SuaraJogja.id - Kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang memindahkan sejumlah dokter secara mendadak tanpa penjelasan memadai menuai sorotan tajam dari kalangan medis.
Praktik ini dinilai meresahkan dan mencederai sistem layanan kesehatan serta pendidikan dokter-dokter di tanah air.
Sebagai bentuk solidaritas terhadap situasi mutasi tersebut, sejumlah tenaga medis dari berbagai disiplin ilmu mengikuti doa bersama yang digelar di Rooftop RS Akademik UGM, Rabu (7/5/2025) siang.
Aksi doa bersama ini diinisiasi oleh RSA UGM bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan para dokter senior.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh beragam tenaga kesehatan, mulai dari dokter umum hingga spesialis dari sedikitnya 16 cabang ilmu kedokteran, termasuk bedah, obgyn, THT, penyakit dalam, dan anak.
Direktur RSA UGM Darwito, menyebut pemindahan dokter-dokter tersebut dilakukan semena-mena oleh Menteri Kesehatan tanpa pertimbangan menyeluruh terhadap dampaknya terhadap pasien maupun institusi pendidikan.
"Ini dipicu pemindah tugasan teman-teman, sebelumnya ada, tapi kita masih diam. Tapi ini sudah begitu dengan menggunakan kekuasaannya, yang punya kekuasaan tersebut, Menteri Kesehatan, memindah suka-suka," kata Darwito, kepada wartawan.
Meski diakui sebagai kewenangan yang bersangkutan, Darwito menilai keputusan itu menunjukkan arogansi kekuasaan dan pengabaian terhadap realitas kerja dokter.
Dia menyayangkan pemindahan dilakukan seolah dokter hanyalah pion yang bisa dipindahkan tanpa konsekuensi apapun.
Baca Juga: Tukar Rokok dengan Telur: Solusi Gizi Keluarga dan Cegah Stunting
"Kalau dipindah seperti itu akan bagaimana, bagaimana saat itu membina pasien, kemudian di situ kita bisa mendidik, sudah melekat dalam arti pendidikan dengan anak didik, dengan institusi pendidikan, itu dipindah dengan sesaat, tanpa alasan yang jelas," ucapnya.
Diakui Darwito, pihaknya tak bisa melawan kebijakan tersebut secara terbuka.
Apalagi dengan suara dari tenaga medis yang kerap tak diindahkan.
Pria yang juga merupakan Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) DIY itu bilang sudah ada dua dokter spesialis yang menjadi korban mutasi mendadak itu. Seorang dokter anak dan seorang obgyn.
"Iya mendadak dan itu prihatin. Tapi sekali kita biarkan, kita nggak bisa apa-apa, suara nggak didengarkan, ya sudah kita lewat doa," ungkapnya.
Ia juga menyebut kebijakan semacam ini dapat ditafsirkan secara luas. Termasuk potensi sebagai alat tekanan, bahkan intimidasi terhadap dokter.
- 1
- 2
Berita Terkait
Terpopuler
- Eks Pimpinan KPK: Ustaz Khalid Basalamah Bukan Saksi Ahli, Tapi Terlibat Fakta Kuota Haji
- Jahatnya Sepak Bola Indonesia, Dua Pemain Bidikan Persija Ditikung di Menit Akhir
- 5 Rekomendasi Bedak Tahan Air dan Keringat Murah: Anti Luntur Sepanjang Hari
- Klub Impian Masa Kecil Jadi Faktor Jay Idzes Terima Pinangan Aston Villa
- 6 Mobil Bekas 7 Seater Termurah: Nyaman untuk Keluarga, Harga di Bawah Rp 70 Juta
Pilihan
-
Diogo Jota Tewas di Jalanan Paling Berbahaya: Diduga Pakai Mobil Sewaan
-
Riau Bangga! Tarian Anak Pacu Jalur Viral Dunia, Ditiru Bintang PSG hingga Pemain AC Milan
-
Baru Jabat 4 Bulan, Erick Thohir Copot Dirut Bulog Novi Helmy Prasetya dan Disuruh Balik ke TNI
-
Resmi! Ramadhan Sananta Gabung ke Klub Brunei Darussalam DPMM FC, Main di Liga Malaysia
-
CORE Indonesia: Ada Ancaman Inflasi dan Anjloknya Daya Beli Orang RI
Terkini
-
Kelana Kebun Warna: The 101 Yogyakarta Hadirkan Pameran Seni Plastik yang Unik dan Menyentuh
-
BRI Dukung UMKM Sanrah Food Berkembang dari Warung ke Ekspor Global
-
Langgar Aturan Imigrasi, 14 WNA Dideportasi Imigrasi Yogyakarta
-
Setya Novanto Bebas Lebih Cepat? MA Pangkas Hukuman Korupsi e-KTP, Pakar Geram!
-
Solo-Jogja Makin Lancar: Tol Klaten-Prambanan Beroperasi Penuh, Ini yang Perlu Anda Siapkan