Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Jum'at, 23 Mei 2025 | 19:50 WIB
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso saat ditemui di Sleman. [Hiskia/Suarajogja]

SuaraJogja.id - Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengungkap perkembangan aturan ekspor terhadap komoditas kelapa bulat. 

Hingga sekarang belum ada kepastian terkait dengan besaran pungutan tersebut.

"Belum tahu [besaran pungutan ekspor kelapa bulat]," ucap Budi ditemui di Fisipol UGM, Jumat (23/5/2025).

Budi bilang rencananya aturan itu akan dipastikan pada pekan ini. Termasuk dengan besaran pungutan ekspor tersebut.

Baca Juga: Kembangkan Ekspor Kuliner Halal Indonesia, Menekraf Gandeng HCI

"Ya nanti pas kan seharusnya minggu ini atau minggu depan sudah selesai rapatnya. Seharusnya minggu ini, karena kemarin belum ketemu waktunya to. Tapi nanti kita bicarakan dulu. Jadi kita cari solusinya yang terbaik," ujar dia. 

Disampaikan Budi, sebenarnya rencana pungutan untuk ekspor kelapa bulat itu sudah direncanakan sejak lama. 

Namun memang hal ini kembali diangkat untuk menjaga produksi di dalam negeri.

"Jadi sebenarnya konsepnya dari dulu kan memang akan dikenakan biaya ekspor. Tapi kita bicarakan bareng-bareng dulu, nanti akan dirapatkan dulu, kita cari jalan keluar yang terbaik seperti apa," ucapnya.

Budi mengatakan bahwa harga ekspor kelapa bulat memang tinggi. 

Baca Juga: Manfaat Ampuh Konsumsi Air Kelapa Selama Jalani Puasa Ramadan

Sehingga hal itu menjadi pilihan pelaku industri untuk memasok kelapa bulat ke luar ketimbang memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

"Permasalahannya kan sekarang gini, kelapa bulat itu kan harga ekspornya tinggi terus sebagian pelaku industri ini tidak mendapatkan pasokan karena harga ekspor lebih tinggi daripada di dalam negeri, kan otomatis petani maunya ekspor, kan gitu," tuturnya.

Walaupun memang pada beberapa daerah produksi kelapa bulat masih cukup tinggi. 

Namun biaya ekspor ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan di dalam negeri.

"Beberapa daerah pun juga sebenarnya masih ada kelapa juga, tetapi kan kita harus antisipasi agar ada keseimbangan antara kebutuhan dalam negeri dan kebutuhan ekspor, ya kita cari solusinya yang terbaik," tegasnya.

Rencana penerapan pungutan ekspor (PE) untuk komoditas kelapa bulat ini akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK). 

Langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menindaklanjuti isu keluhan masyarakat terkait harga kelapa yang kian memberatkan.

Untuk diketahui, kondisi kelapa bulat di Indonesia saat ini menunjukkan dinamika yang kompleks, terutama terkait dengan permintaan ekspor yang tinggi dan kebijakan pemerintah yang sedang dikaji.

Indonesia merupakan salah satu produsen kelapa bulat terbesar di dunia, dengan kontribusi sekitar 59 persen terhadap permintaan global. 

Kualitas kelapa bulat Indonesia yang tinggi menjadikannya incaran negara-negara seperti Tiongkok, Vietnam, dan Thailand. 

Data menunjukkan bahwa ekspor kelapa bulat Indonesia mencapai US$45,6 juta hingga Maret 2025, meningkat 146 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Kenaikan permintaan ekspor berdampak positif bagi petani kelapa, dengan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan mereka. 

Namun, hal ini juga menyebabkan kelangkaan pasokan kelapa untuk industri dalam negeri, seperti produsen minyak goreng dan santan, yang mengalami kenaikan harga bahan baku hingga 20-30 persen.

Untuk menyeimbangkan kebutuhan ekspor dan domestik, pemerintah berencana menerapkan pungutan ekspor (PE) terhadap kelapa bulat. 

Kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan volume ekspor dan memastikan ketersediaan kelapa di dalam negeri. 

Dana dari pungutan ini diharapkan dapat digunakan untuk peremajaan kebun kelapa, meningkatkan produktivitas, dan kesejahteraan petani.

Permintaan tinggi terhadap kelapa bulat Indonesia menunjukkan kualitas produk yang diakui secara global, memberikan manfaat ekonomi bagi petani. 

Namun, diperlukan kebijakan yang tepat untuk menjaga keseimbangan antara ekspor dan kebutuhan dalam negeri, agar industri lokal tidak terdampak negatif.

Load More