Tengah Penjurusan: Menuju Masa Depan Pendidikan Indonesia
-
Puluhan Siswa Keracunan Lagi, Puan Maharani Desak Pemerintah Evaluasi Total Program MBG
Terpopuler
- Selamat Tinggal Jordi Amat
- Sosok Pengacara Paula Verhoeven, Adabnya di Podcast Jadi Perbincangan
- Mobil Bekas Eropa Murah di Bawah Rp50 Juta, Ini Rekomendasinya Lengkap dengan Spesifikasi dan Pajak
- Daftar Kode Redeem FF Token SG2 Terbaru, Lengkap Sepanjang April 2025
- 12 Potret Rumah Mewah Luna Maya: Usung Modern Tropis, Pakai Listrik 33 Ribu Watt
Pilihan
-
20 Fakta Liverpool Juara Liga Inggris: Arne Slot Meneer Pertama
-
Momen Langka! Pemain Keturunan Maluku Jewer Kapten Timnas Indonesia di Serie A
-
Hasil BRI Liga 1: Gol Sho Yamamoto Bawa Persis Solo Jungkalkan Persita
-
7 Rekomendasi Produk Make Up Lokal BPOM, Murah dengan Kualitas Terbaik
-
Siswa Nakal Jabar 'Disekolahkan' di Barak Militer, Program Mulai Digelar Mei 2025!
Terkini
-
SMA Kembali ke Jurusan, Guru dan Siswa Panik Tanpa Juknis
-
AS 'Gertak' Soal QRIS, Dosen UGM: Jangan Sampai Indonesia Jadi "Yes Man"
-
Juru Parkir Jogja Siap dengan QRIS, Ini Lokasi Pilot Projectnya
-
Lewat Pemberdayaan, BRI Antar UMKM Kopi Nusantara ke Pentas Global
-
Modal Klik Langsung Cuan, Ini 5 Cara Klaim DANA Kaget Hari Ini