Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora
Senin, 26 Mei 2025 | 19:47 WIB
Dekan FKKMK UGM, Yodi Mahendradhata menyampaikan paparannya dalam AMDS ke-15 di Yogyakarta, Senin (26/5/2025). [Kontributor/Putu]

SuaraJogja.id - Gelombang aspirasi dari kalangan akademisi kedokteran terus menguat seiring dengan meningkatnya keprihatinan terhadap kebijakan Undang-Undang (UU) Kesehatan.

Protes yang mencakup berbagai aspek, mulai dari aturan perizinan tenaga medis dan kesehatan, hingga ketentuan terkait organisasi profesi dan pembiayaan kesehatan dilakukan karena UU tersebut dinilai belum berpihak pada penguatan sistem pendidikan dan layanan kesehatan nasional.

Karenanya Fakultas kedokteran dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, termasuk Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM), menyatakan sikap kritis mereka terhadap sejumlah regulasi yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Dalam beberapa bulan terakhir, forum-forum sivitas akademika kedokteran menggencarkan penyampaian aspirasi melalui deklarasi, diskusi publik, dan forum nasional lintas kampus.

Baca Juga: Layanan Publik di Sleman Dipastikan Tetap Beroperasi Selama Lebaran

Terbaru, pada 20 Mei 2025 lalu, guru besar dari fakultas kedokteran se-Indonesia menyatakan sikap bersama dalam sebuah deklarasi yang ditujukan untuk, memberikan masukan sekaligus peringatan terhadap arah kebijakan kesehatan yang dianggap bermasalah.

"Masukan sudah disampaikan sejak beberapa tahun lalu, hanya saja intensitas dan perhatian terhadap hal ini tampaknya belum sesuai harapan," papar Dekan FKKMK UGM, Yodi Mahendradhata disela ASEAN Medical Deans’ Summit (AMDS) ke-15 di Yogyakarta, Senin (26/5/2025).

Yodi mengungkapkan, kritik dan masukan dari kalangan akademisi bukanlah hal baru.

Karena itu, penyampaian aspirasi kini menjadi lebih kuat dan terbuka.

Para dekan dan guru besar pun tengah melakukan penyusunan masukan untuk koreksi kebijakan Kemenkes.

Baca Juga: Sepekan Program CKG Berjalan di Kulon Progo, Dinkes Sebut Partisipasi Minim Perlu Sosialisasi Lebih

Saat ini masukan tersebut tengah difinalisasi oleh tim akademisi.

"Kita baru membedah isu ini lebih mendalam hari ini. Mudah-mudahan proses finalisasi bisa selesai besok siang atau sore, karena basis argumentasi dan data sudah kita siapkan sebelumnya," ujar dia.

Kemenkes sendiri, lanjut Yodi sempat mengundang para dekan fakultas kedokteran untuk berdialog terkait polemik UU Kesehatan. Namun mereka tidak hadir dalam pertemuan tersebut.

"Kami tidak ada yang datang [atas undangan kemenkes]," ujarnya.

Yodi menyebutkan, alih-alih berpolemik, Kemenkes diharapkan mendukung pengembangan ilmu Kedokteran di Indonesia.

Kerja sama dibutuhkan agar regulasi yang diterapkan pemerintah tidak berseberangan dengan akademisi dan profesi.

FKKMK UGM sendiri berupaya memperkuat solidaritas antar institusi pendidikan kedokteran ASEAN demi memajukan sektor kesehatan.

Melalui forum AMDS ini misalnya, mereka menegaskan posisi akademisi dalam pembangunan kebijakan kesehatan yang berbasis ilmu pengetahuan dan integritas.

Salah satu topik utama yang menjadi perhatian dalam AMDS 2025 adalah pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dalam pendidikan dan praktik kedokteran.

Para dekan dan perwakilan fakultas kedokteran ASEAN mendiskusikan peluang integrasi AI untuk mendukung pembelajaran klinis, diagnosis berbasis data besar, serta pengembangan riset kolaboratif lintas negara.

Inisiatif ini diyakini dapat menjawab tantangan sistem kesehatan masa depan dan memperkuat daya saing lulusan kedokteran di tengah revolusi teknologi global.

"Kami berharap pemerintah bisa mendengar dengan terbuka. Karena penghargaan terhadap tenaga pendidik dan akademisi adalah fondasi dari sistem kesehatan yang sehat," sebut dia.

Sebelumnya sejumlah kritik disampaikan berbagai pihak terhadap 15 Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang tengah disusun Kemenkes.

Aturan itu sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan.

Ketidakpuasan sejumlah akademi dan profesi mencuat karena dianggap minim pelibatan dan berpotensi merugikan sektor industri.

Draf RPMK yang kini diunggah melalui situs partisipasisehat.kemkes.go.id memicu kekhawatiran berbagai kelompok industri.

Mereka menilai Kemenkes menyusun regulasi tanpa dasar data yang solid, sehingga menimbulkan potensi kerugian ekonomi dan ancaman terhadap kelangsungan bisnis.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More