Muhammad Ilham Baktora
Rabu, 27 Agustus 2025 | 20:38 WIB
Ratusan buruh dan pekerja berunjukrasa di kantor DPRD DIY, Rabu (27/8/2025). [Kontributor Suarajogja/Putu]

"Buruh DIY tidak hanya mendukung agenda nasional, tetapi juga menyoroti masalah nyata yang kami hadapi di perusahaan daerah sendiri. Kami ingin keadilan ditegakkan, baik di Jakarta maupun di Yogyakarta," ujar dia.

Selain Taru Martani, dalam aksi ini massa juga mendesak pemerintah menghapus praktik outsourcing dan menolak upah murah yang selama ini dianggap menekan kesejahteraan pekerja.

Selain itu, mereka meminta penghentian pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan pembentukan Satuan Tugas PHK.

Satgas tersebut bisa mengawasi dan menindak perusahaan yang semena-mena terhadap buruh.

MPBI juga menekankan pentingnya reformasi pajak perburuhan, antara lain menaikkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp7,5 juta per bulan.

Pemerintah pun dituntut menghapus pajak pesangon, pajak tunjangan hari raya, pajak jaminan hari tua, dan diskriminasi pajak yang membebani perempuan menikah.

Desakan agar DPR dan pemerintah segera mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) yang selama bertahun-tahun mandek ikut disuarakan.

Mereka juga meminta agar pembahasan RUU Ketenagakerjaan tidak lagi menggunakan konsep omnibus law yang dianggap merugikan buruh.

"Urgensi pengesahan RUU Perampasan Aset sebagai langkah konkret pemberantasan korupsi yang berdampak luas terhadap ekonomi dan kesejahteraan rakyat," ungkapnya.

Baca Juga: Trans Jogja Terancam! Subsidi Dipangkas, Layanan Bisa Berkurang?

MPBI DIY menegaskan akan terus mengawal tuntutan ini, baik melalui aksi massa maupun jalur advokasi kebijakan.

Mereka berharap DPRD DIY meneruskan aspirasi ini ke pemerintah pusat serta membuka ruang dialog yang lebih serius terkait persoalan buruh di Yogyakarta.

Sementara Ketua Serikat Pekerja Taru Martani, Suharyanto menyatakan saat ini para pekerja merasakan arogansi para pimpinan.

Mereka pun tidak lagi nyaman bekerja di pabrik rokok milik Pemda DIY tersebut.

"Ada kebijakan -kebijakan yang sangat membuat tidak nyaman karyawan, contohnya skala upah karyawan yang baru dan lama sama," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More