SuaraJogja.id - Ketegangan berkepanjangan antara warga dan PT Kereta Api Indonesia (KAI) di kawasan rumah dinas Tegal Lempuyangan, Bausasran, Kota Yogyakarta, perlahan mereda.
Dari 14 rumah terdampak penataan Stasiun Lempuyangan, 13 warga telah menyatakan kesediaan untuk membongkar bangunan tambahan secara mandiri.
Pembongkaran harus selesai sebelum 31 Juli 2025 mendatang. Mereka pun menerima kompensasi dari PT KAI serta bebungah atau bantuan dari Keraton Yogyakarta.
Sedangkan satu warga memilih bertahan dan tidak menyetujui tawaran yang diberikan PT KAI melalui Surat Peringatan (SP) 3.
Ketua RW 01 Tegal Lempuyangan, Antonius Handriutomo di Yogyakarta, Minggu (22/6/2025) mengungkapkan keputusan 13 warga tersebut diambil setelah melalui proses panjang sejak Maret 2025 lalu, termasuk berbagai audiensi dengan DPRD Kota, DPRD DIY, hingga pertemuan dengan Walikota Yogyakarta.
Warga akhirnya menyadari keterbatasan posisi hukum mereka atas tanah Sultan Ground atau Tanah Kasultanan.
Rumah yang mereka tempati selama berpuluh-puluh tahun pun merupakan bangunan dinas dari PT KAI.
"Kita mempelajari selama dua setengah bulan ini, kita sudah berusaha audensi walikota, DPRD Kota dan propinsi. Dari tahapan-tahapan itu, kita tahu akhirnya pendapat dari berkuasa seperti ini, kita tidak akan konyol [menolak kompensasi]," paparnya.
Anton menyebutkan, pihaknya merupakan warga kloter pertama yang menandatangani kesepakatan kompensasi dengan PT KAI pada 16 Juni 2025 lalu.
Baca Juga: Penggusuran di Lempuyangan: Warga Memohon KAI Izinkan Rayakan Agustusan Terakhir di Rumah Mereka
Dengan adanya kesepakatan tersebut, maka kompensasi pada warga dicairkan dua termin.
"Termin pertama sebesar 50 persen diberikan setelah penandatanganan kesepakatan dan sisanya saat penyerahan kunci dan tagihan listrik serta air terakhir pada 31 Juli 2025 mendatang," jelasnya.
Selain kompensasi dari PT KAI untuk uang bongkar sebesar Rp2,5 juta pada hari penyerahan kunci nanti, warga juga akan menerima tambahan bebungah dari Keraton sebesar Rp750 juta, yang dibagi rata kepada 14 rumah.
Meski satu warga menolak, perhitungannya tetap dibagi 14, sehingga setiap rumah menerima sekitar Rp 53 juta.
Sebagai bagian dari kesepakatan, warga bersedia membongkar bangunan tambahan yang berdiri di luar rumah utama.
Bangunan tambahan seperti dapur, gudang, atau garasi dinilai oleh KAI sebagai milik pribadi warga dan diberikan nilai pembongkaran Rp 250 ribu per meter untuk bangunan permanen dan Rp 200 ribu untuk non-permanen.
Berita Terkait
Terpopuler
- Shin Tae-yong: Jay Idzes Menolak
- Innalillahi, Komedian Mpok Alpa Meninggal Dunia
- Kata-kata Miliano Jonathans Tolak Timnas Indonesia
- Dulu Dihujat karena Biaya Persalinan Dibantu Raffi Ahmad, Rupanya Mpok Alpa Punya Cerita Memilukan
- Anak Muda Merapat! Ini 4 Mobil Bekas Keren Rp30 Jutaan yang Siap Diajak Keliling Pulau Jawa
Pilihan
-
Debit Manis Shayne Pattynama, Buriram United Menang di Kandang Lamphun Warrior
-
PSIM Yogyakarta Nyaris Kalah, Jean-Paul van Gastel Ungkap Boroknya
-
Cerita Awal Alexander Isak, Zlatan Baru yang Terasingkan di Newcastle United
-
Di Balik Gemerlap Kemerdekaan: Veteran Ini Ungkap Realita Pahit Kehidupan Pejuang yang Terlupakan
-
Daftar 5 HP Android Punya Kamera Setara iPhone, Harga Jauh Lebih Murah
Terkini
-
Gagasan Sekolah Rakyat Prabowo Dikritik, Akademisi: Berisiko Ciptakan Kasta Pendidikan Baru
-
Peringatan 80 Tahun Indonesia Merdeka, Wajah Penindasan Muncul jadi Ancaman Bangsa
-
Wasiat Api Pangeran Diponegoro di Nadi Keturunannya: Refleksi 200 Tahun Perang Jawa
-
Bantul Lawan Arus, Daerah Lain Naikkan PBB, Bantul Justru Beri 'Hadiah' Ini di 2026
-
Simulasi Kredit Motor Agustus 2025: Beat Cicilan Rp700 Ribuan, Mana Paling Murah?