Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Ilham Baktora | Hiskia Andika Weadcaksana
Minggu, 15 Juni 2025 | 21:34 WIB
Ilustrasi perbaikan jalan, di mana jalan diperbaiki di area Jalan Ring road Trihanggo oleh pengembang Jalan Tol Jogja-Solo Seksi 2 Trihanggo-Junction Sleman, Kamis (28/3/2024). (SuaraJogja.id/HO-PT Adhi Karya)

Untuk diketahui, pada awal 2024, sekitar 86 persen dari 699,5 km jalan kabupaten di Sleman berada dalam kondisi baik–sedang.

Sisanya 1,6 persen rusak berat dan 21,5 persen rusak ringan.

Masalah Utama: Overload Truk & Dampak Proyek Tol

Truk ODOL (kelebihan muatan) material proyek tol Jogja–Solo dan Jogja–Bawen mempercepat kerusakan jalan desa seperti di Prambanan, Seyegan, dan Tempel.

Baca Juga: Driver Ojol di Sleman Tewas Ditikam Penumpang Begal, Polisi Berhasil Amankan Pelaku

Kerusakan parah (jalan bergelombang, berlubang) terutama terjadi karena frekuensi kendaraan berat dan teknik patching yang belum memadai.

Dampak Harga Material (Pasir & Aspal)

Kenaikan harga pasir, aspal, dan bahan pendukung lain dapat menyebabkan:

Anggaran cepat tersedot – karena harga bahan dasar meningkat, jumlah pekerjaan menjadi terbatas.

Frekuensi perbaikan meningkat – perbaikan jalan harus sering dilakukan jika kualitas terganggu akibat bahan berkualitas rendah.

Baca Juga: September Selesai, Jembatan Rp3 Miliar Hubungkan Parkir dan Pasar Godean

Efisiensi tergerus – harga tinggi bisa memaksa pemda memilih solusi sementara (patching), bukan renovasi penuh.

Timbul potensi korupsi – anggaran yang terkuras oleh harga mahal lebih rentan diselewengkan.

Kondisi ini justru harus diwaspadai, pasalnya kenaikan harga material termasuk target pembenahan harus diawasi oleh orang yang berkompeten.

Infrastruktur jalan yang sehat adalah fondasi mobilitas, keselamatan, dan ekonomi wilayah.

Jika harga terus naik dan pemda tidak menyesuaikan anggaran, perbaikan akan tertunda atau terbatas.

Overload truk masih menjadi kendala besar yang harus ditertibkan berbarengan dengan pengendalian harga material.

Load More