Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 02 Juni 2025 | 14:46 WIB
Avirianto Suratno selaku Direktur Utama AirNav Indonesia (kiri) dan Direktur Operasi AirNav Indonesia, Setio Anggoro (kanan) saat memberi keterangan ke waratawan di Yogyakarta. [Hiskia/Suarajogja]

SuaraJogja.id - AirNav Indonesia tengah bersiap melakukan pembaruan besar dalam pengelolaan ruang udara nasional.

Salah satu fokus utamanya adalah mengurangi potensi delay penerbangan.

Hal itu menjadi salah satu isu yang dibahas dalam acara ICAO Asia/Pacific Airport and Airspace Capacity Assessment Workshop.

Sebuah forum yang diselenggarakan bersama International Civil Aviation Organization (ICAO) dan Federal Aviation Administration (FAA) Amerika Serikat.

Baca Juga: Berpotensi Dongkrak Pariwisata, PHRI DIY Minta Pemerintah Tambah Rute Penerbangan di YIA

Workshop ini mempertemukan 103 peserta dari 15 negara dan 6 organisasi internasional, terdiri dari regulator penerbangan sipil, penyedia layanan navigasi udara (Air Navigation Service Provider/ANSP), maskapai, dan lembaga internasional.

Dari Indonesia, 18 orang delegasi AirNav turut aktif berpartisipasi dalam diskusi teknis dan perumusan kebijakan bersama.

Avirianto Suratno selaku Direktur Utama AirNav Indonesia menuturkan bahwa salah satu fokus dalam kegiatan workshop ini adalah menjawab tantangan ruang udara yang semakin padat.

Pesatnya pertumbuhan lalu lintas udara, kebutuhan akan efisiensi rute, serta standar keselamatan internasional menjadi latar belakang penting forum ini.

"Forum ini adalah langkah nyata Indonesia dalam memajukan sistem navigasi penerbangan yang mengandalkan data, teknologi mutakhir, dan kerja sama antarnegara. Ketersediaan ruang udara yang aman dan efisien tidak bisa ditunda lagi, apalagi di tengah tren trafik yang terus meningkat," kata Avirianto ditemui awak media di DI Yogyakarta, Senin (2/6/2025).

Baca Juga: Tiga Masalah Lingkungan Jadi Ancaman Nyata, Pemerintah Selama Ini Dianggap Tak Serius Beri Perhatian

Ditambahkan Direktur Operasi AirNav Indonesia, Setio Anggoro bahwa ada beberapa isu selama yang dibahas dalam workshop selama empat hari tersebut.

Mulai dari penilaian kapasitas bandara dan ruang udara secara berbasis data, teknik pengelolaan lalu lintas udara berbasis kolaborasi regional melalui Air Traffic Flow Management (ATFM), penyusunan pedoman kapasitas regional sebagai acuan bersama negara-negara Asia Pasifik.

Termasuk pemenuhan target audit keselamatan penerbangan ICAO melalui Universal Safety Oversight Audit Programme (USOAP) serta harmonisasi teknologi dan prosedur navigasi udara di kawasan dengan mempertimbangkan tantangan geografis dan operasional masing-masing negara.

"Di Indonesia kita akan mengimplementasikan beberapa fitur yang cukup canggih seperti arrival manager, kemudian departure manager, di mana kita ingin kapasitas yang dihitung menjadi lebih akurat dan dimanage secara dinamik untuk mengakomodir pertumbuhan trafik di Indonesia," ungkap Setio.

Langkah ini juga ditunjang oleh program investasi pada sistem manajemen lalu lintas udara yakni Air Traffic Management (ATM) System di sejumlah kota besar.

"Realisasi tahun depan, kuarter satu tahun depan kita ada beberapa investasi yang salah satunya dibiayai negara untuk meningkatkan ATM system di Jakarta, di Medan, Pontianak, dan Balikpapan," ucapnya.

Penting untuk Kurangi Delay

Setio menekankan bahwa peningkatan kapasitas yang tepat akan berdampak langsung pada berkurangnya delay penerbangan.

Perhitungan yang presisi memungkinkan pengelolaan slot yang sesuai dengan permintaan aktual, tanpa membuat bandara kelebihan beban.

"Jadi dengan perhitungan yang tepat kita juga bisa mengakomodir slot dengan jumlah yang tepat sehingga delaynya akan berkurang," tuturnya.

"Jadi untuk mengurangi delay. Kalau misalnya kapasitas kurang tepat atau demandnya terlalu tinggi akan terjadi delay seperti holding, kemudian di hold short," imbuhnya.

Menurutnya, keterlambatan penerbangan selama ini tidak semata disebabkan oleh kekurangan slot.

Ada pula beberapa faktor lain termasuk kapasitas dinamis yang tidak dikelola optimal.

Faktor cuaca, misalnya, bisa menyebabkan kapasitas sebuah bandara menurun drastis dalam waktu singkat.

"Artinya misalnya Yogyakarta sejam 30 [jumlah pergerakan pesawat], tapi kalau hujan kan pasti dia tidak 30. Nah bagaimana memanage perubahan-perubahan kapasitas yang dinamis untuk mengakomodir demand itu yang menjadi challenge setiap ANSP [Air Navigation Service Provider]," tuturnya.

Dalam forum ini, AirNav juga mengundang berbagai pemangku kepentingan nasional untuk meningkatkan pemahaman bersama tentang metode perhitungan kapasitas.

Hal ini penting agar pengelolaan slot penerbangan di bandara padat seperti Jakarta, Surabaya, dan Bali bisa dilakukan lebih akurat.

"Kita ingin rekan-rekan yang ada di Indonesia ikut terupdate dalam hal cara menghitung assessment, dalam hal mengakses kapasitas dari kapasitas yang ada di airport dan ada di ruang udara," ujar dia.

Load More