SuaraJogja.id - Dari sebuah rumah sederhana di Jalan Sejahtera RT 2 RW 1, Samberembe, Selomartani, Kalasan, Sleman, tumbuh seorang anak yang lebih sering menggenggam bidak daripada boneka.
Gadis itu adalah Shafira Devi Herfesa, perempuan belia yang baru menginjak usia 16 tahun namun sudah banyak belajar membaca dunia lewat catur.
Pipi panggilan akrabnya di rumah, bukan sekadar penyuka catur, tapi anak yang memang sudah dibesarkan di antara notasi dan strategi permainan para raja itu.
Dunia 64 petak itu seolah sudah menjadi rumah keduanya, sebuah ruang yang ia pilih sendiri untuk tumbuh dan melangkah ke dunia.
Erliyansah, sang ayah, tak pernah memaksa anak-anaknya untuk menjadi pecatur. Ia hanya memperkenalkan, membangun rasa suka, dan memberi jalan, selanjutnya membiarkan sang anak melangkah.
"Ya, mereka senang dengan catur, memang benar-benar, karena dasarnya memang dibangun dengan senang bukan dipaksa," kata Erliyansah dikutip Minggu (4/5/2025).
"Saya nggak langsung mengajari ke teknik, tapi saya psikologisnya dulu, gitu kan. Dibangun supaya senang dengan catur, gimana. Saya bawa lah keliling-keliling lihat catur," imbuhnya.
Catur bukanlah paksaan bagi keluarga mereka. Lebih dari itu merupakan warisan dan ikatan yang mengalir dari generasi ke generasi.
"Saya lihat ayah saya itu hobinya catur, nurun ke saya. Dan saya perdalam, sempat jadi atlet. Saya turunkan ke Shafira. Jadi memang ada gen lah," kisahnya.
Baca Juga: Pejabat Sleman Ikut Uji Emisi: Bukti Serius Tangani Polusi atau Sekadar Pencitraan?
Bahkan tak hanya Shafira, dari lima anak termasuk Shafira, semuanya dia kenalkan pada catur. Namun anaknya yang tertua itu, Shafira yang saat ini sudah melaju paling jauh.
Bukan les privat atau sekolah catur yang saklek tapi perlahan. Menyesuaikan ritme yang anak-anak sukai. Sama seperti Shafira yang sejak berumur 3 tahun sudah diajak memainkan catur.
"Mungkin dalam sebulan itu, pion aja jalan. Bahkan kuda aja mungkin ada setengah tahun ya. Hampir setengah tahun," ucapnya.
Shafira kecil tumbuh dengan catur sebagai teman bermain, sekaligus alat untuk menjelajah dunia. Impian itu mulai tumbuh hari demi hari.
Bukan untuk memaksa, tapi untuk memberi arah bahwa dunia terbuka bagi mereka yang setia pada jalan yang dipilihnya.
Tanpa sekolah catur bukan berarti teknik dan strategi tak bisa didapatkan. Kelembutan dan ketelatenan sang ibu Revi Rochana, dilanjutkan ketekunan sang ayah, semua itu perlahan dipahaminya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- 7 Sepatu Adidas Diskon hingga 60% di Sneakers Dept, Cocok Buat Tahun Baru
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Kencang bak Ninja, Harga Rasa Vario: Segini Harga dan Konsumsi BBM Yamaha MT-25 Bekas
Pilihan
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
-
Aksi Adik Kandung Prabowo yang Makin Mencengkeram Bisnis Telekomunikasi
-
Sesaat Lagi! Ini Link Live Streaming Final Futsal ASEAN 2025 Indonesia vs Thailand
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
-
Seni Perang Unai Emery: Mengupas Transformasi Radikal Aston Villa
Terkini
-
Empati Bencana Sumatera, Pemkab Sleman Imbau Warga Rayakan Tahun Baru Tanpa Kembang Api
-
Ini Tarif Parkir di Kota Jogja saat Libur Nataru, Simak Penjelasan Lengkapnya
-
Ironi Ketika Satu Indonesia ke Jogja, 150 Ton Sampah Warnai Libur Akhir Tahun
-
Bangkitnya Ponpes Darul Mukhlisin: Dari Terjangan Banjir hingga Harapan Baru Bersama Kementerian PU
-
BRI Komitmen Berdayakan Komunitas dan Raih Penghargaan Impactful Grassroots Economic Empowerment