SuaraJogja.id - Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku.
Salah satu pasal yang menjadi sorotan dalam PP tersebut soal penghargaan berupa pembebasan bersyarat bagi saksi pelaku atau justice collaborator (JC).
Apakah aturan ini dapat efektif diterapkan atau justru menjadi celah untuk tindak pidana korupsi lainnya?
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman menilai PP 24/2025 merupakan terjemahan dari Undang-Undang nomor 31 tahun 2024.
Aturan ini dapat dilihat melalui dua sudut pandang.
"Catatan saya pertama begini, apakah ini dapat membongkar kasus, jawaban saya tentu iya, tentu dapat mendukung dan ini universal tidak hanya kasus korupsi karena ini PP 24 2025 ini memang bukan untuk tipikor, ini untuk semua bentuk tindak pidana," kata Zaenur dikutip Senin (30/6/2025).
Menurut Zaenur, aturan ini dapat mendukung pengungkapan kasus.
Terlebih dengan tawaran yang diberikan kepada justice collaborator sehingga mau bekerja sama.
"Jadi memang ini menurut saya PP yang bagus untuk mendukung pengungkapan perkara," ucapnya.
Baca Juga: Rahasia Pertemuan Prabowo di Hambalang Terungkap, Menteri Bocorkan Agenda Penting Ini...
Kendati demikian, di sisi lain ada potensi penyalahgunaan kewenangan dalam PP tersebut.
Hal itu, kata Zaenur dapat berujung pada tindak pidana korupsi dalam bentuk jual beli perkara.
Mengingat dalam aturan itu, pengajuan untuk mendapat penanganan secara khusus itu bisa diajukan kepada penyidik ketika sedang penyidikan, kepada penuntut umum ketika sedang penuntutan atau kepada pimpinan LPSK.
"Saya lihat ini ada resiko terjadinya judicial corruption, korupsi di bidang peradilan, dalam bentuk jual beli status JC, yang sebenarnya tidak memenuhi syarat bisa ditetapkan sebagai JC, karena ini bisa minta ke penyidik, JPU atau LPSK," ucapnya.
"Siapa yang jual beli? Ya antara pelaku dengan penyidik atau dengan penuntut umum," imbuhnya.
Guna mengantisipasi potensi itu, Zaenur menyebut perlu ada syarat yang ketat dan akuntabilitas dalam pemberian status JC. Sepatutnya permohonan itu tidak langsung diputuskan oleh penyidik maupun JPU.
Diperlukan kewenangan lembaga lain agar dapat menilai secara objektif status JC tersebut.
"Akan berkurang resiko jual beli perkaranya kalau itu bertingkat, tidak langsung diajukan kepada penyidik terus disetujui atau ditolak tetapi nanti dari penyidik mengajukan kepada LPSK untuk objektifikasi untuk menilai apakah permohonannya itu memenuhi syarat atau tidak, dikabulkan atau tidak, harusnya seperti itu," tuturnya
Selain LPSK, Zaenur bilang untuk pengajuan yang dilayangkan ke JPU bisa diobjektifikasi oleh majelis hakim.
"Penyidik ke LPSK, tapi kalau ini di level penuntutan harusnya ada satu lagi, pada hakim untuk mengojektifikasi apakah permohonan sebagai justice collaborator itu suatu permohonan yang masuk akal, sesuatu yang beralasan atau tidak," kata dia.
Berita Terkait
Terpopuler
Pilihan
-
Profil Riccardo Calafiori, Bek Arsenal yang Bikin Manchester United Tak Berkutik di Old Trafford
-
Breaking News! Main Buruk di Laga Debut, Kevin Diks Cedera Lagi
-
Debut Brutal Joan Garcia: Kiper Baru Barcelona Langsung Berdarah-darah Lawan Mallorca
-
Debit Manis Shayne Pattynama, Buriram United Menang di Kandang Lamphun Warrior
-
PSIM Yogyakarta Nyaris Kalah, Jean-Paul van Gastel Ungkap Boroknya
Terkini
-
Remisi Kemerdekaan: 144 Napi Gunungkidul Dapat Angin Segar, 7 Langsung Bebas!
-
ITF Niten Digenjot, Mampukah Selamatkan Bantul dari Darurat Sampah?
-
Gagasan Sekolah Rakyat Prabowo Dikritik, Akademisi: Berisiko Ciptakan Kasta Pendidikan Baru
-
Peringatan 80 Tahun Indonesia Merdeka, Wajah Penindasan Muncul jadi Ancaman Bangsa
-
Wasiat Api Pangeran Diponegoro di Nadi Keturunannya: Refleksi 200 Tahun Perang Jawa