SuaraJogja.id - PT KAI akhirnya mengeksekusi paksa satu rumah warga di Jalan Hayam Wuruk Nomor 110, Lempuyangan, Selasa (8/7/2025).
Membawa ratusan petugas gabungan, ekskusi dilakukan pasca warga penghuni rumah menolak kompensasi meski sudah mendapatkan Surat Peringatan(SP) 3.
"Ini merupakan tindak lanjut dari surat peringatan ketiga yang sudah kita layangkan, namun tidak diindahkan oleh keluarga. Maka hari ini kita lakukan penertiban total,” ujar Manager Humas Daop 6 Yogyakarta, Feni Novida Saragih disela eksekusi. Selasa Siang.
Menurut Feni, dari 14 rumah yang terkena penataan kawasan Stasiun Lempuyangan, 13 penghuni telah bersedia menandatangani surat pengosongan secara sukarela. Hanya satu rumah yang proses sosialisasinya berakhir deadlock dan tidak memberikan pernyataan bersedia mengosongkan.
Baca Juga: Akhirnya 13 Warga Tegal Lempuyangan Setuju Bongkar Bangunan Tambahan, Satu Orang Menolak
Karenanya KAI mengambil langkah eksekusi terhadap rumah dinas yang merupakan aset BUMN tersebut. KAI pun akhirnya tidak memberikan kompensasi dalam bentuk apapun.
Ia juga menyebut, barang-barang milik penghuni sudah dipindahkan dan diamankan oleh tim KAI di rumah singgah wilayah Sleman.
"Karena ini penertiban, maka tidak ada kompensasi ganti rugi. Yang ada adalah ongkos bongkar. Itu pun berlaku hanya untuk yang sukarela keluar sebelum SP3,” tandasnya.
Feni menambahkan, pihaknya mengklaim seluruh dasar hukum telah disosialisasikan kepada warga, mulai dari surat dari Menteri BUMN, KPK, hingga Undang-Undang Perkeretaapian.
Oleh karena itu proses penertiban ini sah dilakukan tanpa perlu surat pengadilan karena lahan termasuk dalam aset negara.
Baca Juga: PT KAI Tolak Perpanjangan Waktu Warga Lempuyangan yang Segera Digusur, Sri Sultan Bilang Begini
Pengingkaran Proses Hukum
Sementara juru bicara warga, Fokki Ardiyanto eksekusi tersebut merupakan aksi premanisme yang dilakukan PT KAI. Apalagi dalam pembongkaran paksa tersebut ada pembiaran yang dilakukan pihak kepolisian.
"Kami menyaksikan cara-cara KAI yang di luar hukum. Menggunakan pendekatan kekuasaan, bahkan menyerupai premanisme," tandasnya.
Menurut Fokki, insiden ini adalah alarm peringatan bagi warga di wilayah lain yang bisa mengalami kejadian serupa. Ia menyerukan agar solidaritas dibangun untuk menghadapi pendekatan semena-mena dari institusi negara.
Perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Muhammad Raka Ramadan mengungkapkan, pendekatan paksa PT KAI sebagai bentuk pengingkaran terhadap proses hukum.
"Sekitar pukul 8 pagi, PT KAI langsung datang dan tidak menyampaikan banyak hal. Kami dari LBH Yogyakarta sudah menyampaikan keberatan terkait dasar hukum penertiban ini," ungkapnya.
Menurutnya, sejak awal, warga tidak pernah menolak keluar, asalkan KAI menunjukkan bukti hukum yang sah bahwa lahan tersebut milik mereka.
Namun, selama proses komunikasi, KAI dinilai tidak pernah menunjukkan dokumen konkret, melainkan hanya mengacu pada aturan internal yang disebut sebagai rahasia.
"Kami sudah berkali-kali menanyakan soal dasar klaim aset, soal kompensasi. Tapi tak pernah dijawab secara signifikan. Bahkan informasi seperti besaran kompensasi Rp200 ribu, Rp250 ribu, hingga rumah singgah Rp10 juta, itu semua tak pernah dijelaskan berdasarkan regulasi yang bisa diakses publik,” jelasnya.
Namun yang terjadi hari ini, lanjutnya, justru penggunaan kekuatan bukan hukum. Maka LBH menyebut akan menempuh langkah hukum lanjutan, termasuk kemungkinan gugatan pidana dan perdata terhadap PT KAI.
"Kami akan telaah lebih lanjut. Indikasi pelanggaran hukum sudah cukup banyak. Proses eksekusi tanpa surat pengadilan adalah salah satu titik krusial yang akan kami uji," jelasnya.
Penghuni rumah Chandrari Paramita mengaku ekskusi kali ini menyakiti keluarganya. PT KAI tidak melakukan pendekatan secara manusiawi.
"Tiba-tiba ya ini dieksekusi seperti ini. Iya, baru terima surat tadi malam. Jadi surat baru kita terima tadi malam, jadi kita nggak ada persiapan apa pun," jelasnya.
Chandrari mengaku tetap bertahan di rumahnya saat eksekusi karena PT KAI tidak punya dasar dalam melakukan tindakannya. Karena itu keluarganya akan berembug untuk langkah selanjutnya.
Apalagi rumah itu sudah ditempati pertama kali oleh almarhum bapaknya sejak 1974. Meski tanahnya itu merupakan Sultan Ground namun belum disertifikatkan.
"Jadi belum ada sertifikatnya. Ya, makanya kita mengacu pada Undang-Undang Agraria itu. Kami punya SKT itu tahun 2018," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi
Berita Terkait
Terpopuler
- 1 Detik Jay Idzes Gabung Sassuolo Langsung Bikin Rekor Gila!
- Selamat Tinggal, Kabar Tak Sedap dari Elkan Baggott
- 12 Kode Redeem FF Hari Ini 6 Juli 2025, Emote dan Skin Senjata Spesial Event Faded Wheel
- Siapa Finn Dicke? Gelandang Keturunan Indonesia Incaran PSSI Latihan Bersama Rafael Struick
- Update Harga Honda Vario Juli 2025, Mending Beli Baru atau Motor Bekas?
Pilihan
-
Heboh Nasi Kotak Piala Presiden 2025, Netizen Bandingkan Isi Menu MBG ke Jurnalis Inggris
-
Siap-siap! Hari Ini Dua Emiten COIN dan CDIA dengan Minat Investor Tinggi Lakukan IPO
-
Daftar Harga Tiket Konser My Chemical Romance Jakarta, Presale Mulai 9 Juli
-
5 Rekomendasi HP NFC Murah Terbaru Juli 2025: Dompet Aman, Transaksi Lancar!
-
7 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Harga di Bawah Rp 3 Juta Terbaik Juli 2025, Pasti Terang!
Terkini
-
BRI Perkuat Peran dalam Green Economy Lewat Green Financing Hingga Capai Rp89,9 Triliun
-
Eksekusi Paksa Satu Rumah di Lempuyangan: Penghuni Layangkan Gugatan, LBH Siap Lawan PT KAI
-
Dari TKI Ilegal ke Kurir Sabu Tisu Basah, Tato Artis Jadi Pintu Masuk Sindikat Internasional
-
Sabu Cair dalam Tisu Basah: Jaringan Narkoba Internasional Gemparkan Yogyakarta!
-
Tisu Basah Berisi Sabu, Polda DIY Ungkap Jaringan Narkoba Lintas Negara di Bandara YIA